Belum tentu manusia paham tentang dirinya sendiri. Boleh
saja seseorang merasa tahu tentang dirinya, tetapi belum tentu pengetahuannya
itu sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Disebutkan bahwa manusia bersifat unik, artinya masing-masing
memiliki ciri-ciri khas yang berbeda dari yang lain, baik terkait dengan
wajahnya, suaranya, tertawanya, apalagi terkait pikiran dan perilakunya.
Manusia berbeda-beda.
Manusia juga memiliki
banyak dimensi, baik yang bersifat lahir maupun batin, yang tampak
maupun yang tidak tampak, yang sedang dipikirkan maupun yang sedang dijalankan.
Antara dimensi yang berbeda itu ternyata tidak selalu berjalan seiring. Orang mengatakan bahwa pada diri manusia
tidak selalu sama, antara yang
dipikirkan, diucapkan, dan dilakukan.
Perbedaan itu juga akan terjadi pada waktu dan tempat yang berbeda. Orang
menyebutnya manusia tidak selalu
konsisten.
Atas dasar dimensi yang
beraneka ragam dan juka
inkonsisten itu, manusia sebenarnya tidak bisa
dipahami secara tepat. Seseorang dikatakan sebagai berwatak jujur,
bersih, disiplin, amanah, dan seterusnya, maka sebenarnya adalah bersifat
kurang lebih saja. Pada saat tertentu, terkait dengan hal tertentu, seseorang dikatakan jujur. Akan tetapi pada
hal lainnya belum tentu yang demikian
itu. Orang bisa jujur tatkala dengan orang-orang yang dirasa dekat, tetapi akan menjadi berubah sangat
jauh dari apa yang dikesankan tatkala terhadap
orang lain.
Secara lebih kongkrit, seseorang akan mau mentraktir makan
bersama di sebuah rumah makan dengan harga berapa saja, akan tetapi tidak akan
mau melakukan hal yang sama terhadap
orang yang berbeda. Dengan demikian, seseorang dikatakan dermawan oleh sementara
orang, tetapi dikatakan sangat pelit oleh orang lain. Seseorang ketika
mendapatkan tamu terhormat sedemikian baik, apa saja diberikan. Akan tetapi
berbalik seratus delapan puluh derajad tatkala didatangi oleh orang miskin,
lusuh, dan kelihatan sangat tidak
terhormat.
Setiap orang memiliki kemampuan menunjukkan wajah yang berbeda-beda. Perbedaan itu, di samping disebabkan oleh
watak, karakter dan perilaku yang bersangkutan, juga bahwa pada diri manusia
terdapat kepentingan-kepentingan, baik yang terkait dengan motif, harga
diri, kebutuhan, emosi saat itu dan
lain-lain. Dengan demikian itu, maka
justru keliru ketika ada anggapan
bahwa manusia itu selalu baik dan sebaliknya selalu salah. Yang benar
bahwa manusia selalu berada pada rentangan wilayah yang luas. Kalau pun
seseorang diberi label, identitas, atau ciri tertentu, maka sebenarnya hal itu
hanya bersifat kecenderungan, atau disebut kurang lebih belaka.
Manakala pemahaman tentang manusia seperti itu yang
dikembangkan, maka tidak akan terkejut atau merasa aneh tatkala melihat orang
dalam keadaan yang tidak pernah diduga atau dibayangkan sebelumnya. Seseorang
yang selama itu disebut baik, shaleh, jujur, sopan, tawadhu’ tetapi ternyata
secara mengejutkan terkena kasus yang sangat jauh dari ciri-ciri yang
dikesankan sebelumnya itu. Kejadian seperti itu
sebenarnya tidak perlu ada sesuatu yang dianggap aneh.
Manusia memang memiliki berbagai dimensi, sifat, perilaku
yang bisa tampil dengan wajah beraneka ragam dan bisa saja berubah. Hadits nabi
juga mengatakan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Selain itu
bahwa, iman saja bisa berubah-ubah.Kadangkala meningkat, stabil atau tetap, dan kadang juga melemah. Itulah sebabnya
manusia dianjurkan agar selalu memohon petunjuk atau hidayah kepada Tuhan, agar
bisa memelihara hati sebagai pusat penggerak diri setiap orang.
Akan tetapi kepada siapapun, dalam ajaran Islam, kita dianjurkan untuk selalu mengembangkan
sikap husnudhan atau berperasangka baik. Selain itu, juga harus mampu melihat sipapun secara utuh.
Manusia harus dilihat seutuhnya. Tidak adil manakala, seseorang hanya dilihat
dari sudut kelemahan atau kesalahannya. Kita seharusnya mampu menerima orang
lain secara utuh, baik tatkala dalam keadaan gembira maupun dalam keadaan
susah, dan bahkan duka. Sikap seperti itu
hanya bisa dimiliki manakala
seseorang telah belajar dan mengerti
tentang dirinya sendiri dan sifat-sifat manusia pada umumnya secara
baik.Wallahu a’lam
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar