Perilaku Aji Mumpung


Perilaku aji mumpung biasa dilakukan oleh orang  yang menduduki posisi tertentu dalam waktu terbatas dan menguntungkan. Mereka melakukan tindakan berlebihan untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa memperhatian kerugian yang harus ditanggung oleh orang lain, lembaga,  dan atau  norma-norma yang harus dipelihara dan ditegakkan.

Orang-orang  melakukan tindakan  aji mumpung karena mereka sadar bahwa kekuasaan atau kewenangannya terbatas waktunya. Lagi pula, mereka merasa belum tahu secara jelas pada kesempatan mendatang, apakah  masih memiliki kesempatan yang sama  atau tidak.  Itulah sebabnya, dalam waktu yang terbatas itu,  mereka berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya yang bisa digunakan sebagai bekal pasca kesempatan itu sudah tidak dimiliki  lagi  olehnya.

Rupanya  sikap seperti itu berlaku umum,  artinya dilakukan oleh banyak  orang di mana-mana dan kapan saja. Oleh karena itu, jabatan yang mendatangkan keuntungan tetapi dibatasi   waktunya, maka  selalu melahirkan perilaku aji mumpung itu. Orang biasanya tidak mau kehilangan apa yang dirasakan menguntungkan. Maka dengan cara apapun dilakukan, agar kenikmatannya bisa dipertahankan. Salah satu caranya adalah melakukan sesuatu di luar batas itu, yang kemudian disebut dengan istilah aji mumpung.

Jabatan sebagai anggota legislatif, eksekutif, yudikatif dan bahkan juga di jajaran pegawai negeri sipil, pimpinan BUMN, bank, dan lain-lain, selalu dibatasi waktunya. Para pejabat itu akan sadar betul bahwa,  kekuasaan dan kenikmatannya terbatas waktunya. Mereka akan berpikir  tentang  masa depannya, dan  tidak akan mau kehilangan kenikmatannya itu. Cara yang dilakukan adalah mengumpulkan bekal hidup pasca jabatannya berakhir.

Perilaku aji mumpung akan bertambah besar lagi,  manakala jabatannya itu diperoleh dengan biaya mahal yang harus dikeluarkan. Apalagi, biaya itu bukan milik sendiri, melainkan barang pinjaman. Orang pada umumnya tidak akan mau menanggung rugi sekecil apapun. Kehidupan ini selalu diwarnai oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu,  berkalkulasi, untung dan atau rugi. Pilihannya adalah selalu yang menguntungkan.

Menggunakan logika tersebut,  maka akan sangat mudah dipahami, tatkala banyak pejabat melakukan  korupsi. Tindakan korupsi yang terjadi di mana-mana, sebenarnya di antara sebabnya adalah,  sebagai konsekuensi adanya jabatan-jabatan yang dibatasi waktunya itu. Sementara alternatif lainnya tidak mudah didapat. Selain itu, korupsi juga terjadi sebagai akibat bahwa jabatan dipandang bukan sebagai amanah melainkan dijadikan peluang untuk mendapatkan kewibawaan, fasilitas, dan juga kekayaan.

Oleh karena itu, memberantas korupsi yang hanya dilakukan dengan cara menegakkan hukum, maka tidak akan berhasil secara sempurna. Siapapun tatkala berada dalam suasana mempertahankan hidup, nasib, dan juga keinginan, maka akan berani menghadapi resiko apapun, termasuk menghadapi hukuman. Dan, itulah di antaranya, mereka menampakkan perilaku aji mumpung itu. Sebenarnya, perilaku aji mumpung selalu bertali temali dengan budaya dan sistem sosial, serta selalu menjadi sumber atau pendorong lahirnya perilaku korup yang tidak disukai oleh semua orang.     


0 komentar:

Posting Komentar