Berlatih Berbagi



Siapapun akan setuju bahwa,  berbagi itu adalah baik dan bahkan mulia. Islam juga mengajarkan berbagi kerpada sesama, lewat zakat, infaq, shadaqoh,  wakaf, hibah, dan lainnya.  Dengan konsep atau ajaran berbagi itu,  maka jarak antar  sesama menjadi dekat. Kesenjangan menjadi teratasi.

Di tengah masyarakat  seringkali dikeluhkan adanya jarak yang sedemikian jauh antara yang miskin dan yang kaya, antara yang bodoh dan yang pintar, antara yang berhasil meraih kemajuan dan sebaliknya, mereka yang tertinggal. Keadaan seperti itu melahirkan disharmoni. Selain itu terjadi polarisasi, mereka yang kaya berkumpul dengan yang kaya, dan  yang miskin bergabung dengan yang miskin.

Sudah diketahui oleh banyak orang,  bahwa jarak atau kesenjangan sosial itu seharusnya dihindari. Terjadinya konflik dan berbagai jenis persoalan sosial tidak jarang diakibatkan oleh kesenjangan. Oleh karena itu, kesenjangan sebenarnya adalah bibit penyakit masyarakat yang seharusnya tidak boleh tumbuh.

Di alam modern seperti sekarang ini,  bibit-bibit kesenjangan itu, disengaja atau tidak, ternyata justru  ditumbuh-kembangkan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya juga ikut mendorong lahirnya kesenjangan itu.  Berbagai jenis alat produksi dengan menggunakan mesin sebenarnya adalah induk dari berbagai kesenjangan.

Bahkan lahirnya pasar modern, seperti alfamart, indomart, carrefour, dan lain-lain sebenarnya tidak saja melahirkan kesenjangan sosial, lebih dari itu sebenarnya  juga mengakibatkan banyak orang kehilangan sumber-sumber penghidupan. Kita lihat  saja, tatkala berdiri pasar modern itu, maka berapa banyak toko atau warung tradisional harus tutup dan atau gulung tikar.

Padahal hasil usaha toko tradisional bukan  dimaksudkan untuk menambah kekayaan bagi pemiliknya,  melainkan sekedar untuk  mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Usaha itu hanya sebatas untuk mempertahankan  hidup. Akan tetapi, kegiatan itu harus berhenti oleh karena kalah bersaing. Pelaku usaha modern itu bukan  saja tidak memberi, melainkan bahkan merampas kehidupan orang lain.        

Keharusan berbagi  atau setidak-tidaknya peka terhadap kebutuhan  orang lain harus dibiasakan, baik melalui pendidikan di rumah, di sekolah, maupun  di masyarakat. Akibat tidak adanya kebiasaan  memberi ini, maka yang terjadi di masyarakat justru saling bersaing secara bebas dan terbuka dengan tidak mempedulikan kebutuhan orang lain. Hukum  persaingan itu di mana saja akan mengatakan bahwa, siapa yang kuat, merekalah pemenangnya.

Nilai mulia,  yaitu berbagi dengan sesama itu tidak akan berhasil dihayati dan dijadikan kebiasaan, dan apalagi menjadi budaya apabila tidak dilatih dan dibiasakan. Oleh karena itu semestinya di sekolah-sekolah,  tidak cukup sekedar diajarkan tentang betapa pentingnya berbagi, tetapi juga harus dilatih dalam kegiatan nyata sehari-hari.

Manusia banyak mengetahui tentang nilai-nilai kebaikan. Akan tetapi, banyak orang tidak mampu menjalankan nilai-nilai kebaikan itu. Jangan dikira bahwa para koruptor itu tidak mengerti tentang kebenaran, kejujuran, ketulusan dan sebagainya. Mereka itu mengerti, dan bahkan suatu ketika  memberikan penjelasan tentang keharusan berbuat jujur dan tidak korupsi. Namun anehnya,  pada saat kemudian, mereka sendiri melakukannya.

Oleh karena itu, berbagi  selain harus diajarkan lewat buku-buku pelajaran dan nasehat, juga  yang lebih penting adalah munculnya  kreatifitas para guru untuk  memberikan contoh, tauladan, dan bahkan membiasakannya di sekolah.  Para siswa semestinya  diajari  memberi dan berbagi antar sesama. Selain itu, hendaknya  juga diajari agar mereka bertolong menolong  atau menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara bersama-sama.

Di zaman modern seperti sekarang ini, setiap orang dituntut mampu  bekerjasama dan juga saling berbagi antar sesama. Namun  kebiasaan berbagi dan tolong menolong itu, setidaknya dalam ujian,  justru dilarang. Pertanyaan yang perlu direnungkan, apakah di tengah masyarakat yang harus saling memberi dan bekerjasama seperti sekarang ini, pendekatan seperti itu  masih relevan ? Bukankah seharusnya, mereka  justru dilatih memberi dan bekerjasama. Kiranya hal itu perlu dikaji secara  mendalam. Wallahu a’lam.


Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar