Islam Mengajarkan Berkompetisi





Selain mengajarkan tentang bekerjasama, atau saling tolong menolong, Islam juga mengajarkan berkompetisi. Hanya saja,  kompetisi yang diajarkan oleh Islam adalah dalam menjalankan kebaikan. Fastabiqul khairat, atau berlomba-lombalah dalam menjalankan kebaikan. Sebaliknya, Islam melarang  bekerjasama dalam melakukan keburukan dan tentu juga berkompetisi dalam menjalankan kerusakan.

Sebagai sebuah perlombaan pasti ada yang menang dan sebaliknya ada pula yang kalah. Akan tetapi semua pihak yang terlibat dalam berkompetisi tidak ada yang rugi, sebab yang dianjurkan oleh Islam adalah berlomba-lomba dalam  kebaikan. Mereka yang kalah sekalipun adalah sebenarnya telah melakukan kebaikan. Sedangkan  yang terbaik adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat bagi yang lain. 

Semua orang dianjurkan untuk berbuat baik. Sebaliknya, siapapun  tidak boleh melakukan kerusakan atau berbuat nista. Berbuat baik tidak terbatas kepada orang-orang atau kelompok tertentu, melainkan kepada semua makhluk, dan bahkan kepada lingkungan pun, kaum muslimin dianjurkan untuk memperlakukan secara baik.

Khoirunnas anfa’uhum linnas, atau sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia lainnya. Ukuran kemenangan itu ternyata adalah siapa yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia lainnya. Oleh karena  itu, umat Islam  sebenarnya harus meraih keunggulan dalam berbagai hal, baik dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, dan kekuatan lainnya.

Keunggulan itu menjadi penting agar umat Islam berhasil bisa memberi banyak hal yang bermanfaat kepada orang lain. Namun kadangkala aneh, banyak kaum muslimin merasa beruntung tatkala mendapatkan sesuatu sebagai sumbangan dari pihak lain. Pada seharusnya adalah sebaliknya, kaum muslimin harus berhasil menempatkan diri sebagai  pihak yang memberi sumbangan. Memberi dipandang lebih mulia daripada menerima. Disebutkan bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.

Oleh karena itu,  menjadi Islam seharusnya dipahami sebagai upaya menempatkan diri pada posisi  yang lebih kuat, lebih mampu memberi, menolong, dan  banyak memberi manfaat  terhadap orang lain. Namun sayangnya, umat Islam di mana-mana, bahkan  di berbagai belahan dunia  masih kalah dibanding dengan umat lainnya dalam banyak aspek, baik aspek ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial, dan lain-lain.   Umat Islam masih belum berhasil bermain dan apalagi menentukan, melainkan sebaliknya, yaitu  masih dipermainkan dan ditentukan oleh orang lain.

Islam mengajarkan agar umatnya memperoleh kemenangan secara sempurna, baik kemenangan di dunia maupun kemenangan di akherat. Keduanya harus dikejar secara bersama-sama. Kemenangan di dunia seharusnya  dipandang sebagai modal untuk mendapatkan kemenangan di akherat. Kerugian di dunia berupa keterbatasan ilmu pengetahuan, ekonomi, politik,  dan akan menjadikan kalah  berkompetisi dalam menjalankan kebaikan, dan akhirnya akan berdampak pada kerugian di akherat.

Oleh karena itu,  agar berhasil memenangkan kompetisi, maka umat Islam seharusnya  memiliki kekuatan dalam  semua hal. Umat Islam harus kaya ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, politik, dan lain-lain. Umat Islam  tidak hanya kaya  tempat ibadah  seperti masjid atau mushalla, tetapi juga harus sukses  dalam mengembangkan kekuatan ekonomi, politik, laboratorium, pusat-pusat riset, lembaga pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.  

Dalam berkompetisi agar meraih kemenangan, yaitu  berhasil  memberi manfaat kepada orang, kelompok, atau negara lain, maka kuncinya adalah harus unggul.  Sebaliknya, umat Islam   bukan justru menempatkan diri pada posisi sebaliknya, yaitu merasa beruntung tatkala diberi. Mereka yang  paling banyak memberi sesuatu yang bermanfaat  itulah,   dalam berkompetisi, Islam menyebut sebagai peraih kemenangan. Wallahu a’lam.

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar