Mengukur Kualitas Pesantren



Pendidikan pesantren di negeri ini sudah ada sejak lama, bahkan sebelum sekolah modern dikenal. Jumlah pesantren  juga amat banyak. Hampir di semua wilayah yang berpenduduk muslim  terdapat pesantren. Masyarakat muslim semula mencukupkan dengan pendidikan Islam tradisional tersebut.

Salah satu hal yang menarik dari pesantren ini adalah cara mengukur kualitas pendidikannya. Mengukur kualitas pesantren bukan atas dasar hal-hal yang bersifat fisik, seperti bangunan gedung yang ada, besarnya ukuran masjid di pesantren itu, luasan tempat tidur santri, jumlah kitab yang dikoleksi, atau mahalnya biaya pendidikan, melainkan dari kehebatan ilmu para kyainya.

Para kyai di masing-masing pesantren di beberapa daerah dikenal memiliki kehebatan ilmu tertentu. Misalnya, pengasuh pesantren di Kediri oleh masyarakat luas dikenal menguasai  ilmu alat yaitu Bahasa Arab,  kyai di Jombang dikenal menguasai ilmu tafsir dan hadits, di Pasuruan dikenal menguasai ilmu tasawwuf, di Sukorejo, Situbondo dikenal sebagai  menguasai ilmu fiqh dan lain-lain. Para kyai dipandang memiliki otoritas ilmu-ilmu tertentu.

Atas dasar populaitas di bidang keilmuan masing-masing kyai tersebut, maka para calon santri akan memilihnya. Seorang santri yang ingin mendalami ilmu alat, yaitu bahasa arab, maka akan pergi belajar ke pesantren di Kediri, Lirboyo misalnya. Mereka yang ingin mendalami ilmu tasawwuf, maka akan belajar ke pesantren di Pasuruan, yaitu di pesantren Kyai Hamid  dan seterusnya.

Dari kenyataan tersebut,  maka sebenarnya pesantren telah memiliki tradisi keilmuan yang cukup tinggi. Masing-masing kyai, sebagai pengasuh pesantren,  telah memiliki kedalaman ilmu tertentu dan kemudian dikenal di tengah masyarakat luas. Masyarakat sendiri tatkala mengirimkan anaknya belajar ke pesantren juga telah mendasarkan  pilihan yang benar. Belajar harus kepada orang yang memiliki ilmu, dan bukan kepada yang lain.

Justru  yang agak terasa aneh, terjadi pada lembaga pendidikan modern. Ukuran kualitas pendidikan tidak selalu didasarkan pada kualitas gurunya, bahkan kadang  bergesar kepada hal-hal yang kurang substantif, misalnya memilih sebuah lembaga pendidikan di dasarkan atas keindahan gedung dan tamannya, mudah pelayanan administrasinya, cepat lulus dan sejenisnya. Kehebatan para guru atau dosen yang mengajar di lembaga itu belum menjadi ukuran tatkala memilihnya. Kalaupun digunakan ukuran itu, baru dilihat sebatas ijazah dan atau sertifikatnya.

Membandingkan antara pesantren zaman dulu dengan lembaga pendidikanh modern  sekarang ini, maka ternyata lembaga pendidikan pesantren tidak kalah dalam membangun tradisi keilmuan. Di pesantren,  faktor yang diutamakan  utama dalam menentukan  kualitas pendididikan ada para kyai atau gurunya. Manakala gurunya hebat, maka hasil pendidikan juga akan hebat. Sedangkan yang lainnya,  hanyalah pelengkap.

Posisi kyai  atau guru sedemikian penting dalam pendidikan. Tanpa kyai atau guru yang hebat, maka pendidikan tidak akan menghasilkan lulusan yang hebat. Karena itu kyai pesantren yang hebat akan didatangi oleh banyak santrinya. Mereka belajar tentang ilmu yang dikuasai oleh kyai. Sekarang di zaman modern terasa aneh, tidak selalu begitu dalam memilih lembaga pendidikan. Wallahu a’lam.            

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar