Integritas Pejuang Pendidikan Islam



Kemarin, saya sengaja meluangkan waktu,  menjenguk dua orang tokoh yang saya kenal sangat aktif di dalam kegiatan pendidikan Islam, namun   sudah beberapa waktu terakhir ini, keduanya jatuh sakit. Dalam tulisan ini,  saya sengaja tidak menyebut nama kedua tokoh ini, agar tidak sedikitpun terjadi kesalah-pahaman.  Namun kedua tokoh ini,  namanya sangat dikenal luas di tengah masyarakat.

Seorang di antara keduanya, sakitnya memang cukup serius. Beliau menderita  sakit stroke, sehingga mengakibatkan tidak bisa bergerak lagi, kecuali sangat terbatas. Kemampuan berbicaranya  juga sudah sangat  lemah. Sehari-hari, ia hanya duduk di tempat tidur, berlatih bergerak sekalipun dalam keadaan dan kondisi  terbatas.

Sesampai di rumah kedua tokoh yang sedang sakit tersebut, saya segera dipersilahkan untuk menemui. Keduanya  beralamat di tempat yang berbeda, tetapi  semua memang memiliki semangat yang sama-sama kuat dalam mengembangkan lembaga pendidikan Islam. Selama ini,  kedua tokoh ini  mengenal saya dengan baik, dan demikian pula sebaliknya. Saya juga sangat mengenal kedua beliau.

Hal yang sangat mengharukan, setelah melihat saya,  beliau segera menanyakan tentang perkembangan pendidikan Islam. Beliau menanyakan  peraturan pemerintah tentang pendidikan Islam yang belum lama dibatalkan, perkembangan pesantren pada umumnya,  dan juga pendidikan tinggi Islam. Padahal, beliau tampak sudah sangat lemah, tetapi  ternyata masih memiliki ingatan tentang pendidikan Islam.

Sekedar menghibur beliau, segera saya menceritakan bahwa perkembangan pendidikan Islam pada akhir-akhir ini sangat menggembirakan. Banyak pesantren yang telah mengalami kemajuan luar biasa, banyak madrasah di pedesaan yang siswanya justru meningkat dibanding sekolah umum, dan demikian pula prestasi belajarnya. Saya sampaikan kepada beliau bahwa, masyarakat rupanya semakin lebih memilih lembaga pendidikan Islam dibanding lainnya.

Mendengar informasi yang saya berikan, rupanya beliau sangat senang. Ketika itu beliau sudah tidak bisa lagi memberi respon berupa komentar atau pandangan sebagaimana dulu  ketika masih sehat. Akan tetapi dari raut wajahnya, beliau menunjukkan kegembiraan atas informasi yang saya berikan itu. Informasi yang saya sampaikan kepada beliau tidak ada maksud lain kecuali sebagai bagian dari upaua menghibur beliau yang sedang menderita sakit itu.  

Isterinya yang selalu setia menunggui suaminya yang sedang sakit itu juga menceritakan bahwa sehari-hari, beliau menunjukkan ekspresi  gembira manakala mendapatkan informasi tentang perkembangkan pesantrennya, perkembangan pendidikan, masjid,  dan lain-lain.  Perhatian terhadap lembaga pendidikan selalu mengalahkan terhadap persoalan dirinya sendiri, keluarga,  dan bahkan juga anak-anaknya. Selama ini, kata isterinya,  belum pernah menanyakan keadaan anaknya. Perhatian tokoh ini  terhadap pesantrennya jauh melebihi pada  dirinya sendiri dan juga anak-anaknya.

Sepulang dari kunjungan itu, di sepanjang perjalanan, saya membayangkan bahwa sedemikian mendalam  tokoh ini mencintai lembaga pendidikan Islam.  Seluruh hidupnya hanya digunakan untuk memperjuangkan lembaga pendidikan Islam agar menjadi maju. Bahkan tatkala sedang sakit pun,  ia seolah-olah tidak  mau dipisahkan dari perjuangannya itu. Satu, dua, atau tiga kalimat yang diucapkan kepada saya masih terkait dengan pendidikan Islam dan sama sekali bukan lainnya.                     

Saya membayangkan, umpama banyak orang memiliki etos, semangat, dan jiwa untuk membesarkan pendidikan sebagaimana yang dilakukan  oleh tokoh yang sedang sakit  maksudkan itu, maka sekedar membangun pendidikan Islam di negeri ini tidak terlalu sulit.  Namun sayangnya, membangun integritas terhadap pendidikan Islam  itu ternyata tidak selalu mudah. Banyak orang yang bahkan sudah lulus pendidikan tinggi Islam, tetapi  ternyata belum tentu segera  memilki integritas, dan bahkan aneh, tidak sedikit yang justru ingin mendapatkan keutungan pribadi dari sana. Wallahu a’lam.

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar