Dalam kehidupan ini tampaknya merupakan hal biasa
orang saling bersaing, berkompetisi, dan bahkan berebut. Dalam
proses-proses sosial seperti itu, yang kuat akan memenangkan perebutan atau
kompetisi dimaksud. Sebaliknya, bagi yang lemah akan kalah dan bahkan
mati. Hal demikian itu akan sangat membahayakan, tidak terkecuali di dunia
ekonomi.
Persaingan yang tidak seimbang, termasuk dalam
kehidupan ekonomi, akan mengakibatkan yang lemah menjadi tersingkir, sedangkan
yang kuat akan menguasai sumber-sumber ekonomi secara tidak terbatas. Itulah
budaya kapitalisme yang sedang tumbuh dan berkembang di mana-mana. Sebagai
gambaran nyata keadaan itu, tampak dengan jelas gedung-gedung berdiri
menjulang ke langit, sementara rumah-rumah reot, bahkan gubug-gubug
berdiri di sembarang tempat.
Gambaran menyedihkan lainnya, sehari-hari bisa
disaksikan kendaraan mewah berseliweran, sementara pejalan kaki, khawatir takut
tertabrak dari belakang, harus berhati-hati. Itu semua adalah merupakan
gambaran yang sangat paradoks dalam kehidupan modern, sebagai
akibat kapitalisme yang tidak terkendali. Masayarat menjadi terbelah
sedemikian tajam antara kelompok orang yang kuat secara ekonomi, memiliki
harta yang melimpah ruang, sementara lainnya sebatas untuk makan, mendapatkan
tempat berteduh, dan memenuhi kebutuhan kesehatan tidak selalu
terjangkau.
Masih terkait dengan kehidupan ekonomi bahwa
dulu rakyat kecil bisa membuka bedak-bedak di depan rumah atau di pinggir
jalan. Mereka berjualan kebutuhan pokok seperti beras, gula, sayur mayur, kue,
dan kebutuhan rumah tangga sehari-hari lainnya. Dari usaha itu, mereka bisa
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akan tetapi, akhir-akhir ini, hadirnya
pemodal kuat, maka tumbuh dan berkembang pasar modern berupa Alfamart, Indomart
dan semacamnya. Kekuatan ekonomi modern ini bersaing dengan pedagang
tradisional yang sudah lama ada. Dalam persaingan ini, tentu pedagang
tradisional kalah dan satu-satunya alternatif adalah menyingkir.
Islam membolehkan umatnya untuk berlomba, tetapi
perlombaaan itu harus dalam bingkai kebaikan. Disebutkan dalam kitab suci
kalimat yang indah, yaitu fastabiqul khairat atau berlomba-lombalah dalam kebaikan. Tentu dalam setiap perlombaan ada
yang menang dan sebaliknya, ada yang kalah. Akan tetapi, mereka yang kalah pun
masih berada pada posisi baik. Munculnya persaingan, bukan perlobaan, dalam kehidupan modern,
seiring hadirnya budaya kapitalisme ternyata benar-benar mematikan bagi
mereka yang lemah, yang tidak memiliki modal, dan apalagi jaringan yang kuat.
Dalam Islam diajarkan bahwa antar sesama harus saling
memperkukuh, termasuk dalam kehidupan ekonomi. Diingatkan bahwa
kekayaan itu jangan sampai berputar pada kelompok tertentu. Jika hal itu
terjadi, maka pasar tidak akan berjalan. Bisa dibayangkan jika uang hanya
dimiliki oleh kelompok tertentu. Risikonya tidak akan ada orang yang
membeli apapun barang yang dijual. Pasar menjadi macet, jual beli tidak akan
terjadi. Sebagian akan hidup, sementara lainnya akan mati. Islam tidak
menghendaki suasana seperti itu terjadi.
Persaingan pada level lokal yang tidak seimbang antara
pelaku ekonomi tradisional dan modern, sebenarnya juga terjadi pada
tingkat global. Persaingan global itu dikemas sedemikian rupa dengan
menggunakan cara-cara terselubung lewat jargon-jargon yang dianggap masuk
akal, misalnya penegakkan HAM, lingkungan hidup, demokrasi, dan lain-lain. Jargon-jargon itu dijadikan pembenar
bagi sebuah negara melakukan intervensi terhadap negara lain. Beralasan
mencegah digunakannya senjata biologi, misalnya, maka Irak digempur habis-habisan, sementara setelah
kejadian itu senjata dimaksud ternyata tidak ditemukan. Iran
dimusuhi karena mengembangkan nuklir, dan begitu pula negara-negara lainnya
yang memiliki kekayaan yang sekiranya bisa direbut, selalu diperlakukan serupa.
Islam tidak mengajarkan cara-cara manipulasi untuk
mendapatkan keuntungan sendiri dan sebaliknya merugikan pihak lain, baik dalam
skala kecil maupun besar. Islam mengajarkan keadilan dan kebersamaan.
Islam mengajarkan agar antar sesama saling menumbuh-kembangkan dan saling
memperkukuh.
Kemenangan bagi Islam diperuntukkan bagi semua
yang sama-sama berbuat baik. Segala sesuatu selalu diukur dari kebaikan bagi
semua. Siapapun dan dari manapun asal muasalnya, asalkan berbuat baik dan atau
tidak mencelakakan terhadap siapapun, harus diajak bersama-sama dan
dimenangkan. Hal seperti itu tidak terkecuali dalam mengembangkan ekonomi.
Islam melindungi semua yang berpihak pada kebaikan dan saling memperkukuh.
Wallahu a’lam.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar