Menstimulasi Anak dengan Kebaikan



Seorang laki-laki memiliki kebiasaan unik. Setiap kali istrinya mengandung pada masa tiga bulan terakhir, ia senantiasa berkata pada sang istri, “Sekarang waktunya untuk melakukan jalan-jalan megah.” Maka si istri dibawa ke tempat-tempat yang indah di pedesaan dan berjalan bersamanya setiap hari, hingga istrinya tersebut dapat mereguk keindahan alam sekitarnya.
“Ayahku berteori, jika mata wanita hamil terus-menerus melihat keindahan alam, keindahan itu entah bagaimana akan terkirim ke pikiran si jabang bayi di dalam kandungan, dan si bayi akan tumbuh menjadi anak yang mencintai keindahan,” tulis salah seorang anak dari suami-istri tersebut di bukunya yang kemudian menjadi sangat terkenal. Anak dari suami istri tersebut, kemudian menjadi seorang penulis cerita anak dunia.
Kehidupan suami-istri itu terjadi pada era 1800-an, ketika penemuan ilmu dan teknologi masih sangat sederhana. Si suami hanya mereka-reka teori berdasarkan pikiran dan logikanya.
Saat ini, begitu banyak penelitian dan penemuan tentang dampak emosi dan aktivitas ibu hamil terhadap janinnya. Dengan kemajuan teknologi, bahkan aktivitas otak ibu dan janin bisa direkam dan dilihat korelasinya. Ibu yang mengalami trauma dan kecemasan berlebih, berakibat secara langsung terhadap perkembangan syaraf janinnya. Demikian pula ibu yang bahagia dengan pikiran positif akan menimbulkan rasa nyaman pada bayi dan membuat pertumbuhan fisik dan mentalnya berkembang sangat baik dan positif pula.
Karena itu, setiap bayi yang lahir sudah membawa pola dan karakter yang dibawa sejak masa kehamilan ibunya. Sebagaimana kisah di awal, anak-anak dari suami-istri itu kemudian tumbuh menjadi anak-anak yang mencintai keindahan dan mengekspresikannya dalam karya seni.
Dengan demikian penting agar terus menstimulasi anak-anak dengan keindahan dan seni. Namun, masih ada orangtua dan sekolah yang menganggap seni bukan aspek yang penting. Padahal, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap karakter. Sikap yang kasar adalah lantaran jiwa yang kasar, yang tidak mengenal keindahan.
Dr Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa seorang Muslim itu sering dipandang sebagai sosok yang taat, serius, disibukkan oleh amal dan ibadah, hingga tidak ada kesempatan untuk mengekspresikan seni dan keindahan. Menurutnya hal itu merupakan sebuah kesalahpahaman. Al-Qur`an mengingatkan kita soal pentingnya unsur keindahan dan kecantikan, selain unsur manfaat dan faedah apa yang telah Allah Ta’ala ciptakan.
Oleh karenanya, seni menjadi pendidikan yang penting dan mendasar. Seni adalah salah satu unsur yang dapat memperkuat kepribadian anak usia dini. Dengan seni anak dapat melampiaskan pikiran dan emosinya yang sehat, menumbuhkan kemandirian, dan mengembangkan kemampuan membuat pilihan. Juga berani mencoba cara baru dalam melakukan sesuatu. Dengan seni pula anak dapat menghargai unsur-unsur estetika dalam lingkungan mereka yang Allah ciptakan serta mengakui kebesaran-Nya.
Sesungguhnya Allah itu indah, dan suka akan keindahan. Yaitu Dia, “Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan.” (As-Sajadah [32]: 7).

Ida S Widayanti

0 komentar:

Posting Komentar