Penyebab Buta dan Tuli




Akhir-akhir ini banyak orang buta dan tuli. Tentu yang dimaksud dengan buta dan tuli di sini,  bukan buta dalam pengertian fisik atau sebenarnya. Melainkan,  buta dan tuli dalam arti bahwa seseorang  sudah tidak mampu melihat kenyataan dan kebenaran. Apa saja yang sangat dicintai,  sekalipun beresiko sangat tinggi, tetap  diambil dengan berbagai cara.

Banyak orang sangat mencintai kekuasaan dan harta. Mereka mengira bahwa dengan kedua kekayaan itu akan mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan. Bahkan,  juga berdalih bahwa dengan kekuasaan dan harta, maka  akan bisa digunakan untuk  berdakwah, menyebar luaskan agamanya. Oleh karena itu, kekuasaan harus direbut, entah bagaimanapun caranya. 

Kecintaan terhadap sesuatu, boleh-boleh saja. Akan tetapi,  jika berlebihan atau  melebihi batas, maka akan beresiko tinggi. Orang yang berlebihan dalam mencintai  kekuasaan dan harta,  maka akan buta dan tuli. Mereka itu  tidak akan mampu melihat lagi kekurangan dan juga resiko dari kedua hal  itu. Tatkala sudah  buta dan tuli, maka  tidak akan mampu melihat apa saja, termasuk  petunjuk, tatakrama, peraturan,  dan bahkan juga nilai-nilai agamanya yang seharusnya dipegangi secara kokoh.

Beberapa waktu terakhir, banyak orang dikejutkan oleh  peristiwa yang sangat memprihatinkan. Banyak oknum  pejabat, baik di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif,  dan bahkan  tokoh partai politik  beridentitas atau berlabel Islam terlibat  kasus korupsi.  Terasa aneh,  tokoh agama ikut-ikutan menyimpangkan uang negara. Hal itu terjadi oleh karena, mereka terlalu mencintai kekuasaan dan harta itu.

Kekuasaan dianggap segala-galanya. Mereka menganggap bahwa partai yang dipimpin harus menang. Membesarkan partai dianggap sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk menegakkan agamanya. Mencintai agama  diangap  sama dengan membela, menegakkan, dan memenangkan  partainya. Padahal keduanya berbeda. Agama disebut telah berhasil dijalankan manakala keadilan, kejujuran, kebenaran, keikhlasan berada pada masing-masing pribadi orang. Sedangkan kemenangan partai,  manakala telah mendapatkan dukungan rakyat sebanyak-banyaknya.

Mungkin mereka juga menggunakan logika, bahwa suatu saat ketika partai politik yang dipimpin telah menang, maka nilai-nilai luhur tersebut akan dengan mudah ditegakkan. Namun mereka lupa, bahwa tatkala sudah menang, maka masih harus mempertahankan kemenangannya. Sedangkan untuk meraih dan mempertahankan kemenangan itu memerlukan taktik, trategi, siasat yang kadang jauh dari nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan juga keikhlasan.

Logika apapun bisa dibangun untuk membenarkan pandangannya. Hal itu terjadi dan selalu dilakukan, manakala seseorang sudah sedemikian  mencintai sesuatu. Siapapun boleh mencintai apa saja, asalkan ada manfaatnya dan tidak berlebih-lebihan. Mencintai sesuatu yang berlebih-lebihan akan menjadikan seseorang tuli dan buta. Para tokoh Islam yang akhirnya juga melakukan korupsi, disebabkan oleh terlalu cintanya terhadap partai, kekuasaan,  dan harta yang diperlukan untuk itu.

Dalam Islam,  terlalu mecintai  harta dan kekuasaan tidak dibolehkan. Hal demikian itu dianggap berakhlak buruk. Cinta yang seharusnya dibangun secara sungguh-sungguh hanyalah kepada Tuhan dan  rasul-Nya. Umat Islam dianjurkan selalu mencintai  Allah swt. Dan rasul dengan banyak berdzikir,  memelihara keimanan, beramal shaleh, dan berakhlakul karimah. Hanya dengan cara itu, maka siapa saja akan selamat, baik di dunia maupun  kelak di akherat. Mencintai  Allah dan Rasul akan menjadikan mata dan hati seseorang   tidak tuli dan  tidak buta,  bahkan sebaliknya, akan semakin terang dan bercahaya. Wallahu a’lam.  

         
Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar