Sementara orang membuat periodisasi
Rasulullah dalam mengembangkan Islam menjadi dua, yaiutu tatkala di Makkah dan
di Madinah, tau sebelum hijrah dan setelah hijrah. Saya menangkap ada
periodisasi lainnya, yang tidak kurang menariknya, yaitu sebelum dan setelah
isra’ dan mi’raj. Perbedaan di antara dua periode itu semakin menarik
jika dikaitkan dengan orientasi ayat-ayat al Qur’an yang turun. Bahkan
ternyata, jika dikaitkan dengan tahap-tahap kegiatan para ilmuwan dalam
mencari kebenaran adalah sangat relevan.
Sebelum nabi menjalani Isra’ dan mi’raj, ayat-ayat al
Qur’an yang turun lebih banyak berorientasi untuk memperkenalkan kehidupan ini
secara keseluruhan. Para ilmuwan al Qur’an menyebutnya bahwa ayat-ayat yang
turun di Makkah, adalah ayat-ayat yang isinya memperkenalkan tentang
tauhid. Apabila dikaji secara mendalam, memang benar bahwa,
orientasi ayat-ayat Makiyah diaksud adalah memperkenalkan tentang ketahuhidan
itu.
Akan tetapi sebenarnya, jika diteliti lebih mendalam,
ayat-ayat itu tidak saja berisi tentang tauhid tetapi juga bisa dilihat
sebagai semacam pengenalan konsep tentang alam semesta dan kehidupan ini.
Melalui ayat-aytat al Qur’an yang turun di Makkah, yang pada umumnya
pendek-pendek, memperkenalkan kepada manusia tentang alam semesta ini.
Ayat-ayat yang turun ketika itu memperkenalkan kepada manusia tentang
kehidupan ini. Diperkenalkan bahwa sebenarnya manusia dan alam semesta itu
adalah makhluk yang diciptakan oleh Dzat Yang Maha Pencipta.
Melalui ayat-ayat al Qur’an tatkala turun di Makkah,
manusia diperkenalkan tentang berbagai jenis makhluk, seperti jin, maikat, para
nabi dan rasul, dan juga manusia itu sendiri. Diperkenal tentang
kehidupan manusia, dari penciptaan hingga mati dan akhirnya akan ada
kebangkitan setelah kematian. Melalui ayat al Qur’an yang turun sebelum mi’raj,
nabi diperkenalkan tentang isi jagat raya ini, mulai tentang bulan, bumi,
matahari, bintang, gunung, langit, lautan, hujan dan lain-lainnya.
Sebelum isra’ dan mi’raj, melalui wahyu nabi
juga diperkenalkan tentang surga dan neraka, hari pembalasan, amal
baik dan amal buruk serta akibat kelak yang diterima oleh para pelakunya
masing-masing. Digambarkan pula tentang hari kiyamat yang pasti
akan datang. Bahkan gambaran tentang kiyamat itu sendiri didiskripsikan
melalui ayat-ayat al Qur’an sedemikian menakutkan. Turunnya jenis ayat-ayat al
Qur’an seperti itu menjadikan sementara ahli mengatakan bahwa, ayat-ayat
yang turun di Makkah banyak perorientasi untuk menanamkan
ketauhidan.
Membandingkan ayat-ayat al Qur’an yang turun ketika
nabi masih berada di Makkah sebelum mi’raj dimaksud, dengan
tahap-tahap kegiatan para ilmuwan, ---------bagi saya, terasa sangat sejalan
dan juga relevan. Jenis dan isi ayat-ayat al Qur’an dimaksud, dalam
proses kegiatan ilmiah, menjadi semacam pengantar. Para ilmuwan, dan
bahkan juga semestinya dilakukan oleh para mahasiswa, pada
fase-fase awal awal studinya diberikan pengetahuan yang bersifat pengantar.
Pada tahap ini mahasiswa diperkenalkan tentang konsep-konsep, lingkup dan obyek
kajian, metode dalam melakukan kajian, dan lainnya di seputar itu.
Setelah pengenalan terhadap alam semesta dan dianggap
cukup, sebagaimana digambarkan di muka, maka Rasul dipanggil oleh Allah
ke Sidratul Muntaha. Peristiwa itu, selama ini dikenal dengan sebutan
mi’raj. Pada saat mi’raj itu, dalam riwayatnya, dengan diantar oleh Malaikat
Jibril, kepada nabi dipertunjukkan berbagai keadaan, peristiwa, atau
kejadian-kejadian yang sebelumnya dipertunjukkan melalui ayat-ayat al Qur’an
atau pun juga hadits qudsi. Misalnya, jika nabi sebelumnya melalui wahyu,
diberi tahu tentang langit adalah berlapis tujuh, maka melalui
mi’raj dipertujukkan tentang hal itu secara langsung. Nabi menjadi tahu, bahwa
memang benar langit itu adalah berlapis tujuh.
Contoh lainnya lagi, bahwa semua orang setelah mati
akan dihidupkan kembali, maka ternyata juga terbukti kebenarannya. Bahwa Nabi
Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa, ternyata bisa ditemui oleh Muhammad
ketika melakukan mi’raj itu. Maka artinya, para rasul yang sudah lama mati,
ternyata masih hidup kembali. Dalam kisahnya, mereka berada di masing-masing
lapis langit itu. Demikian pula, Muhammad saw., juga dipertunjukkan keberadaan
surga dan neraka secara langsung.
Nabi dalam peristiwa mi’raj ini diberi pengetahuan
bukan sekedar melalui wahyu, melainkan ditunjukkan secara langsung lewat kedua
matanya sendiri. Peristiwa itu menjadikan nabi sedemikian yakin atau kokoh
keimanannya, sehingga tatkala kembali dari mi’raj diperintah untuk menjalankan
apa saja, termasuk shalat 50 kali sehari dan semalam, akan dijalankan
olehnya, tanpa meminta keringanan sedikitpun. Untung ketika itu, sebelum
kembali sampai di bumi, ia bertemu dengan Musa, dan kemudian olehnya diingatkan
agar Nabi Muhammad memohon pengurangan, sehingga tugas itu tidak
terlalu memberatkan bagi umatnya.
Lewat kisah yang indah itu, saya berimajinasi, bahwa
memang semestinya para ilmuwan dan atau mahasiswa, setelah
mengenali konsep-konsep, obyek dan lingkup studi, mengenal metodologi dan
seterusnya, maka tahap selanjutnya adalah melakukan riset. Yaitu melakukan
penelitian secara mendalam. Riset bagi orang biasa adalah bagaikan mi’raj.
Melalui riset secara mandiri atau bersama-sama, seseorang akan
mendapatkan ilmu dan akan benar-benar menjadikan yang bersangkutan yakin
terhadap apa yang diperolehnya itu.
Baru setelah mi’raj, maka ayat-ayat yang turun
dan diterima oleh Nabi Muhammad adalah tentang kehidupan yang seharusnya
dijalankan, baik yang bersifat pribadi maupun kemasyarakatan, agar
kehidupan ini benar-benar mendapatkan kebahagiaan. Hal yang terkait dengan
pribadi misalnya agar menjalankan shalat, puasa, zakat, haji. Begitu pula,
ayat-ayat yang terkait dengan kehidupan bersama, menyangkut tentang keadilan,
memperlakukan dengan baik terhadap orang yang lemah, anak yatim, bahkan juga
terkait dengan membangun kehidupan masyarakat yang adil, damai, dan
seterusnya.
Umpama tahap-tahap atau periodisasi turunnya al Qur’an
antara sebelum dan sesudah mi’raj tersebut mendapatkan perhatian, dan apalagi
dijadikan pedoman dalam membangun kehidupan, baik secara pribadi maupun sosial,
maka keber-Islaman seseorang akan semakin kokoh. Demikian pula, jika
tahap-tahap itu juga dijadikan pedoman oleh para ilmuwan, ------tidak
terkecuali mahasiswa, misalnya, setelah mengenal konsp-konsep disiplin ilmu
yang dipelajari, lalu melakukan riset dan kemudian diimplementasikannya, maka
bangunan keilmuan yang didapatkannya menjadi utuh dan akan mewarnai
kehidupan yang bersangkutan sepenuhnya. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar