Banyak orang mengatakan bahwa inti pendidikan Islam adalah
membangun akhlak yang mulia. Kiranya pandangan itu tidak salah, oleh karena
Nabi Muhammad diutus oleh Allah ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak
mulia. Namun persoalan yang tidak selalu mudah dijawab adalah, bagaimana mendidik agar manusia
memiliki akhlak yang mulia itu.
Akhlak mulia harus dimaknai secara luas. Akhlak tidak saja
terbatas pada hal-hal terkait dengan hubungan manusia dengan manusia, hubungan
anak dengan orang tuanya, hubungan murid
dengan guru dan orang yang tua pada umumnya, hubungan antara rakyat
dengan penguasa, dan seterusnya. Akhlak yang dimaksudkan adalah akhlak dalam
kehidupan secara lebih luas.
Nabi pernah mengatakan bahwa, jika sesuatu pekerjaan
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggu kehancurannya. Maka
artinya bahwa sesuatu pekerjaan, menurut Islam
harus dikerjakan sebaik-baiknya, setepat-tepatnya, atau disebut sebagai
beramal shaleh itu. Manakala umat Islam bisa menjalankan amal shaleh, maka
tidak akan ada lagi orang yang kecewa, atau menyesal menggunakan apa saja yang
dihasilkan atau diperbuat oleh orang Islam, oleh karena kualitasnya selalu
terjaga.
Hal yang memprihatinkan adalah bahwa ternyata umat Islam
pada umumnya masih lemah. Ilmu pengetahuan yang dikuasai oleh umat Islam masih
sangat terbatas dibanding dengan umat lainnya. Sehingga seolah-olah, menjadi
muslim sama artinya dengan menjadi orang tertinggal atau orang yang selalu
terlambat dan berada di belakang. Padahal al Qur’an mengajari agar kaum muslimin menjadi umat terbaik, menjadi
contoh dalam segala kebaikan, dan seharusnya memimpin umat lainnya. Kenyataan
ini harus segera disadari oleh kaum muslimin sendiri.
Pendidikan Islam harus mampu menjadi kekuatan pengubah,
yaitu mengubah cara pandang umat Islam, dan atau mampu mengubah agar umat Islam
di berbagai tempat tidak ada lagi yang
terbelakang, bodoh, dan miskin. Umat Islam lewat pendidikan Islam
seharusnya mampu tampil sebagai contoh
dan tauladan bagi umat lainnya. Melalui pendidikan Islam pula, agar umat Islam
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga menjadi penentu bagi umat lainnya
dan bukan seperti sekarang, masih menjadi pihak-pihak yang ditentukan.
Apa yang digambarkan tentang kehidupan ideal yang dibentuk
melalui pendidikan Islam sebenarnya bukan hal baru. Al Qur’an sendiri
memerintahkan umat Islam agar selalu membaca, yaitu memahami dirinya sendiri
secara mendalam, memahami lingkungannya, memahami masyarakat, dan bahkan
memahami ciptaan Allah baik yang ada di langit maupun yang terbentang luas di
bumi. Manakala perintah al Qur’an itu ditangkap dan kemudian segera
diimplementasikan, maka umat Islam akan menjadi maju. Penyandang identitas
Islam akan dimaknai sebagai kemajuan, kaya ilmu, memiliki akhlak yang mudia,
menguasai teknologi, dan seterusnya.
Sayangnya, persoalan pendidikan Islam masih berkutat pada
wilayah filosofi pendidikan itu sendiri. Filsafat pendidikan yang mendasarkan
pada al Qur’an dan hadits, ternyata tidak ditangkap secara utuh. Bahkan tidak sedikit
tokoh-tokoh Islam, justru mengambil pandangan-pandangan dari orang yang tidak
mengenal al Qur’an dan hadits nabi. Mereka tidak mau kritis terhadap apa saja
yang diterima dari luar, dan sebaliknya
tatkala al Qur’an disebut, kadangkala
dianggap sebagai barang lama. Padahal, mereka itu terasa sekali belum
memahami apa sebenarnya dibicarakan oleh
al Qur’an tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Apa yang saya sebut sebagai persoalan filosofis itu sangat
mudah dirasakan, dan demikian pula disaksikan sehari-hari. Mereka menyebut
pendidikan Islam manakala di sana diajarkan tentang syari’ah, ushuluddin,
dakwah, adab dan tarbiyah. Selain itu juga
disebut sebagai pelajaran agama Islam
manakala diajarkan tentang fiqh, aqidah, akhlak, tarekh dan Bahasa Arab.
Hal-hal seperti itu bukan berarti bahwa kajian dan pelajaran itu tidak penting.
Saya tegaskan adalah sangat penting. Akan tetapi Islam bukan saja menyangkut
hal itu. Manakala Islam sebatas itu saja yang digali dan dipelajari, maka umat
Islam akan tetap ketinggalan sepanjang masa. Islam harus dipandang dalam
perspektif yang luas dan selalu mendasarkan pada al Qur’an dan sunnah
nabi, yang selalu disebut bersifat universal.
Umat Islam sebagai umat yang kuat, ungggul, dan mampu
menjadi penentu manakala pendidikannya juga kuat. Yaitu pendidikan yang mampu
membangun akhlak mulia dan memiliki kemampuan
mencipta, bekerjasama, dan mempruduk hal-hal yang diperlukan oleh siapapun
dalam kehidupan ini. Umat Islam tidak boleh hanya sebatas menjadi pengguna atau pengambil
manfaat dari karya orang lain. Lewat pendidikannya, umat Islam harus selalu
menjadi rahmat bagi lainnya. Secara teknis misalnya, hasil pendidikannya harus
mampu membuat alat transportasi yang lebih modern, membuat alat komunikasi yang
lebih canggih, memproduk apa saja yang
diperlukan dalam kehidupan, baik lewat berbagai macam teknologi,
hasil-hasil pertanian, peternakan, kelautan, perdagangan yang
semuanya itu jauh lebih modern.
Gambaran ideal tersebut di muka baru akan berhasil dijawab,
manakala para pemimpinnya bersedia mengubah pendidikan Islam secara mendasar,
mulai dari aspek filosofis, strategis,
maupun pada tingkat teknis yang dijalankan sehari-hari. Pendidikan Islam
yang dikembangkan atas dasar wahyu dan
tauladan utusan-Nya, maka harus lebih unggul dan kokoh. Sebaliknya, manakala tidak ada keberanian mengubahnya,
maka pendidikan Islam akan tetap berada pada kubangan persoalan besar sebagaimana
dialami sekarang ini. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar