Kerukunan Umat Beragama



Masyarakat majemeuk, seperti di Indonesia ini,  pembinaan kerukunan menjadi sangat penting. Kita bisa merasakan betapa mengerikannya jika antar kelompok yang berbeda itu bertikai dan saling menyerang. Apa saja yang sudah dibangun dan dihasilkan akan hancur manakala persatuan dan kesatuan  tidak dibina sebaik-baiknya.  Bahkan, manusia pun tidak ada harganya manakala sudah terjadi saling membenci.

Pembinaan  kerukunan itu lebih penting lagi terkait dengan agama. Dalam mempertahankan dan membela keyakinan agama, banyak orang mau berkorban,  apapun bentuknya. Hal yang sedemikian esensi itu,  jika tidak dibina dan dikelola secara baik, maka dampaknya akan luar biasa. Kasus-kasus kerusuhan yang terjadi beberapa tahun lalu, seperti di Ambon, di Kalimantan, di Poso, dan lain-lain adalah contoh nyata, betapa berbahayanya bentrokan antar kelompok yang berbeda itu.

Kembali kepada ajaran agama, kerukunan antar manusia adalah sesuatu yang sangat esensial dan harus diwujudkan. Islam misalnya, tidak pernah mengajarkan tentang permusuhan dan apalagi peperangan. Keterlibatan peperangan yang dilakukan oleh Muhammad sebagai pembawa Islam adalah untuk bertahan, dan bukan untuk kepentingan penaklukkan. Islam mengajarkan kedamaian, kebersamaan, dan saling menghormati antar sesama.  Islam mengajarkan dakwah, tetapi harus dilakukan dengan bijak.

Kisah-kisah hidup Muhammad,  dengan jelas menunjukkan bahwa betapa seorang utusan Tuhan ini berlaku santun kepada semua orang, yaitu kepada keluarga, tetangga, sesama muslim, dan bahkan kepada semua orang, baik yang dekat maupun yang jauh. Islam disebut sebagai rakhmat untuk semua, dan bukan saja terhadap sebagian yang telah masuk Islam,  misalnya. Kasih sayang yang harus dibangun oleh umat Islam adalah terhadap semua makhluk, termasuk kepada binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lingkungan.

Nabi dalam suatu riwayat, selalu memberi makan kepada seorang buta yang kebetulan dari kelompok Yahudi. Atas kebaikan  Nabi itu, oleh orang buta tersebut dibalas dengan nasehat, yaitu  agar tidak mendekati dan menganggap atas ajakan seseorang yang bernama Muhammad. Namun Muhammad tidak merespon dengan kemarahan dan bahkan juga tidak memberi tahu,  bahwa yang disebut sebagai orang buruk itu adalah dirinya sendiri.

Orang Yahudi  buta  itu baru tahu bahwa pemberi makan setiap hari itu adalah Nabi Muhammad sendiri  dari  Abu Bakar. Sahabat nabi itu  kebetulan  menggantikan  peran nabi sehari-hari memberikan makanan kepadanya,  dan memberi tahu bahwa yang disebut Muhammad itu adalah orang yang sehari-hari memberi makan kepadanya itu.  

Selain lewat kisah  tersebut,  sebenarnya  masih banyak hadits nabi yang mengatakan betapa pentingnya membangun silaturrahmi, menjalin komunikasi dengan baik antar sesama, dan bahkan juga agar saling mencintai, yaitu mencintai keluarga, tetangga, dan bahkan juga umat semua manusia dan lingkungannya. Semua itu  adalah bukti betapa Islam mengajarkan kasih sayang dengan siapapun.  Selain itu, menurut Islam, memeluk agama tidak boleh dipaksa. Semua orang diberi kebebasan untuk memilih agama mana saja yang dianggap paling benar, dan antar sesama hendaknya saling menghormati.

Keyakinan  teologis itu,  manakala dijadikan pegangan, maka sebenarnya sudah cukup  sebagai  landasan untuk membangun kerukunan bersama. Akan tetapi, di dalam kehidupan  bermasyarakat selalu terjadi proses-proses sosial, misalnya berintegrasi, konflik, berkompetisi, dan lain-lain. Terjadinya proses-proses sosial seperti  itulah  yang kemudian menjadikan kerukunan harus dijaga. Oleh karena itu, suasana tidak rukun, dalam bentuk apapun,   sebenarnya bukan bersumber pada ajaran agama, melainkan dari sifat kehidupan bersama dalam masyarakat itu.

Atas dasar kenyataan itu,  maka pembinaan kerukunan secara keseluruhan, termasuk kerukunan antar umat beragama,  hingga kapan pun tidak pernah akan selesai. Sepanjang kehidupan bermasyarakat masih ada,  maka ketika itu pula pembinaan kerukunan selalu diperlukan. Konflik atau disintegrasi adalah ciri kehidupan masyarakat di mana dan kapan saja. Bahkan dari pandangan sosiologi, konflik itu ternyata juga diperlukan untuk menjadikan masyarakat selalu dinamis, asalkan terkelola dengan baik. Wallahu a’lam. 

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar