Banyak
orang berpandangan bahwa, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka
sekolah adalah segala-galanya. Bahwa hanya lewat sekolah setiap orang
bisa mendapatkan ilmu pengetahuan. Sebaliknya, orang yang tidak
bersekolah dianggap tidak akan mungkin memiliki ilmu, kecerdasan,
dan ketrampilan.
Namun pada
kenyataannya, di banyak tempat banyak orang yang tidak bersekolah
tetapi memiliki pengetahuan lebih dibanding mereka yang bersekolah.
Mereka itu belajar dari alam di sekitarnya. Orang-orang yang berada di
pedalaman, disebutnya sebagai suku terasing yang belum mengenal sekolah,
ternyata memiliki cara-cara hidup yang kadang lebih baik. Mereka
itu belajar dari alam di mana, mereka bertempat tinggal.
Tidak
jauh-jauh di zaman modern ini, banyak orang yang tidak bersekolah terlalu
tinggi, tetapi memiliki pengetahuan lebih, baik dalam kepemimpinan, sosial,
watak atau karakter, seni, olah raga, dan lain-lain. Di berbagai daerah dan
bahkan juga di kota besar, tidak sedikit muncul tokoh politik yang cukup
handal, tetapi tidak memiliki ijazah formal yang terlalu tinggi. Mereka
itu kadang oleh sementara orang dipandang dengan sebelah mata, hanya karena
tidak berijazah formal.
Di
Maroko, ada suatu wilayah disebut Susi. Penduduknya tidak banyak
sekolah, kecuali hanya sampai sekolah dasar. Itupun banyak yang tidak tamat.
Tatkala bersekolah, mereka hanya membutuhkan kemampuan tentang
membaca, menulis dan berhitung. Manakala kemampuan itu telah
dimiliki, mareka keluar atau me-DO-kan diri. Setelah bisa membaca,
menulis, dan berhitung, mereka menganggap sudah cukup dan lalu keluar dari
sekolah.
Anak-anak
Masyarakat Susi di Maroko yang telah merasa memiliki ketiga
kemampuan tersebut lantas belajar berekonomi dan kehidupan sosial lainnya
kepada orang tuanya. Bagi anak-anak yang orang tuanya bekerja
sebagai pedagang, mereka belajar berdagang. Bagi mereka yang orang tuanya
bertani, anak-anaknya belajar bertani, dan begitu pula seterusnya.
Akan
tetapi, dengan cara itu, anak-anak masyarakat Susi tidak ada yang
menganggur dan tingkat ekonomi mereka cukup baik. Pengangguran di sana
tidak ada oleh karena sejak kecil anak-anak sudah dilatih bekerja oleh
masing-masing orang tuanya sendiri. Saya pernah mendapatkan informasi,
bahwa ketika pemerintah Maroko ingin melibatkan mereka dalam politik
pemerintahan mengalami kesulitan, oleh karena di antara mereka jarang sekali
yang memiliki ijazah, sekalipun hanya sampai sekolah dasar.
Saya
menggambarkan tentang keadaan masyarakat Susi dimaksud bukan agar sekolah
ditiadakan, tetapi sekedar mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan tidak selalu
hanya bisa diperoleh lewat lembaga pendidikan formal. Lembaga pendidikan,
apapun bentuknya, masih sangat diperlukan dan lebih-lebih di
dunia modern seperti sekarang ini bahkan dituntut keberadaannya, baik jumlah
dan apalagi kualitasnya. Akan tetapi sebenarnya, harus diakui bahwa
pengetahuan bisa diperoleh melalui berbagai sumber, termasuk alam semesta ini
adalah guru yang tidak bisa dipandang sederhana.
Melupakan
alam sebagai guru dan apalagi telah terbukti bahwa banyak
orang yang tanpa melalui pendidikan formal yang disebut
sebagai aotodidag memiliki pengetahuan yang luar biasa,
kiranya perlu diakui dan bahkan dihargai. Terlalu percaya kepada lembaga
pendidikan formal dengan mengabaikan kemampuan yang diperoleh secara informal
bangsa ini akan merugi. Para autodidag itu ternyata ada di
mana-mana, dan bahkan ada di antara mereka banyak yang sukses dalam
hidup dan bahkan dalam menjalankan kepemimpinan.
Di negeri
ini banyak orang yang tergolong autodida. Tanpa
memiliki ijazah yang terlalu tinggi, mereka mampu menjalankan kepemimpinan.
Sayangnya, mereka kadang tidak diberi tempat, hanya oleh karena alasan
formalitas itu. Padahal sebaliknya, banyak orang yang menyandang gelar
akademik beraneka ragam, --------sehingga gelarnya sedemikian banyak, tetapi
ternyata tidak selalu mampu melahirkan karya-karya akademik yang semestinya
dihasilkan.
Dalam
kehidupan sehari-hari, lulusan perguruan tinggi tidak selalu
melahirkan atsar atau tanda-tanda sebagaimana gelar disandangnya.
Lebih nyata lagi, hal itu terkait dengan kepribadian, karakter, atau
akhlaknya. Sekarang ini tidak sedikit orang yang menyandang gelar
akademik cukup tinggi, tetapi masih korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga
seolah-olah antara prestasi akademik tidak selalu berkorelasi positif dengan
kepribadian yang seharusnya disandang.
Berbagai
sumber ilmu dan para autodidag seharusnya mendapatkan pengakuan yang
semestinya. Sudah waktunya masyarakat diajak keluar dari hal-hal yang
bersifat formalitas dan diajak kepada hal-hal yang berorientasi
pada aspek yang lebih substantif. Pengetahuan seseorang
darimana pun sumbernya seharusnya diakui, agar bangsa ini keluar dari budaya
formalitas itu. Sebab sumber ilmu tidak hanya dari lembaga pendidikan, tetapi
sebenarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan dirinya dengan
berguru dari alam yang ada di sekitarnya. Atau, alam oleh mereka telah
diposisikan sebagai guru besarnya. Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar