Sebagai seorang Islam, dan apalagi sedang bekerja di lembaga pendidikan Islam,
maka pekerjaan itu seharusnya dilakukan
sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Dalam
Islam ada konsep yang disebut beramal sahaleh. Secara sederhana, amal
artinya adalah bekerja,
sedangkan shaleh adalah baik, benar, dan
tepat. Maka beramal saleh adalah bekerja secara benar,
tepat, atau dalam bahasa sehari-hari disebut
profesional. Islam mengajarkan agar semua pekerjaan dilaksanakan secara shaleh,
atau dalam bahasa lain adalah sesuai dengan profesinya.
Ajaran Islam yang sedemikian luas seringkali dimaknai
sekedar sebagai agama. Rasanya perlu
dibedakan antara pengertian agama dan Islam. Tatkala berbicara agama
maka yang terbayang hanya sebatas penyembahan, kegiatan ritual, tempat ibadah,
pernikahan, doa dan persoalan-persoalan lain
yang terkait dengan itu. Padahal
Islam sebenarnya memiliki makna
yang lebih luas dari sekedar itu. Selain
menyangkut agama, Islam juga terkait dengan persoalan ilmu pengetahuan, membangun manusia yang berkualitas, keadilan, keharusan bekerja secara profesional atau
beramal shaleh. Sebagai akibat pemahaman Islam yang hanya sebatas
aspek agama itu, maka guru profesional tidak dimaknai sebagai
bagian dari implementasi Islam itu sendiri.
Pemaknaan Islam yang terbatas itu, menjadikan umat Islam hanya sibuk pada persoalan ritual.
Mereka tidak henti-hentinya berdebat tentang persoalan yang sebenarnya tidak
akan sampai pada kesimpulan akurat dalam
arti secara hakiki memang benar adanya.
Banyak kaum muslimin ikut sibuk mengurus sesuatu yang sebenarnya bukan berada
pada wilayah otoritasnya. Sementara itu yang justru menjadi bagiannya
terlupakan dan sebagai akibatnya mereka menjadi tertinggal dan kalah bersaing dengan umat lainnya.
Terkait pengembangan ilmu pengetahuan, kualitas
sumber daya manusia,
keadilan, dan budaya kerja profesional,
-------selama ini yang saya ketahui, umat Islam di mana-mana tertinggal. Umat Islam yang seharusnya menjadi khalifah,
pemimpin di muka bumi, menjadi umat terbaik, memainkan peran ketauladanan,
ternyata masih belum berhasil diraih.
Dalam banyak hal, seperti dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan lain-lain, umat Islam masih
tertingggal. Selama ini, umat Islam masih menjadi konsumen, pengikut, dan bahkan masih bisa dipermainkan.
Atas dasar kenyataan itu, maka ayat-ayat al Qur’an yang
turun pada fase-fase awal adalah sangat
perlu untuk dibaca dan
direnungkan kembali. Seruan dengan ungkapan,
hai orang-orang yang sedang berserlimut, atau ya ayyuhal mutdatstsir,
kum fa andir dan seterusnya, perlu
menjadi perhatian serius bagi kita semua. Dalam banyak hal umat Islam masih
sedang berselimut, tertidur panjang, dan belum terlalu sadar bahwa mereka
dengan keber-Islamannya hendaknya menjadi khalifah, tauladan, dan
umat terbaik. Sementara ini, bagaimana
akan dianggap menjadi tauladan,
sedangkan keadaannya, mereka
masih miskin ilmu pengetahuan, sering terlibat saling berkonflik, dan berada pada psosisi di belakang.
Oleh karena itu,
peringatan 1 Muharam 1434 H., adalah
sangat tepat digunakan sebagai momentum untuk bangkit, agar umat Islam segera berhasil membangun kembali peradaban unggul. Kaum mulimin
seharusnya diidentikan sebagai kelompok
orang yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut, yaitu : (1) kaya
ilmu pengetahuan, (2) menjadi manusia
unggul, (3) mampu melahirkan tatanan
sosial yang adil, (4) selalu menjalankan ritual untuk membangun spiritual dan
(5) selalu bekerja secara profesional.
Manakala kelima ciri utama Islam
itu bisa diwijudkan lewat momentum tahun baru hijriyah ini,
maka ke depan Islam akan meraih posisi-posisi
penting menjadi khalifah, tauladan dan umat terbaik.
Dalam keadaan umat Islam seperti digambarkan itu, maka
lembaga pendidikan Islam, ------- madrasah, pesntren, dan perguruan tinggi Islam harus bangkit.
Berpikir dan bekerja secara biasa-biasa
ternyata tidak melahirkan hasil maksimal.
Oleh karena itu manakala menginginkan hasil yang maksimal dan luar biasa, maka amanah, termasuk menjadi guru di lembaga pendidikan Islam seharusnya ditunaikan secara maksimal.
Bekerja yang hanya sebatas diukur dari imbalan, -------gaji, honor atau
lainnya, tidak memadai. Bekerja
secara profesional di institusi Islam
tidak boleh sebatas memenuhi pedoman, juklak, dan juknis, tetapi harus dijalankan dengan sepenuh hati, tidak bersifat
kalkulatif, menunggu perintah, tetapi
harus lillah dalam pengertian yang sebenarnya.
Dalam Islam diperkenalkan konsep yang sangat fondamental,
yaitu tauhid. Apa saja yang dikerjakan
oleh seorang mukmin dan muslim, bukan
sekedar didorong kepentingan sederhana, melainkan dipersembahkan sebagai
bagian ibadahya terhadap Tuhan. Oleh karena itu, amal atau pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan kualitas terbaik.
Dalam Islam diajarkan bahwa setiap
pekerjaan harus didasari oleh niat dan
dijalankan secara baik dan benar.
Pekerjaan harus dilihat secara utuh dan komprehensif, baik lahir maupun batin. Bandingkan dengan cara kerja birokrasi yang tidak bermuatan
spirit ketuhanan, yang hanya
mementingkan aspek lahiriyah maka banyak
muncul manipulasi, kebohongan, dan perbuatan semu yang selalu merusak. Bekerja
profesional di lembaga Islam seharusnya dijalankan sebaik-baiknya, dan dilakukan atas dasar keimanan, selalu
berorientasi untuk menyelamatkan,
dan terbaik atau ikhsan.
Berpedoman pada ajaran Islam, maka pekerjaan dilaksanakan sepenuh hati, menyeluruh, dan sesempurna mungkin untuk
mendapatkan hasil yang terbaik. Masing-masing kita adalah
pemimpin, khalifah, tauladan, dan
pengikut nabi., maka konsekuensinya adalah bahwa sehari-hari, baik tatkala diketahui orang atau sedang
sendirian akan selalu memberikan sesuatu yang terbaik. Dan itulah yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.,
sehingga untuk meneladaninya harus melakukan yang terbaik, dan bukan
sekedar memenuhi kewajiban formal
belaka. Wallahu a’lam
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar