Unit
terkecil dalam kehidupan masyaraat disebut keluarga. Masyarakat itu sebenarnya
adalah merupakan kumpulan dari banyak keluarga. Oleh karena itu, manakala
bangsa ini ingin membangun kehidupan yang damai, maka mau tidak mau harus
memperhatikan kehidupan setiap keluarga. Tidak akan mungkin masyarakat
damai dan sejahtera, ketika keluarga-keluarganya berantakan.
Berbagai
peristiwa yang muncul di tengah masyarakat sebenarnya adalah merupakan
ekpresi atau gambaran dari kehidupan keluarga itu. Akhir-akhir ini, di
tengah masyarakat seringkali terjadi tawuran, konflik, permusuhan, perang antar
desa, saling membidik, dan lain-lain. Selain itu, pada setiap hari, juga
terjadi kasus-kasus perampasan, perampokan, jambret dan sejenisnya.
Tatkala
terjadi persoalan di tengah masyarakat seperti tersebut itu, maka orang segera
menyimpulkan bahwa hal itu dipicu oleh faktor ekonomi. Sedemikian penting
faktor ekonomi itu, sehingga tatkala mengukur keberhasilan hidup keluarga dan
masyarakat juga dari perkembangan ekonominya. Seolah-olah ekonomi menjadi satu-satunya
faktor penentu. Orang sangat percaya pada pandangan itu, hingga pendidikan
sekalipun diorientasikan untuk keberhasilan ekonomi masa depan.
Namun
anehnya, di tengah masyarakat yang tidak sehat-------banyak konflik, tawuran,
korupsi, dan lain-lain, para ahli dan juga pemerintah memberikan informasi
bahwa ekonomi masyarakat sedang meningkat. Orang kaya bertambah dan sebaliknya
orang miskin semakin berkurang. Maka, di tengah masyarakat kita terjadi
gambaran yang agaknya tidak mudah dimengerti. Semakin kaya masyarakatnya, tidak
selalu diikuti oleh kedamaian dan kesejahteraan. Rumahnya semakin baik,
kendaraannya semakin modern, tetapi masih terjadi konflik, tawuran, dan
semacamnya itu.
Peningkatan
tingkat ekonomi, ternyata tidak selalu menjamin terwujudnya kehidupan
keluarga yang damai. Padahal setiap orang tidak saja ingin kaya tetapi juga
merasa damai dan sejahtera. Untuk meraih kesejahteraan dan kedamaian
diperlukan biaya atau ekonomi yang baik. Akan tetapi ternyata, tidak semua
orang yang berhasil mengembangkan ekonominya selalu merasa damai dan sejahtera.
Masyarakat
kota banyak yang ekonominya sudah mapan. Mereka telah menjadi orang kaya. Akan
tetapi tidak semuanya merasa damai dan sejahtera. Problem-problem rumah tangga
selalu ditemui. Penyalahgunaan obat terlarang, hubungan bebas, dan sejenisnya, yang
membikin galau dan sedih, justru banyak terjadi di kalangan keluarga yang
berpunya ini. Selain itu, anggapan orang pada umumnya, bahwa tawuran hanya
pantas dilakukan oleh masyarakat primitif, ternyata anak-anak kota pun
juga melakukannya.
Melalui
gambaran sederhana tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa memang menjadi
kaya itu penting, tetapi kekayaan tidak selalu berhasil mengantarkan
seseorang pada suasana kedamaian dan kesejahteraan. Kedamaian bersumber pada
akhlak masyarakatnya. Manakala ekonomi masyarakat bagus, cerdas, dan akhlaknya
mulia, maka di sana akan terbangun kedamaian. Keadaan masyarakat seperti itu
terwujud manakala, keluarga-keluarga di tempat itu juga terpenuhi ekonominya,
pendidikannya, dan juga akhlaknya terpelihara.
Sarana
membangun akhlak yang mulia itu adalah kitab suci, tempat ibadah, dan juga
tauladan dari para pemimpin masyarakat itu. Oleh sebab itu al Qur’an harus ada
di setiap rumah tangga dan dibacanya. Di masyarakat itu ada masjid atau
mushala yang digunakannya untuk shalat berjamaah pada setiap waktu oleh
anggota masyarakatnya. Selain itu, di masyarakat itu terdapat orang-orang
yang dituakan, baik dilihat dari umur, ilmu, dan perilakunya.
Manakala
ketiga hal tersebut tersedia, dan benar-benar dimanfaatkan oleh semua
keluarga di masyarakat itu, maka kedamaian dan kesejahteraan keluarga sebagai
basis kehidupan masyarakat akan terwujud. Oleh karena itu membangun keluarga
yang damai dan sejahtera selalu diperlukan sumber ekonomi untuk menjamin
keberlangsungan hidup, kitab suci agar tidak sesat, tempat ibadah untuk
membangun spiritual dan kebersamaan, dan tauladan dari orang-orang yang
dituakan. Banyaknya tawuran di tengah masyarakat pada akhir-akhir ini, mungkin
disebabkan oleh sendi-sendi kehidupan dimaksud masih ada yang kurang atau tidak
dijalankan. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar