Seseorang disebut cerdas manakala yang bersangkutan lulus
ujian, baik ujian sekolah, ujian nasional, atau bahkan ujian apa saja. Orang
yang tidak lulus ujian dianggap tidak pintar atau tidak cerdas. Mereka yang
lulus itupun bertingkat-tingkat. Mereka yang mendapatkan nilai paling tinggi
disebut paling cerdas dan begitu pula seterusnya.
Semua orang menginginkan lulus dalam setiap mengikuti ujian.
Oleh karena itu sebelum ujian dilaksanakan mereka belajar sekuat tenaga, bahkan juga
menghadirkan orang yang dianggap lebih pintar dan berpengalaman untuk
memberikan bimbingan. Apapun yang dinasehatkan oleh seniornya itu akan
dijalani agar ujian yang diikuti lulus atau berhasil.
Materi yang diujikan dalam ujian sekolah atau ujian nasional
terdiri atas beberapa mata pelajaran, yaitu
misalnya matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan
bahasa. Soal ujian dibuat sedemikian rupa, disesuaikan dengan
tingkatannya, agar berhasil mengukur
kecerdasan seseorang. Akan tetapi, apapun yang dimaksudkan dengan kecerdasan
itu, adalah sebatas mengukur sejauh mana para peserta ujian
menguasai bidang-bidang ilmu yang
disebutkan itu.
Selama ini semua orang sepakat atas apa yang diberlakukan
oleh sekolah dan juga pemerintah yang membidangi pendidikan terkait dengan ukuran kecerdasan itu. Seseorang disebut cerdas manakala mereka menguasai dengan baik matermatika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan bahasa (bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris). Oleh karena itu
penguasaan sejumlah mata pelajaran itu
dijadikan tolok ukur untuk
melihat kecerdasan seseorang.
Sedangkan pada pendidikan tingkat lebih lanjut, ukuran itu
ditambah lagi misalnya dari kemampuannya melakukan penelitian dan melaporkan
hasilnya. Maka kemudian muncul bentuk karya ilmiah dari mahasiswa, seperti skripsi, thesis, dan disertasi. Pada tingkatan ini, seorang disebut cerdas
manakala berhasil melakukan penelitian, melaporkan hasilnya, dan sanggup
mempertahankan di hadapan para penguji. Mereka yang berhasil mempertahankan
hasil karya ilmiah itu disebut lulus dan cerdas.
Namun ternyata ukuran kecerdasan itu juga bisa dilihat dari
sudut pandang lain. Nabi pernah ditanya oleh seorang sahabat, tentang siapa
sebenarnya yang disebut sebagai orang cerdas. Jawaban yang diberikan nabi atas
pertanyaan itu ternyata tidak ada hubungannya dengan pengetahuan yang
disebutkan di muka. Nabi mengatakan bahwa seseorang disebut cerdas manakala
selalu ingat mati dan berusaha mempersiapkan diri untuk menghadapi peristiwa
yang pasti datangnya itu.
Jawaban nabi itu bukan sederhana. Seseorang disebut cerdas manakala yang
bersangkutan selalu ingat terhadap peristiwa besar yang selalu saja dilupakan oleh banyak orang,
tetapi pasti akan dialami oleh siapa saja,
yaitu kematian. Orang cerdas adalah orang yang selalu ingat tentang asal muasal kejadiannya, apa tugasnya di
dunia, dan kapan kehidupannya akan
berakhir. Jawaban atas pertanyaan itu
sederhana, tetapi ternyata tidak diketahui dan banyak dilupakan orang.
Melupakan tentang kematian ternyata menjadikan hidup
sia-sia. Sekalipun mereka kaya raya, berpangkat tinggi, berposisi mulia,
berilmu pengetahuan luas, semua itu tidak akan memberi manfaat dan sia-sia,
oleh karena lupa terhadap peristiwa penting yang pasti dihadapi kelak, yaitu
kematian. Umpama peristiwa itu selalu disadari terus menerus, maka apa saja
yang dimiliki olehnya akan segera dimanfaatkan sebelum kematian itu
datang. Oleh karena itu, ingat mati
dipandang sebagai pertanda terhadap kecerdasan seseorang. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar