Ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah dalam al
Qur’an adalah berisi perintah membaca. Jika urutan pertama itu menggambarkan
sebagai sesuatu yang amat penting, maka membaca adalah merupakan
bagian dari ajaran Islam yang harus mendapatkan perhatian saksama.
Apalagi pada kenyataannya, kemampuan membaca selalu merupakan pintu
meraih sukses. Siapapun yang berhasil dalam berbagai lapangan
kehidupan ini, ternyata diwali dari kemampuannya membaca keadaaan
secara benar dan tepat.
Usaha apapun harus dimulai dari kegiatan membaca
secara benar dan tepat, karena hal itu merupakan kunci sukses. Orang yang
pintar membaca potensi ekonomi, maka merekalah yang akan beruntung dan
menguasainya. Mereka yang pintar membaca kekuatan poilitik, maka akan
memenangkan dalam perebutan kekuasaan. Seorang yang mengerti hukum akan
memenangkan dalam berperkara. Mereka yang ahli perang, yaitu mengetahui
seluk belum perang, kekuatan personil militer, persenjataan, taktik dan
strategi, maka akan memenangkan dalam laga peperangan.
Sebaliknya orang miskin atau orang yang gagal dalam
mengembangkan ekonomi, adalah disebabkan mereka gagal dalam membaca
potensi ekonomi. Oleh karena itu, mengembangkan ekonomi terhadap
orang yang buta ekonomi tidak akan berhasil. Mahasiswa di kampus-kampus yang
belajar ilmu ekonomi semestinya sehari-hari belajar membaca
kehidupan ekonomi itu. Gagal dalam membekali diri dengan kemampuan membaca,
maka sekalipun mereka telah bergelar sebagai sarjana ekonomi, tidak akan mampu
mengembangkan ekonomi, bahkan ekonominya sendiri sekalipun.
Terkait pengembangan ekonomi, kiranya perlu
melihat keberhasilan orang-orang etnis Cina. Mereka lebih pintar
membaca potensi ekonomi. Beberapa hari yang lalu, saya pergi ke desa di
lereng gunung. Ternyata kebun-kebun yang luasnya sejauh mata
memandang, menurut informasi, sudah dimiliki oleh orang Cina.
Mereka tahu tentang peluang-peluang ekonomi di sana. Saya justru khawatir,
jangan-jangan mahasiswa yang belajar ekonomi bersemester-semester atau
bertahun-tahun, ternyata masih saja tidak tahu potensi itu.
Tatkala melihat banyak sarjana ekonomi yang
tidak bisa mengembangkan diri, saya kemudian juga khawatir, jangan-jangan
yang mereka pelajari di kampus selama ini tidak tepat. Tatkala
belajar ekonomi, seharusnya mereka belajar membaca kehidupan
ekonomi yang ada dan sedang terjadi. Sehari-hari mestinya mereka
melakukan riset, baik riset melalui perpustakaan atau pada kehidupan ekonomi
yang benar-benar ada dan terjadi di sekelilingnya itu. Pembacaan itu harus
tepat, baik terkait dengan niat, obyek yang dikaji maupun cara melakukannya.
Ajaran Islam menganjurkan agar ummat ini pintar-pintar membaca dalam
pengertian yang luas itu.
Pada kenyataannya, kemampuan membaca bukan
pekerjaan mudah. Bahkan kadang kala, sekedar membaca dirinya
sendiri saja banyak yang gagal. Ia tidak paham siapa sebenarnya dirinya itu.
Potensi atau bakat apa yang dimiliki. Akibat ketidak tahuannya terhadap
dirinya itu, maka ia tidak bisa mengembangkan diri. Kesalahan
itu bisa jadi, karena terlalu merasa rendah diri, merasa tidak
memiliki kekuatan atau kemampuan apa-apa. Atau sebaliknya, adalah
sombong, karena merasa memiliki kemampuan yang berlebihan. Tentu
kedua-duanya tidak dibenarkan.
Lebih sulit lagi adalah kemampuan membaca orang lain,
lingkungan, dan apalagi membaca tentang masa depan. Kemampuan
membaca harus dilatih dan atau dibiasakan. Di kampus-kampus para mahasiswa
diajari metodologi penelitian, maka sebenarnya hal itu adalah bentuk pelatihan
membaca dan memahami obyek yang ditelitinya. Tentu kegiatan penelitian ilmiah
lebih sulit dilakukan, karena menuntut tanggung-jawab yang tinggi.
Artinya, hasilnya harus bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Oleh karena itu, kegiatan membaca dan atau
melatih membaca adalah tepat jika dimaknai sebagai implementasi dari perintah
ayat al Qur’an yang diturunkan pertama kali itu. Bahkan belajar tentang
Islam, mestinya diawali dari belajar membaca. Misalnya belajar
membaca dan memahami dirinya sendiri, memahami saudara-saudaranya, membaca dan
memahami bagaimana orang tuanya mendidik dan membesarkannya, membaca
orang-orang di sekitarnya, misalnya tetangganya, guru-gurunya, dan juga
orang-orang selainnya itu.
Orang-orang yang mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi atau bergaul, hingga seringkali terlibat konflik yang hanya disebabkan
hal-hal yang sepele, ingin menang sendiri, dan sejenisnya, biasanya disebabkan
oleh kegagalannya dalam membaca potensi atau peran teman-temannya yang ada di
sekelilingnya itu. Temannya dianggap sebagai pihak yang keberadaannya tidak
perlu, lalu dimusuhi dan ditinggalkannya. Padahal terdapat hadits nabi yang
mengatakan bahwa : “siapa saja yang ingin dipanjangkan umurnya dan
dibanyakkan rezekinya, maka sambunglah tali silaturrahmi”.
Lebih dari itu, sementara ini, ummat Islam belum
seluruhnya menganggap penting terhadap kegiatan membaca. Apalagi membaca
dalam pengertian luas dan mendalam. Sebagai akibatnya, mereka di mana-mana
masih mengalami ketertinggalan. Kemiskinan, keterbelakangan, dan juga kebodohan
yang dialami oleh sementara ummat Islam, sebenarnya adalah sebagai akibat
lemahnya kemampuan membaca ini. Ayat yang pertama kali diturunkan dalam al
Qur’an adalah perintah membaca. Namun sayangnya,
kegiatan membaca masih dianggap kurang terlalu penting, dan bahkan masih
ditinggalkan oleh kebanyakan kaum muslimin. Maka akibatnya,
tertinggal dari ummat lainnya. Wallahu
0 komentar:
Posting Komentar