Memeprbincangkan Kerukunan



Perbincangan tentang kerukunan seolah-olah tidak pernah henti. Selalu saja disebut bahwa kerukunan adalah penting dan harus dijaga bersama. Kerukunan disebut sebagai modal utama agar bisa membangun daerah, wilayah dan bahkan bangsa  secara berkelanjutan. Juga diingatkan bahwa sangat berbahaya, manakala kerukunan tidak dijaga. Selama ini telah banyak diperoleh pengalaman yang menyakitkan  sebagai buah   dari kondisi tidak rukun.

Doktrin tentang pentingnya hidup rukun bisa diperoleh dari berbagai sumber, mulai dari ajaran agama, tradisi atau adat istiadat, bahkan  juga nasehat orang tua atau guru. Semua ajaran agama menyebutkan bahwa kerukunan adalah penting dan harus dijaga bersama. Sebagai pemeluk agama harus menjaganya. Tidak boleh orang tidak rukun dan tidak baik dengan sesama.   Masing-masing agama tidak saja mengajarkan tentang kerukunan, tetapi bahwa antar sesama juga agar saling mengenal, memahami, menghormati, menyayangi,  dan bahkan juga saling tolong menolong.   

Ajaran tentang kerukunan juga bersumber dari adat istiadat. Berasal dari nenek moyang secara turun temurun diajarkan tentang kerukunan. Diberikan doktrin  bahwa kerukunan  akan selalu  membawa suasana damai atau sentosa. Sebaliknya,  bercerai berai akan membawa kerusakan dan kesengsaraan. Ajaran itu diterima dari generasi ke generasi. Tidak ada orang yang membantahnya.

Demikian pula, di lingkungan keluarga, sekolah,  dan berbagai lembaga  di masyarakat memberikan pelajaran tentang betapa pentingnya kerukunan. Para tokoh masyarakat, pemuka agama, pimpinan organisasi, guru dan orang tua selalu memberikan nasehat tentang betapa pentingnya kerukunan agar  bisa diwujudkan bersama. Berbagai institusi,   baik yang formal maupun informal dibentuk dan dikembangkan, maksudnya adalah  untuk menjaga kerukunan di tengah-tengah masyarakat.

Kerukunan dikembangkan pada lingkup  wilayah yang luas, yaitu antar kelompok, suku, antar agama, organisasi, politik dan lain-lain. Sekalipun mereka berbeda, maka perbedaan itu diharapkan justru menjadi perekat agar terjadi kerukunan yang semakin kokoh. Dengan demikian, kerukunan dipandang sebagai  kebutuhan pokok bagi semua. Masyarakat harus rukun dan menjaga kedamaian bersama.

Tetapi anehnya, justru yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah sebaliknya. Antar kelompok masyarakat selalu saja bersaing mencari menangnya sendiri.  Jarang terjadi suasana ingin menang bersama-sama.  Satu kelompok merasa bangga dan sukses manakala berhasil mengalahkan kelompok lainnya. Sekelompok orang, organisasi atau penganut agama merasa sukses manakala berhasil menahan laju perkembangan kelompok lainnya. Yang dicita-citakan adalah kemenangan kelompok, organisasi atau sektenya sendiri. Masing-masing ingin agar miliknya menang sedang yang lain kalah.

Jika suasana seperti itu  yang dikembangkan,  maka hingga kapan pun kerukunan tidak akan terwujud secara sempurna. Kerukunan akan terjadi manakala konsep Islam benar-benar diimplementasikan, yaitu seseorang disebut hebat manakala telah berhasil memberi manfaat bagi  orang lain. Disebutkan  bahwa khoirunnas anfauhum linnas, atau sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberi manfaat bagi orang lain.

Hadits nabi yang sedemikian indah dan singkat itu, manakala dirinci dan atau dikembangkan pada tataran yang lebih praktis hingga menjadi lebih mudah dipahami,  maka bisa dirumuskan menjadi sebagai berikut. Yaitu bahwa,  sebaik-baik organisasi adalah organisasi yang memberi manfaat bagi organisasi lainnya, sebaik-baik suku adalah suku yang memberi manfaat bagi  suku lainnya, sebaik-baik kelompok adalah kelompok yang memberi manfaat bagi kelompok lainnya, sebaik-baik bangsa adalah bangsa yang memberi manfaat bagi bangsa lainnya.Atas dasar rumusan ini, maka semua berusaha menjadi yang terbaik, dan cara yang ditempuh adalah  memberi manfaat bagi lainnya.

Manakala  cita-cita menjadi yang terbaik itu selalu ditempuh lewat memberi manfaat bagi yang lain, maka kerukunan secara tidak lansgung akan dapat diwujudkan dengan sendirinya. Semangat memberi manfaat terhadap pihak lain akan dengan sendirinya selalu berusaha menghindar dari  berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Manakala budaya memberi manfaat sudah dipandang sebagai perilaku mulia,  dan sebalaiknya,  abai terhadap orang  lain dianggap sebagai perilaku yang tidak terpuji, maka  itulah tipe ideal masyarakat yang digambarkan  oleh  Islam.  Yaitu masyarakat yang saling mengenal, memahami, menghormati, menyayangti dan saling tolong menolong antar sesama.

Namun anehnya, masyarakat Islam termasuk tokoh-tokohnya masih belum mampu mewujudkan cita-cita mulia itu. Di kalangan ummat Islam, bahkan  masih sepi dari pikiran untuk menyatukan atau merukunkan ummat. Mereka masih berpikir dan memperjuangkan kelompok, organisasi atau jama’ahnya masing-masing. Tatkala seseorang meraih posisi penting dalam kekuasaan,------bahkan dalam pemerintahan,  maka masih mengutamakan kelompoknya dan melupakan kelompok lainnya. Cara berpikir seperti itu masih merata, dimiliki oleh semua tanpa terkecuali.

Anehnya, mereka yang berperilaku sektarian, mementingkan kelompok, organisasi atau sektenya itu, ternyata juga berbicara tentang pentingnya kerukunan. Mereka ternyata kurang menyadari bahwa cara berpikir sektarian, kelompok atau golongan itulah sebenarnya yang menjadi  sebab atau pintu lebar terjadinya suasana tidak rukun itu. Kerukunan akan terjadi manakala semua sudah ingin memberi manfaat terhadap lainnya. Keinginan itu bersumber dari hati masing-masing. Hati yang lembut dan jernih, serta  penuh dengan suasana kasih sayang maka akan melahirkan kerukunan. Maka kerukunan akan terjadi dan menjadi mantap dengan sendirinya, manakala hati mereka  jernih,  lembut,  dan sehat. Artinya bahwa,  sumber kerukunan itu  selalu berasal dari hati dan bukan dari lainnya.  Wallahu a’lam.
Top of Form
Bottom of Form

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar