Seorang anak menangis keras menolak
untuk sikat gigi sebelum tidur. Berbagai cara sudah dilakukan oleh ibunya,
membujuk, memberi pengertian, dan memberi contoh. Tapi anak itu tetap menolak.
Kini, ia mulai menggunakan amukan untuk menolak ‘ritual’ malam hari tersebut.
Malam itu udara sangat panas, si
ibu sudah sangat lelah. Secara mental, ia tidak siap menghadapi tantrum
(ngamuk) anaknya itu. Makin dibujuk anak itu makin keras menangis dan tetap
bersikukuh, “Mau tidur saja, tidak mau sikat gigi!”
Lalu ibu itu menatap wajah anaknya,
betapa mengenaskan. Wajah buah hatinya itu sudah terlihat lelah. Suaranya
serak. Ia merasa amat kasihan, dan ingin memeluknya. Ia ingin membiarkan anak
tidak sikat gigi, lalu cepat beristirahat.
Dalam keadaan hampir frustasi dan
nyaris ingin mengalah, ibu itu ingat tentang pentingnya konsistensi dalam
mendidik anak. Ia pun teringat, sebagai orang tua jangan takut saat menerapkan
konsistensi, mungkin anak akan tantrum untuk adu kekuatan.
Ibu itu menarik nafas panjang dan
hatinya menjadi sedikit ringan dan bertekad untuk tetap konsisten, namun dengan
sikap tenang dan lembut, tanpa ancaman dan kemarahan. Ibu itu pun berkata,
“Sayang, Ummi di sini ya menunggu Ade. Kita hanya akan tidur kalau sudah sikat
gigi. Ummi sudah siapkan buku untuk kita baca sebelum tidur!” kata ibu tersebut
yang sangat tahu kegemaran anaknya, yaitu dibacakan buku.
Selama anak itu menangis, ia dan
suaminya berdiskusi tentang arti penting konsistensi. Tujuannya mereka saling
menguatkan, agar tak cepat menyerah.
Ayah si anak itu membuka sebuah
buku cerita dan membacakannya pada istrinya. Buku itu bercerita tentang buaya
yang sakit gigi karena suka makan permen namun malas sikat gigi.
Anak itu masih menangis tapi
suaranya sudah lebih pelan. Lalu ia bilang, “Ummi aku ingin dipeluk Ummi!”
“Ya ummi juga ingin peluk Ade. Ummi
akan peluk kalau Ade akan tidur, tapi setelah sikat gigi ya!” jawab si ibu
lembut.
Tangisannya mereda lalu mendekat,
“Ummi, aku mau sikat gigi!” katanya. Si ibu pun bernafas lega.
Setelah acara bersih-bersih selesai
dan ke tempat tidur, lalu ibu itu membacakan buku cerita tentang buaya yang
sakit gigi karena suka makan permen namun malas sikat gigi, belum selesai buku
dibaca anak itu sudah tertidur.
Keesokan paginya, anak itu bicara
sama ayahnya, “Abi, masa buaya tidak mau sikat gigi kalau mau tidur!” katanya.
Tentu saja si ibu ingin tertawa mendengar ucapannya. Ia bersyukur malam itu ia
bisa melewati malam itu dengan kesabaran terjaga untuk menjalankan konsistensi
dalam menegakkan aturan serta membiasakan kegiatan positif.
Kisah di atas tentu kerap dialami
para ibu. Godaan untuk melanggar aturan karena tidak tahan dengan amukan anak.
Jika hal itu terjadi, maka selanjutnya anak akan menjadikan ‘amukan’ sebagai
senjata untuk memenuhi keinginannya, menolak yang tak disukainya, dan untuk
mengendalikan orang tua.
Namun jika orang tua konsiten, anak
akan belajar bahwa tidak ada gunanya nangis dan ngamuk, karena hanya akan
membuatnya tak nyaman dan lelah.
Saat anak ngamuk, orang tua bisa
tetap menunjukkan rasa kasih sayang dan rasa respek pada anak. Orang tua hanya
menunjukkan ketidaksetujuan pada sikap anak saja, dan selalu siap menolong anak
untuk tetap konsisten pada aturan yang sudah ditetapkan.
Ida S Widayanti
0 komentar:
Posting Komentar