Pintu Masuk Memahami Masyarakat



Setiap orang selalu hidup di tengah-tengah masyarakat. Tidak pernah ada orang yang hidup menyendiri, tanpa bergaul dengan orang lain. Akan tetapi, ternyata tidak semua orang  dengan mudah memahami masyarakat. Aneh, berada di masyarakat, tetapi tidak paham tentang orang-orang di kanan-kirinya. Atau, bisa jadi, terhadap dirinya sendiri juga tidak mengerti.

Kumpulan orang-orang yang hidup bersama biasa disebut masyarakat. Atas dasar pengertian itu maka akan muncul istilah warga masyarakat, kelompok masyarakat, dan atau masyarakat pada umumnya. Sebutan masyarakat ditujukan pada sekumpulan orang yang hidup bersama-sama di suatu wilayah. Mereka membangun hubungan bersama, baik dalam berekonomi, kekuasaan, pendidikan, berkeluarga, dan lain-lain.

Dalam setiap masyarakat, ada beberapa orang atau kelompok yang memiliki pengaruh lebih besar dari lainnya. Mereka itu menjadi berpengaruh oleh karena kelebihannya. Misalnya dalam penguasaan ekonomi, ilmu pengetahuan, keturunan, dan lain-lain. Sebaliknya, ada sekelompok orang yang  justru terpengaruh oleh karena tidak memiliki kelebihan di tengah-tengah lainnya. Orang seperti itu, sekali pun dalam hal-hal tertentu memiliki otoritas pada dirinya, tetapi harus mengikuti pihak lain yang berpengaruh itu.

Perbedaan kekuatan yang dimiliki masing-masing orang itulah yang menjadikan seseorang atau kelompok  menempati posisi berbeda-beda. Para ilmuwan sosial menyebut bahwa pada setiap kelompok masyarakat terdapat stratifikasi sosial yang bisa dilihat dari tinjauan tertentu. Orang-orang tertentu yang kemudian berpengaruh biasanya memiliki berbagai jenis kelebihan, misalnya kekayaan, ilmu pengetahuan, dan juga keturunan yang dianggap lebih unggul.

Posisi-posisi strategis yang dipandang menguntungkan dari berbagai aspeknya itu selalu  ingin diraih dan bahkan juga diperebutkan. Tetapi memang terdapat kelebihan atau kekuatan seseorang yang  diterima begitu saja, misalnya keturunan, etnis, dan sejenisnya. Akan tetapi ada hal lain yang bersifat terbuka dan boleh diperebutkan oleh siapapun. Misalnya adalah penguasaan ilmu pengetahuan, ekonomi, pengaruh, dan semacamnya.  Sebagaimana yang disebutkan terakhir, setiap orang boleh menguasai dan meraih posisi tertinggi. Sekali pun demikian, pada masyarakat tertentu dibangun mitos, bahwa hanya orang-orang tertentu yang dibolehkan untuk meraihnya.

Setiap kehidupan masyarakat terdapat mekanisme berupa aturan, tradisi, atau bahkan hukum yang dilegalkan untuk  dijadikan pegangan bagi setiap orang dalam memenuhi hasratnya melakukan mobilitas, vertikal maupun horisontal. Seseorang yang ingin mendapat pengakuan dari lingkungannya, yang bersangkutan berusaha mendapatkan kelebihan yang dinilai tinggi dalam jumlah sebanyak-banyaknya. Atas dasar kelebihan yang dimiliki, dalam tradisi pendidikan formal, misalnya, seseorang  kemudian diberi wewenang menggunakan gelar akademik, dan lain sebagainya.

Gambaran singkat dan sederhana tersebut menunjukkan bahwa di tengah-tengah masyarakat selalu terjadi proses-proses sosial yang kadang sedemikian rumit dan tidak mudah dipahami. Pada kehidupan sosial terdapat stratifikasi sosial yang tidak selalu dilihat dengan ukuran tunggal, tetapi majemuk dan bervariatif. Atas dasar adanya strata sosial itu, maka terjadi dinamika yang diakibatkan oleh adanya kompetisi, konflik, kooperasi, berorganisasi, saling mempengaruhi, mengkooptasi, menghegemonik, dan lain-lain.   

Selain itu, perilaku masyarakat juga dibentuk oleh aspek-aspek yang bersifat internal. Misalnya, bahwa setiap orang dalam berperilaku selalu didorong oleh keinginan, motivasi, semangat, atau jiwa lain yang menggerakkannya. Kekuatan yang disebutkan itu masing-masing orang tidak sama, sehingga akan melahirkan perilaku yang berbeda-beda pula. Tentu masih banyak hal lain yang menjadi kekuatan untuk melihat perilaku seseorang dan atau masyarakat, misalnya terkait dengan budaya, adat kebiasaan, sejarah, dan lain-lain.

Berangkat dari pemahaman itu, maka tidak mungkin kiranya seseorang dalam memahami kehidupan sosial tidak berbekalkan pengetahuan dasar tentang masyarakat. Seseorang yang ingin tahu secara mendalam, apalagi bersifat ilmiah, tentang kehidupan sekolah, misalnya, baik terkait dengan kepemimpinan, manajemen, hubungan kepala sekolah dengan para guru bawahannya, guru dengan muridnya, dan lembaga pendidikan dengan masyarakatnya, maka tidak akan mungkin dicapai tanpa mengenal ilmu sosial sebagaimana digambarkan di muka. Kalau pun dipaksakan, hasil kajiannya tidak akan bersifat mendalam, hingga sampai pada hakekat yang ingin diketahui.

Lebih jelasnya lagi, masih sebagai contoh, bahwa seorang peneliti sosial yang sedang mengkaji tentang keterlibatan masyarakat terhadap suatu lembaga pendidikan, lalu hanya melihat seseorang atau beberapa orang yang sedang ikut aktif membantu sekolah, lantas menyimpulkan bahwa telah terjadi  partisipasi terhadap sekolah, maka kesimpulan itu tidak cukup. Bentuk kegiatan semacam itu memiliki makna yang tidak selalu sederhana. Bisa jadi keterlibatannya itu oleh karena dikooptasi oleh kepala sekolah, kepala desa, atau bahkan juga ketua pengurus sekolah itu. Peneliti akan benar-benar berhasil memahami secara mendalam manakala yang bersangkutan memahami tentang nilai, kepercayaan, posisi lembaga pendidikan itu di masyarakatnya, pihak-pihak yang berpengaruh, dan seterusnya.

Tanpa pengetahuan ilmu sosial, sosiologi, psikologi, sejarah, dan atropologi, maka pemahaman yang diperoleh akan bersifat dangkal dan tidak akan berhasil menjawab persoalan yang sebenarnya. Seringkali peneliti, tatkala akan menulis skripsi, tesis, dan apalagi disertasi juga mendapat kesulitan di tengah jalan, hingga usahanya berhenti, tulisannya tidak kunjung selesai. Itu semua sebenarnya adalah akibat dari penguasaan teori sosial yang kurang memadai. Tanpa berbekal teori sosial yang cukup, maka usaha untuk memahami kehidupan sosial selalu menemui kesulitan dan bahkan juga kegagalan. Teori sosial itulah yang saya maksud dengan pintu memahami masyarakat. Wallahu a’lam.  

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar