Guru merupakan
faktor penentu kualitas hasil pendidikan. Guru yang tidak berkualitas
dianggap sulit bisa melahirkan lulusan yang hebat. Apalagi,
keberadaan guru tidak bisa digantikan oleh faktor lain. Sehingga
untuk meningkatkan mutu pendidikan, upaya-upaya peningkatan kualitas guru
harus selalu dilakukan secara terus menerus tanpa henti.
Posisi guru
yang sedemikian strategis itu, maka di akhir-akhir ini, maka mereka
mendapatkan perhatian serius. Sebagai bagian peningkatan
kualitas itu, guru disertifikasi. Guru profesional harus bersertifikat,
begitulah tekadnya. Atas dasar sertifikasi itu, mereka berhak diberi
tunjangan profesional. Tunjangan dimaksud juga sudah
diberikan oleh pemerintah. Oleh karena itu, keluhan bahwa guru
berpendapatan rendah sudah tidak terdengar lagi.
Pertanyaan
selanjutnya adalah, bagaimana dengan mutu yang dihasilkan.
Akhir-akhir ini kementerian pendidikan dan kebudayaan mengadakan uji kompetensi
terhadap para guru. Namun hasilnya menurut informasi, sebagaimana direkam lewat
wawancara dengan Mendikbud yang ditulis di Gatra, edisi Oktober
2012, ternyata menunjukkan bahwa kualitas guru pada umumnya masih di
bawah standar.
Kenyataan itu
menunjukkan bahwa sertifikasi dan juga peningkatan kesejahteraan guru
lewat tunjangan profesi tidak serta merta berhasil meningkatkan
kompetensi guru. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan selalu tidak
sederhana. Selain itu untuk menentukan kualitas guru juga tidak semudah yang
dibayangkan. Bekal guru tidak saja berupa pengetahuan dan ketrampilan mengajar,
melainkan juga ada faktor lain seperti misalnya etos, integritas, tanggung
jawab, kecintaan terhadap profesi, dan masih banyak lagi.
Berbicara
tentang kualitas sebenarnya bukan barang baru. Lembaga pendidikan tradisional
sekalipun, seperti pesantren misalnya, juga telah mengenal mutu
hasil pendidikan. Pesantren disebut hebat biasanya dilihat dari kualitas
pengasuhnya. Sedangkan kualitas pengasuh itu sendiri biasanya
dilihat dari para alumninya. Dan, bukan lewat test terhadap
para kyainya. Pesantren yang berhasil melahirkan alumni yang hebat, maka
institusi dimaksud dianggap hebat dan akan didatangi calon santri dari
berbagai penjuru.
Pada zaman
modern ini, untuk mengetahui kualitas guru maka ditempuh lewat tes
kompetensi. Para guru diuji dan ternyata hasilnya sebagaimana yang
dikemukakan di muka masih di bawah standar. Dengan cara itu maka kerahasiaan
guru terbongkar, bahwa kompetensi guru-guru yang ada selama ini masih seperti
itu. Semoga tidak banyak murid tidak tahu, bahwa kualitas gurunya selama
ini masih belum terlalu hebat.
Rendahnya
kualitas guru tersebut sebenarnya sulit dipahami tatkala dikaitkan
dengan hasil ujian nasional pada setiap tahun. Para guru yang masih
dianggap kurang berkualitas atau di bawah standar itu
ternyata pada setiap tahun sudah berhasil mengantarkan
para siswanya lulus ujian nasional. Prosentase lulusan itu di
mana-mana selalu tinggi. Sedikit saja peserta ujian nasional yang gagal.
Dan, mereka yang gagal itu setelah diberi kesempatan mengulang
juga lulus.
Maka artinya,
guru yang masih berkompetensi di bawah standar ternyata berhasil
mengantarkan para siswanya lulus ujian nasional. Dari kenyataan
itu, pertanyaan yang perlu dijawab adalah, apa sebenarnya
yang salah. Apakah penilaian terhadap guru itu yang kurang tepat, ataukah ujian
nasional itu sendiri yang belum dilakukan secara benar.
Namun agaknya
menjadi terang tatkala dilihat dari para lulusannya. Ukuran kehebatan
lulusan sekolah di antaranya adalah dilihat dari kecepatan mereka
mendapatkan pekerjaan. Ternyata lulus SMA maupun SMK
sekalipun, dan bahkan perguruan tinggi banyak yang menganggur.
Manakala mereka mendapatkan pekerjaan juga belum tentu sesuai dengan
ijazah dan keinginannya.
Di mana-mana
orang mengatakan bahwa, mencari pekerjaan sekarang ini tidak mudah,
sekalipun yang bersangkutan telah lulus pada jenjang yang cukup tinggi. Maka
artinya, sekedar mendapatkan pekerjaan dan bukan menciptakan pekerjaan, para
lulusan itu belum banyak berhasil. Itu artinya bahwa sekalipun seseorang
telah lulus ujian nasional, bahkan hingga lulus perguruan
tinggi, belum menjamin berkualitas hebat. Buktinya mencari pekerjaan saja
masih susah.
Oleh karena itu
hasil test kompensi yang dilakukan oleh Kemendikbud pada
akhir-akhir ini adalah benar, bahwa kualitas guru masih belum hebat.
Bahkan sebenarnya dilihat dari lulusannya saja, ------tanpa lewat
test segala, kualitas itu sudah bisa diketahui. Hal serupa
tatkala masyarakat melihat kualitas pesantren, bukan dari test
terhadap kyai, tetapi cukup melihat para alumninya. Mestinya, melihat jumlah
pengangguran yang semakin banyak menunjukkan bahwa, kualitas pendidikan
harus segera dibenahi, dan tidak harus sibuk mengukur kompetensi guru segala.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar