Mungkin banyak yang tak mengenal
Muhammad Al Fatih atau dikenal juga dengan Sultan Mehmet II. Tokoh Perang Salib
dari Ottoman Turki ini seolah terbenam dalam nama besar Shalahuddin Al Ayubi.
Padahal perjuangannya untuk menaklukan Konstantinopel yang merupakan benteng
Kristen di Eropa dan Asia, sangatlah hebat. Sejak kakek buyutnya telah ratusan
ribu pasukan dikerahkan, namun pasukan Salib dari kekaisaran Byzantium selalu
berhasil mempertahankan wilayahnya.
Kekuatan benteng yang tebal
berlapis dan pasukan Byzantium yang kuat dan terlatih memang tak dapat
diragukan. Selama berabad-abad kekuatan Byzantium -merupakan kelanjutan dari
Kekaisaran Romawi pada abad pertengahan- menguasai imperium yang sangat luas.
Beragam strategi disiapkan Al Fatih
untuk menaklukan Byzantium. Namun yang paling fenomenal adalah ketika
menaklukan pertahanan laut musuhnya itu. Serangan armada laut Turki melalui
perairan untuk merobohkan benteng Konstantinopel di lembah Lycos mendapat
hambatan rantai bergerigi besar dan kuat yang dipasang Byzantium. Akibatnya
banyak kapal pasukan Al Fatih yang tenggelam.
Melihat situasi seperti itu, Al
Fatih tak putus semangat. Tercetuslah gagasan spektakuler yaitu memindakan
armada lautnya melalui daratan. Ide ’gila’ itu awalnya kurang ditanggapi oleh
para prajuritnya. Namun setelah Al Fatih menjelaskan teknisnya yaitu dengan
mengumpulkan kayu gelondongan dan minyak goreng sehingga kapal bisa ditarik
dengan licin, maka ide itu dapat terlaksana dengan baik. Pada malam hari,
sekitar 70 kapal perang Turki berhasil ’berlayar’ di daratan. Rakyat Byzantium
banyak yang tidak percaya menyaksikan kapal-kapal perang Turki telah berlayar
di puncak bukit bukan di ombak lautan, sebagian rakyat menganggap Al Fatih
menggunakan pasukan jin.
Apa yang membuat Al Fatih mampu
mengalahkan Byzantium dengan ide yang semula dianggap mustahil itu? Jawabanya
hanya satu kata: Yakin. Al Fatih memiliki keyakinan yang tinggi bahwa ia
dilahirkan untuk menjadi seorang pahlawan.
Dikisahkan bahwa sejak dalam
kandungan Al Fatih sudah diramalkan bakal menjadi seorang pembuat sejarah.
Karena itu ketika ditimang ibu dan pengasuh, selalu ditanamkan keyakinan yang
kuat bahwa Al Fatih akan mampu menaklukan imperium Kekaisaran Byzantium.
Tak hanya itu, guru masa kecilnya
As Syeikh As Semsettin yang mengjari al- Quran, bahasa, matematika, sejarah,
dan strategi perang pun selalu memberikan keyakinan akan kemampuan Al Fatih
untuk menguasai Konstantinopel.
Meskipun pertahanan Byzantium
begitu kuat, Al Fatih yang diangkat menjadi sultan di usia sangat belia itu,
tak pernah gentar dan mundur. Keyakinan yang tinggi selalu memunculkan ide
kreatif dan upaya keras untuk memenangkan pertempuran.
Oleh karena itu, jangan remehkan
masa kanak-kanak, karena pengalaman di masa kecilah yang akan membentuk masa
depannya. Cita-cita tak bisa hanya ditumbuhkan dalam waktu sesaat, namun butuh
waktu yang panjang untuk menyemai dan merawatnya. Kerena itu, para orangtua
yang menginginkan anaknya memiliki cita-cita dan keyakinan tinggi, tanamlah
sejak anak-anak di usia dini.
Ida S Widayanti
0 komentar:
Posting Komentar