Pendidikan Tinggi Berasrama





Upaya-upaya mencari  alternatif pendekatan  sebagai upaya  memberikan layanan pendidikan tinggi terbaik di mana-mana dilakukan.  Pendidikan tingi sebagai lembaga pencetak pemimpin bangsa ke depan dihadapkan  pada  kenyataan   yang semakin  berat,  komplek, pelik, sehingga tidak sederhana untuk dihadapi. Tuntutan kualitas pendidikan yang seharusnya diberikan, sebagai akibat semakin kerasnya tantangan kehidupan ke depan itu, tidak sekedar menyangkut akademik tetapi juga harus disempurnakan dengan  karakter yang terpuji.

Problem-problem sosial  yang semakin tidak mudah dihadapi, misalnya korupsi  yang dilakukan  oleh para elite bangsa, ancaman narkoba yang semakin tidak gampang diatasi, radikalisasi agama hingga  mengkhawatirkan banyak pihak,  bentrokan antar mahasiswa di kampus dan  juga di luar kampus, plagiarisme, dan berbagai persoalan lainnya ternyata berakar dan atau bersumber dari karakter yang kurang kokoh.

Menghadapi persoalan tersebut, pimpinan perguruan tinggi mau tidak mau,  dituntut tidak saja harus sibuk menjalankan tugas rutin memimpin penyelenggaraan perkuliahan, kegiatan  penelitian di laboratorium, pengabdian pada masyarakat, melainkan juga harus  mencari cara terbaik agar kualitas pendidikan tinggi  yang sebenarnya  bisa diraih. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sudah belasan tahun melengkapi kampusnya dengan  asrama sebagai ma’had yang dimaksudkan untuk menjawab persoalan tersebut di muka.

Ada berbagai persoalan mendasar yang harus dihadapi oleh perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitasnya. Misalnya, bahwa kempuan mahasiswa di bidang bahasa asing masih rendah, baik bahasa Arab maupun Bahasa Inggris. Kelemahan di bidang bahasa asing itu akan menjadikan mahasiswa   tidak mungkin  diajak untuk meningkatkan kualitas akademiknya oleh karena,  kebanyakan literatur yang  tersedia  di perpustakaan atau di tempat lainnya kebanyakan berbahasa asing.

Selain itu,  para mahasiswa terutama di awal masuk   pada umumnya masih memerlukan bimbingan dari kampus secara  intensif. Adaptasi peralihan status dari siswa sekolah menengah menjadi mahasiswa rupanya  tidak selalu mudah dialami oleh setiap orang. Manakala pada saat itu, mereka gagal menemukan lingkungan yang tepat, maka kegagalan akan dimulai dari sana. Pada umumnya mahasiswa baru menjadi sasaran pengaruh dari berbagai jenis organisasi yang belum tentu relevan dengan kegiatan kampusnya. Bagi mahasiswa baru, sekedar memilih afiliasi organisasi, -----oleh karena mereka masih baru, memerlukan bimbingan yang cukup.

Pada awal menjadi mahasiswa,  mereka seharusnya belajar tentang bagaimana membangun budaya akademik kampus, misalnya tentang cara berpikir imiah, berdisiplin dalam penggunaan waktu, dan seterusnya, ternyata semua itu terkalahkan oleh kegiatan organisasi yang tidak selalu jelas orientasinya.  Mahasiswa baru yang kebetulan tidak mendapatkan bimbingan secara cukup akan menjadi korban. Bahkan mereka menjadi kebingungan antara keharusan mengembangkan akademik atau  segera bergabung dalam berorganisasi.

Persoalan mahasiswa yang mengakibatkan budaya akademik tidak tumbuh dengan semestinya  berawal  dari proses permulaan  menjadi mahasiswa itu.  Atas dasar kenyataan dan  penilaian  tersebut maka   asrama, -------di UIN Maulana Malik Ibrahim disebut Ma’had,  bisa menjadi alternatif  agar bisa mengurangi  berbagai persoalan tersebut di muka.  Melalui  ma’had maka kemampuan bahasa asing, wawasan atau cara berpikir ilmiah,  kemampuan berorganisasi atau hidup bersama di tengah  perbedaan bisa dikembangkan.  Selain itu dengan adanya ma’had,  bagi    mahasiswa baru  bisa  beradaptasi dengan kegiatan akademik kampus secara mudah.

Keuntungan lainnya dengan adanya fasilitas kampus tersebut,   mahasiswa yang berasal dari berbagai  wilayah yang berbeda-beda,  dan apalagi pada saat sekarang ini, -------di UIN Maliki Malang,  dari berbagai negara, ma’had   sangat besar manfaatnya untuk segera saling mengenal antara satu dengan yang lain. Melalui ma’had  ini, para mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, etnis, adat istiadat, dan bahkan negara yang berbeda, akan saling mengenal. Pendidikan multikultur akan bisa ditanamkan melalui hidup berasama di asrama atau ma’had.

Oleh karena itu, keberadaan asrama atau  ma’had  sebenarnya   bukan sebatas dimaksudkan untuk membantu para mahasiswa untuk mendapatkan tempat tinggal, melainkan dijadikan sebagai bagian penting  dari pendidikan di perguruan tinggi.   Berbagai kegiatan, mulai dari pengenalan kampus, peningkatan kemampuan bahasa asing,   kegiatan ritual, berorganisasi,  saling mengenal dan memahami dalam  hidup bersama, semua itu  tidak akan  mudah diperoleh  di tempat lain. Ke depan, lebih-lebih dikaitkan dengan pendidikan karakter, maka asrama atau ma’had seharusnya dijadikan alternatif sebagai penyempurna dalam  peningkatan pendidikan, termasuk di perguruan tinggi. Wallahu a’lam. 


Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar