Politik di Zaman Rasulullah i



Akhir-akhir ini di tengah berbagai persoalan bangsa yang tidak kunjung berakhir, sementara orang melihat kembali pemerintahan di zaman Rasulullah. Keinginan itu muncul dari kenyataan bahwa kehidupan masyarakat Madinah pada zaman kehidupan Rasulullah dianggap ideal. Sekalipun pada zaman itu masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok yang berbeda, ------selain kaum muslimin, juga terdapat kaum Yahudi dan Nasrani, tetapi mereka bisa hidup rukun dan damai. Begitu pula, masyarakat muslim sendiri terdiri atas kaum Muhajirin dan kaum Anshar, semua itu berhasil dipersatukan secara kokoh.

Idealitas masyarakat tersebut masih diakui hingga sekarang, sehingga seringkali mengundang pertanyaan, mengapa tatanan sosial yang sedemikian indah itu tidak bisa berlanjut dan apalagi bisa diimplementasikan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Umat Islam sendiri di mana-mana gagal mengimplementasikannya. Konflik-konflik dan bahkan perang antar umat Islam sendiri masih sering terjadi. Bahkan konflik itu terjadi tidak saja antar negara, melainkan juga antar madzhab, aliran, dan juga pandangan yang berbeda. Hal demikian itu tentu tidak bisa disimpulkan bahwa tauladan dalam bermasyarakat dan apalagi bernegara yang dicontohkan oleh Rasulullah tidak bisa diimplmentasikan. Asalkan mau, apa saja yang dilakukan oleh utusan Allah itu masih tetap bisa dijalankan di mana saja.

Tatkala Islam belum berhasil sepenuhnya diimplementasikan, maka ada saja alasan yang digunakan untuk melegitimasi kegagalan itu. Misalnya, pada zaman setelah nabi sudah tidak turun lagi wahyu. Selain itu, juga disebut bahwa tauladan setingkat Nabi sudah tidak ada lagi. Kedua alasan itu sebenarnya dengan mudah bisa dibantah. Alasan pertama, bahwa wahyu sudah tidak turun lagi merupakan pandangan yang mengada-ada. Sebab, sebenarnya wahyu itu sudah ada, yaitu sudah tertulis dalam kitab suci al Qur’an, dan bahkan wahyu itu sudah ditulis secara sempurna. Demikian pula, manakala alasan itu masih ditambah lagi bahwa tauladan sudah tidak ada lagi, maka sebenarnya tauladan itu juga telah ditulis lewat kitab-kitab hadits nabi.

Maka persoalannya sekarang ini adalah tidak ada kemauan yang sunguh-sungguh untuk menjalankannya. Banyak orang berbicara tentang keindahan Islam. Ajaran Islam yang indah itu diperdengarkan, dibahas, dan dijadikan bahan diskusi di mana-mana, di berbagai tempat. Lebih dari itu, Islam juga diajarkan di sekolah-sekolah, madrasah, pesantren, hingga di perguruan tinggi. Hanya sayangnya, ajaran itu baru sampai pada tingkat dijadikan bahan bahasan, materi diskusi, atau diajarkan, tetapi masih kurang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Keadaan seperti itu menjadikan Islam hanya indah pada tataran konsep, tetapi belum pada tingkat amal. Umat Islam kaya pengetahuan tentang Islam, tetapi masih miskin implementasi. Sebagai akibatnya pula, maka seringkali terdengar ucapan yang mengatakan bahwa Islam sedemikian indah, tetapi tidak bisa sepenuhnya dijalankan. Banyak orang mengakui keindahan ajaran Islam, tetapi tidak terlalu mudah melihat secara nyata keindahan itu. Apalagi, tatkala melihat institusi yang menyandang nama Islam, masih banyak yang keadaannya masih jauh dari gambaran keindahan itu. Misalnya, banyak lembaga pendidikan Islam, rumah sakit, lembaga sosial, dan bahkan tempat ibadah, yang keberadaannya kurang menggambarkan sebagai telah diwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam.

Gambaran itu semua terjadi oleh karena kurang adanya kesungguhan, kesabaran dan bahkan juga keikhlasan dalam menjalankan ajaran Islam. Masih banyak kaum muslimin mengaku membela Islam, berjuang demi Islam, dan bahkan berkorban untuk Islam, akan tetapi apa yang diniatkan itu masih belum sepenuhnya dijalankan. Semestinya Islam bukan sekedar berada pada tataran pikiran, ucapan, dan wacana, melainkan harus segera diwujudkan dalam tindakan sehari-hari. Islam tidak saja mengajarkan akan keharusan membangun masjid, misalnya, tetapi juga hendaknya menggunakan sarana itu sebagai tempat ibadah dan shalat lima waktu bersama-sama. Akan tetapi dalam hal penggunakaan tempat ibadah saja, ternyata masih secara terbatas. Tempat ibadah itu kebanyakan masih sepi dari jama’ah. Mereka membanggakan masjid sama dengan membanggakan Islam, tetapi belum sepenuhnya digunakan atau diimplementasikan.

Pada zaman Rasulullah, ajaran itu dijalankan sepenuhnya. Nabi menjalankan ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Antara al Qur’an dan tindakan Nabi sejalan. Bahkan hingga disebutkan bahwa akhlak nabi adalah al Qur’an itu sendiri. Sayangnya setelah ajaran itu sampai pada umatnya, di samping ajaran itu banyak yang kurang dipahami, juga kurang dijalankan. Itulah akibatmnya, umat Islam tidak berhasil mendapatkan kelezatan dari keberislamannya itu. Ajaran Islam seolah-olah jauh dari umatnya, tidak terkecuali dalam berpolitik. Orang lebih suka berdebat tentang politik Islam daripada menjalankan politik sesuai ajaran yang mulia itu.

Islam mengajarkan harus saling bersatu, bermusyawarah, saling memperkokoh, menghargai, dan menghormati pendapat orang lain, memperhatikan semua, dan seterusnya. Namun pada kenyataannya, sekarang ini di antara umat sendiri masih berbecah belah, konflik, berebut, dan bahkan saling menjatuhkan. Dalam berpolitik, di zaman Rasulullah dilakukan saling memperkokoh dan mempersatukan atas dasar akhlak mulia, bukan sebaliknya. Wallahu a’lam.

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar