Dulu antara NU dan
Muhammadiyah memang berjarak jauh. Perbedaan itu sangat terasa. Ke-NU an dan
Ke-Muhammadiyahan seseorang sedemikian jelas. Orang NU hanya mau shalat di
masjid NU dan begitu pula sebaliknya, orang Muhammadiyah hanya mau shalat di
masjid Muhammadiyah, kecuali bagi mereka yang dalam keadaan darurat. NU
membangun masjid sendiri dan begitu pula Muhammadiyah. Bahkan antara keduanya
tidak jarang bersaing sekalipun tidak pernah disebut siapa sebagai pemenangnya.
Akhir-akhir ini perbedaan itu sudah semakin menipis. Banyak
orang NU yang cara menjalankan ritualnya seperti Muhammadiyah, dan begitu pula
sebaliknya, tidak sedikit orang yang mengaku sebagai Muhammadiyah tetapi juga
ikut berdzikir bersama-sama NU. Mereka itu juga membaca doa qunut waktu subuh,
dan juga tahlilan tatkala anggota keluarganya meninggal. Selain itu, banyak
anak NU bersekolah di lembaga pendidikan Muhammadiyah, dan juga sebaliknya
tidak sedikit anak-anak Muhammadiyah yang dimasukkan di lembaga pendidikan NU
yang berkualitas.
Lebih dari itu,
sekalipun antara pimpinan NU dan Muhammadiyah dalam menentukan awal
Ramadhan dan hari raya berbeda, tetapi
tidak sedikit di antara warga Muhammadiyah dan NU melakukannya
secara bersama-sama. Bahkan juga orang NU shalat Id di lapangan dan sebaliknya,
orang Muhammadiyah shalat Id di masjid. Rupanya perbedaan-perbedaan itu sudah
dirasakan bukan lagi sebagai sesuatu yang bersifat mendasar. Toleransi untuk
membangun kebersamaan sudah semakin dirasakan sebagai hal yang lebih penting daripada memelihara perbedaan yang melahirkan
jarak di antara umat yang sebenarnya menganut agama yang sama.
Perbedaan itu akhirnya hanya pada tataran organisasi. Secara
organisasi memang berbeda, sebab pengurus dan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya berbeda. Akan tetapi perbedaan organisasi itu tidak lagi terlalu
membuat jarak di antara para anggotanya. Hubungan itu lama kelamaan
menjadi saling mendekat dan menjadi
lebih baik. Umat Islam menjadi semakin menyatu. Semakin disadari bahwa,
persatuan itu adalah hal pokok. Umat akan menjadi semakin maju, manakala
bersatu dan kokoh. Perbedaan dan apalagi perpecahan hanya akan melemahkan
potensi dan kekuatan umat Islam sendiri.
Keberadaan organisasi penting dan harus tetap ada. Sebab
dengan organisasi itu, umat bisa
dimobilisasi untuk mencapai tujuan
bersama dan juga untuk dakwah. Kekuatan umat
yang berbeda-beda atau beraneka ragam harus diakomodari, dikonsolidasi, dan dimobilisasi untuk
meraih tujuan bersama. Di dalam Islam dianjurkan agar berlomba-lomba
dalam kebaikan atau fastabiqul khairat. Perlombaan itu hanya akan terjadi
manakala ada kelompok-kelompok yang berbeda-beda itu.
Melihat gambaran tersebut, maka ke depan, antara NU dan Muhammadiyah akan semakin menyatu. Bahkan sekarang saja,
pada wilayah-wilayah tertentu keadaannya sudah seperti itu. Beberapa tahun yang lalu, beberapa tokohnya, pernah menggulirkan isu tentang kemungkinan
seseorang memiliki kartu anggota ganda, yaitu sebagai anggota NU dan sekaligus
juga anggota Muhammadiyah. Prof. Munir Mulkhan dalam sebuah penelitiannya juga
membuat kategori, dengan menyebut MUNU,
yaitu sebagai Muhammadiyah dan sekaligus sebagai NU.
Pandangan
tersebut kiranya sangat penting
terus dikembangkan, agar di antara
sesama umat Islam semakin dekat, menyatu,
dan kokoh. Keberadaan
organisasi sosial keagamaan tetap
penting, sebagai piranti gerakan dakwah dan fungsi-fungsi produktif
lainnya. Tetapi tidak ada halangan menjadi NU
sekaligus juga menjadi Muhammadiyah. Setidaknya, sebagai anggota Nu menyekolahkan anaknya di Muhammadiyah, dan atau
juga Muhammadiyah tetapi selalu ikut mengaji di pesantren NU. Sehingga
perbedaan itu hanya pada afiliasi organisasi
belaka. Bagi semua, yang terpenting umat
tetap bersatu dan tampak indah.
Wallahu a’lam.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar