Ilmu pengetahuan semestinya menjadi sesuatu yang
dicari, oleh karena dicintai. Orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan
mendapatkan berbagai keuntungan. Selain itu, orang berilmu bagaikan orang yang
bisa melihat sesuatu atau lingkungan secara jelas. Sebaliknya, orang yang
tidak berilmu pengetahuan, mereka tidak akan bisa memahami dirinya
sendiri, lingkungan, orang lain, dan bahkan dunia yang lebih luas.
Siapa pun yang beriman dan berilmu pengetahuan
akan bisa memberi manfaat bagi orang lain. Orang berilmu akan tahu tentang
jalan kebenaran, hal-hal yang menguntungkan dan menyelamatkan kehidupan ini.
Sebaliknya, orang yang buta pengetahuan akan merugikan, baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Oleh karena itu, ilmu memang dibutuhkan dalam
kehidupan ini. Peran lembaga pendidikan adalah berusaha melayani kebutuhan
orang-orang yang mencari ilmu pengetahuan itu. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan seharusnya menjadi institusi yang dicintai oleh semua orang,
dan bahkan mampu menumbuhkan cinta terhadap ilmu bagi siapa pun. Lembaga
pendidikan tidak semestinya justru sebaliknya, melahirkan rasa benci, takut,
dan khawatir bagi siapa pun.
Namun pada kenyataannya fungsi-fungsi lembaga
pendidikan menjadi berkembang sedemikian luas. Lembaga pendidikan bukan saja
dimaknai sebatas urusan pengembangan ilmu, tetapi digunakan sebagai sarana
melakukan mobilitas sosial, alat memenuhi persyaratan untuk memasuki
peluang-peluang tertentu yang menguntungkan, pemenuhan kewajiban, ekonomi, dan
bahkan bisa jadi juga sebagai alat politik. Akhirnya pendidikan bukan lagi
sebatas menyandang makna pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi memiliki
fungsi-fungsi yang semakin luas.
Aneka ragam fungsi tersebut menjadikan pendidikan itu
sendiri tidak mudah dipahami oleh semua orang. Pendidikan yang seharusnya
berfungsi memperkaya ilmu pengetahuan, maka menjadi aneh, dalam arti
hingga keluar dari fungsi yang sebenarnya. Sebagai contoh, seorang pelajar atau
mahasiswa justru senang tatkala guru atau dosennya banyak tidak hadir, tetapi
anehnya lagi, mereka berharap lulus. Pendidikan menjadi
terlalu formal, sehingga bahkan terlalu dijalankan dengan pendekatan
formalitas. Tentu hal seperti itu akan membawa hasil yang jauh dari apa
yang diharapkan.
Selain itu, pendidikan juga dimaknai sebagai upaya
mewariskan nilai-inilai ideologi, agama dan juga pandangan tertentu oleh
masyarakat. Maka muncul lembaga pendidikan yang bentuk dan jenisnya beragam,
misalnya lembaga pendidikan yang bernuansa agama, ideologi dan juga
pandangan atau gerakan organisasi tertentu. Lembaga pendidikan yang beraneka
ragam, mulai dari yang dikelola pemerintah hingga organisasi keagamaan dan
kemasyarakatan lain mencerminkan keanekaragaman itu. Sebagai wujud
konkritnya, dengan mudah kita lihat terdapat pendidikan Muhammadiyah, NU,
PGRI, Pancasila, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan, baik yang bersifat ideologi,
agama, aliran, politik, dan ekonomi berjalan bersama-sama dalam wajah
pendidikan di Indonesia ini. Dalam suasana seperti ini, pemerintah tidak mudah
meningkatkan kualitasnya. Bahkan, yang terjadi adalah perebutan
atau pergumulan yang luar biasa dahsyatnya. Keadaan demikian tampak dengan
jelas tatkala pemerintah dan parlemen misalnya, akan memberlakukan sebuah
undang-undang atau peraturan pemerintah. Masing-masing kelompok kepentingan
akan berdebat dan berjuang untuk menyampaikan aspirasinya masing-masing.
Suasana seperti digambarkan itu, maka
mengakibatkan kebijakan yang berorientasi terhadap mutu menjadi terabaikan.
Sebaliknya yang lebih diutamakan adalah kompromi-kompromi, negosiasi, bahkan
sebaliknya, terjadi perdebatan panjang dan konflik. Padahal semestinya
lembaga pendidikan hadir untuk mengurus dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Lewat pendidikan semestinya pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah
orang-orang yang mencintai ilmu dan kearifan.
Oleh karena dunia pendidikan semakin penuh dengan
aneka kepentingan, maka pendidikan menjadi lebih diformalkan. Akibatnya, iklim,
suasana, dan nuansa pendidikian menjadi hilang. Orientasi yang terlalu bersifat
formal itu, maka pendidikan menjadi sesuatu yang memaksa, menakutkan, dan
bahkan membosankan. Padahal institusi pendidikan mestinya menjadi tempat yang
menyenangkan, menggembirakan, sehingga dicintai oleh siapa pun. Umpama ada
ujian, apapun bentuk dan statusnya, ujian sekolah atau ujian
nasional, maka akan dipandang sebagai sesuatu yang ditunggu-tunggu, karena
kecintaan mereka terhadap ilmu dan pendidikan itu. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar