Maksiat Modern



Di antara beberapa spanduk yang dipasang di beberapa tempat  strategis setiap datang bulan Ramadhan adalah ajakan untuk menjauhi maksiat. “Jauhilah maksiat”, begitulah bunyi spanduk yang dipasang.  Bersama dengan pesan itu terdapat foto besar seorang tokoh muslim bersorban. Kiranya tidak ada orang yang tidak  menyetujui  pesan itu, lebih-lebioh kaum muslimin yang sedang menjalankan puasa.
 
Membaca pesan itu, maka  yang   saya pikirkan kemudian adalah jenis-jenis maksiat  apa yang dimaksudkan oleh pesan itu. Kiranya masing-masing orang akan memaknai secara berbeda-beda. Kemaksiatan ada  yang memaknai terbatas, seperti misalnya berjudi, meminum alkohol, berzina, mencuri,  dan sejenisnya. Akan tetapi  mungkin ada juga orang  yang memaknai, selain makna terbatas, kemaksiatan dalam pengertian yang  lebih luas.
 
Manakala kemaksiatan dimaknai sebagai perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain, lebih-lebih  yang bersifat massif, maka sebenarnya ada kemaksiatan yang lebih sulit dicegah, yaitu  disebut dengan kemaksiatan modern. Kemaksiatan modern adalah perilaku orang yang  menjadikan banyak orang jatuh miskin, kehilangan mata pencaharian,  konflik atau permusuhan, korupsi yang nilainya tanpa batas, manipulasi politik, dan lain-lain. Saya tidak mengetahui, jenis maksiat apa yang dimaksud oleh bunyi spanduk itu. Namun segala kemaksiatan harus dihindari, lebih-lebih di bulan puasa.
 
Perilaku orang yang serba berlebih-lebihan disebut tamak atau rakus. Perilaku seperti itu seharusnya juga disebut kemaksiatan, karena pada kenyataannya  sangat membahayakan bagi banyak orang. Dalam kehidupan modern, ternyata  semakin banyak orang yang memiliki sifat tamak atau rakus itu. Apa saja ingin dikuasai sendiri. Mereka memonopoli berbagai  sumber-sumber ekonomi yang diperlukan bagi orang banyak. Akibatnya, kebutuhan orang lain terampas, hingga  banyak yang kehilangan sumber mata pencaharian dan akhirnya menjadi miskin.
 
Maksiat seperti itu di Indonesia semakin menggejala di berbagai bidang kehidupan. Monopoli selalu merugikan orang lain. Para pemilik modal berusaha menguasai sumber-sumber ekonomi tanpa batas. Jangan dikira para petani di negeri ini tidak mau beternak dan bertani. Usaha mereka yang tidak didukung oleh modal dan teknologi itu selalu dipermainkan oleh penguasaha besar dengan berbagai cara dan dalih. Begitu cepat para petani, peternak, dan pedagang kecil kalang kabut  setelah dipermainkan oleh pengusaha besar,  dan akhirnya mereka mati.
 
Seringkali kita mendengar pengusaha ayam petelor berskala kecil  mendadak bangkrut oleh karena  dipermainkan secara sistematis  oleh pengusaha besar. Demikian pula berbagai jenis usaha pertanian, peternakan, perdagangan,  dan lain-lain mati karena permainan yang tidak seimbang itu. Dalam kehidupan ini selalu terjadi persaingan, dan ternyata kompetisi itu sedemikian kerasnya. Dalam  persaingan ekonomi tidak mengenal ada belas kasihan dan atau sekedar memperhatikan pihak-pihak yang kecil agar bisa bertahan hidup. Pasar modern seperti  carrefour, alfamart, indomart, dan sejenisnya adalah bentuk monopoli yang luar biasa. Pasar modern itu  tentu  membunuh pedagang kecil dan tradisional di sekitarnya.
 
Kasus serupa juga terjadi pada jenis usaha perkebunan, pertambangan, dan bahkan juga dalam penangkapan ikan di laut. Hampir di semua sektor kehidupan terjadi monopoli yang  selalu mematikan pihak-pihak yang usahanya tidak didukung oleh modal, profesional,  dan teknologi.  Para pengusaha kecil itu selalu bersaing dengan pengusaha besar, dan tentu segera kalah dan mati. Kehidupan ini layaknya di laut. Terdapat ikan-ikan nener yang siap hidup dan berkembang, tetapi tidak lama kemudian segera dihirup oleh ikan hiyu yang bermulut besar. Ikan hiyu itulah gambaran kemaksiatan modern yang sebenarnya.
 
Semestinya pemerintah selalu berpihak kepada mereka yang kecil dan yang selalu kalah itu. Namun pada kenyataannya tidak tentu demikian. Terjadinya konflik  terkait tanah perkebunan, nelayan, pertanian, peternakan, perdagangan, termasuk impor berbagai kebutuhan masyarakat  adalah akibat dari  monopoli itu. Berbagai akses  hanya dimiliki oleh beberapa kalangan, yang mereka itu di tengah lautan rakyat yang  selalu dihisab kekuatan dan potensi hidupnya. Terjadinya pengangguran, pelarian rakyat kecil ke luar negeri mencari kerja, dan sebagainya  adalah akibat dari  maksiat modern berupa ketamakan yang berlebihan. Mestinya maksiat jenis ini  harus  dilawan secara bersama-sama oleh karena daya perusaknya sedemikian dahsyat. 


Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar