“Bercanda itu tujuannya untuk menyenangkan teman. Jika kita bercanda, lalu
teman kita merasa tidak nyaman, itu berarti bukan bercanda.” Kalimat itu
berasal dari jurnal pagi seorang anak berusia delapan tahun bernama Feikar yang
duduk di kelas tiga SD. Ibunya yang membaca tulisan anak tersebut cukup
tersentak. Ia tak mengira pemikiran anaknya sudah sejauh itu, bahkan ia sendiri
merasa belum pernah merenungkan makna dan arti bercanda secara mendalam. Banyak
orang dengan alasan bercanda, namun sesungguhnya menyinggung perasaan orang
lain.
Seorang anak lain yang duduk di TK menulis jurnal
dengan menggambar dua lingkaran, yang satu kecil dan yang satunya lagi besar.
Terjadilah dialog antara guru dan anak tersebut.
“Ini gambar apa?”
“Itu kepala aku.”
“Kalau lingkaran yang kecil ini siapa?”
“Itu kepala ayah.”
“Kok kepala ayah lebih kecil dari pada kepala Reyhan?”
“Supaya aku bisa marah sama ayah!”
“Kenapa Reyhan ingin marah sama ayah?”
“Tadi aku ingin pakai sepatu sendiri, tapi belum
selesai, ayah tiba-tiba gendong aku dan dimasukkan ke mobil.”
Guru tersebut mengajak dialog untuk memberi pengertian bahwa jika ia merasa
tidak nyaman dengan apa yang dilakukan ayahnya, ia bisa bicara supaya ayahnya
mengerti. “Mungkin saat itu ayah Reyhan harus segera berangkat ke kantor,
karena ada hal penting untuk dilakukan. Besok pagi jika Reyhan mau memakai
sepatu sendiri, bilang pada ayah dan Reyhan harus bersiap lebih pagi supaya
waktunya cukup untuk Reyhan memakai sepatu sendiri.”
Siang hari ibu guru memberi tahu ayah anak tersebut
dan menyampaikan tentang isi jurnal anak pagi hari itu. Sang ayah berkata bahwa
ia tidak menyangka anaknya marah seperti itu. Ia berkata bahwa ia akan meminta
maaf pada anaknya dan akan selalu bicara sebelum melakukan tindakan pada
anaknya. Dua peristiwa tersebut menunjukkan bahwa menulis jurnal sangat
memberikan manfaat. Hasil penelitian DR. James W. Pennebaker menunjukkan bahwa
kegiatan mencurahkan isi hati (self-disclosure) dapat berpengaruh positif bagi
perasaan, pikiran, dan kesehatan tubuh dalam jangka panjang juga berpotensi
melindungi tubuh dari kerusakan akibat stres yang tersimpan di dalam diri.
Banyak orang yang memahami betapa pentingnya kebiasaan
menulis. Namun tak semua orang melakukannya. Biasanya disebabkan karena menulis
tidak menjadi kebiasaan.
Karena itu, sangat positif jika anak sejak dini dibiasakan menulis mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Pada anak yang lebih besar, menulis memberi kesempatan untuk berpikir secara mendalam.
Karena itu, sangat positif jika anak sejak dini dibiasakan menulis mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Pada anak yang lebih besar, menulis memberi kesempatan untuk berpikir secara mendalam.
Sedangkan pada anak yang lebih kecil, menulis membuat
dia belajar mempresentasikan pengalamannya ke dalam sebuah tulisan. Seorang
ahli pendidikan anak usia dini mengatakan bahwa anak sejak bayi sebaiknya
diberikan pengalaman menulis setiap hari sepanjang tahun. Menggambar, membuat
coretan, adalah bagian dari membuat jurnal harian.
Melalui tulisan kita juga bisa memahami pikiran dan
perasaan anak. Pada kisah pertama, orangtua jadi memahami kedalaman pikiran
anak. Sedangkan pada kisah kedua, melalui tulisan orangtua bisa memperbaiki
hubungan dengan anak.
Ida S Widayanti
0 komentar:
Posting Komentar