Larangan Berbohong



Berbohong  sangat membahayakan, termasuk terhadap dirinya sendiri. Orang yang suka berbohong menjadi tidak akan dipercaya. Sekalipun ia bersumpah untuk meyakinkan bahwa perkataan atau janjinya adalah benar, maka orang yang pernah dibohongi tidak akan mempercayai lagi. Seseorang yang sudah tidak dipercaya,  maka sama halnya dengan telah  kehilangan segala-galanya.
 
Biasanya orang yang suka bohong tidak dihargai lagi. Tatkala ia berbicara tidak akan ada yang mendengarkan. Tatkala berjanji atau bersumpah, maka janji atau sumpahnya akan dianggap main-main belaka, dan pasti akan dikhianati sendiri. Orang yang suka berbohong biasanya juga akan dihindari oleh banyak orang, khawatir mereka dibohongi.
 
Sedemikian  besar bahaya berbohong hingga Nabi  juga melarang terhadap siapapun  melakukan kebohongan. Dalam suatu riwayat, tatkala ada seseorang yang meminta nasehat tentang amal yang ringan tetapi dengan mengerjakan itu sudah dianggap sebagai seorang muslim,  maka dijawab oleh Nabi, “Jangan berbohong”. Selain itu, juga dikatakan oleh Nabi, bahwa salah satu tanda sebagai orang munafiq ialah tatkala berkata, yang bersangkutan  tidak bisa dipercaya atau berbohong.
 
Muhammad sebelum diangkat menjadi  seorang rasul sudah dikaruniai sifat jujur atau bisa dipercaya, hingga oleh orang-orang Arab Quraisy,  baik yang menyukai dan bahkan yang membencinya,  beliau diberi sebutan al amien. Sebutan al amien artinya adalah bisa dipercaya. Sedemikian mendalam kepercayaan itu, hingga sesuatu apapun manakala  datangnya  dari Muhammad, maka tidak akan ada orang yang tidak mempercayainya. Sebab, Muhammad ketika itu tidak pernah berbohong.
 
Dalam kehidupan sehari-hari, untuk membuktikan betapa besarnya bahaya kebohongan adalah sangat mudah. Perusahaan yang semula maju, seketika bangkrut oleh karena pimpinan dan orang-orang yang bekerja di tempat itu melakukan kebohongan. Sebuah rumah makan semula begitu ramai dikunjungi pelanggan, namun  segera sepi,  oleh karena diketahui masakannya tidak halal. Bahkan  kampus yang semula dianggap hebat, hanya oleh karena berani berbohong, mengeluarkan ijazah palsu misalnya, segera ditinggalkan oleh para mahasiswanya. Contoh-contoh lain sedemikian banyak. Berbohong terbukti memang sangat berbahaya.
 
Penyakit berbohong tidak ada kaitannya dengan latar belakang pendidikan. Orang yang berpendidikan tinggi sekalipun tidak ada jaminan selalu mampu menjaga kejujuran. Demikian pula jabatan seseorang. Tidak ada jaminan seorang yang berpangkat dan berjabatan tinggi selalu bisa dipercaya. Berbohong bisa menjangkiti terhadap semua orang dan juga semua lapisan. Bahkan sebaliknya, adakalanya anak kecil atau orang yang berpendidikan rendah justru bisa bersikap jujur atau tidak berbohong.
 
Para  pemimpin, apapun jenis kepemimpinannya dan apapun levelnya,  harus mampu menjaga  kejujuran atau tidak berbohong. Pemimpin yang suka berbohong, maka  tidak akan dihargai dan dihormati oleh mereka yang sedang dipimpin. Itulah sebabnya salah satu ciri pemimpin adalah harus bisa menjaga amanah dan bersifat siddiq. Pemimpin yang tidak amanah dan tidak mampu menjaga kebenaran, maka tidak akan pernah sukses dalam menjalankan kepemimpinannya.
 
Saya pernah mengatakan kepada semua warga kampus -------ketika saya masih memimpin UIN Maliki Malang bahwa hal yang sangat saya takutkan adalah tatkala saya sudah tidak dipercaya oleh orang. Saya tidak pernah takut kehilangan semua harta saya, asalkan masih dipercaya. Umpama rumah, mobil,  dan  semua pakaian serta harta lainnya terbakar dan tidak  ada yang tersisa, kecuali pakaian yang melekat di badan, asalkan masih dipercaya oleh teman-teman, saya masih berani hidup. Bermodalkan kepercayaan itu, teman-teman saya akan segera menolong.
 
Akan tetapi sebaliknya, sekalipun semua harta kekayaan saya masih lengkap, namun semua orang sudah tidak percaya, maka  lebih baik saya meninggalkan komunitas itu, pergi jauh entah ke mana. Di tempat itu, saya sudah merasa kehilangan segala-galanya. Kebohongan bagi saya adalah penyakit hati yang berbahaya dan karena itu harus dihindari. Para koruptor, baik yang sudah dipenjara atau yang belum, sebenarnya yang bersangkutan telah terkena penyakit bohong itu. Sebagai akibat melakukan korupsi atau berbohong, mereka disingkirkan dan sebenarnya telah hilanglah segala yang dimilikinya. Wallahu a’lam.


Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar