Istilah sandiwara digunakan untuk menggambarkan bahwa apa
yang sebenarnya terjadi adalah tidak sungguh-sungguh, tidak serius, dan hanya
bersifat main-main belaka. Akan tetapi kegiatan main-main bukan pada tempatnya
dikaitkan dengan agama. Persoalan politik,hukum, sosial, ekonomi, atau lainnya
bisa saja dimain-mainkan. Tetapi agama
tidak akan bisa dipermainkan dan dijalankan dengan kepura-puraan. Agama selalu
menyangkut hubungan dengan Tuhan. Sementara itu, Tuhan adalah Dzat yang tidak
akan mungkin bisa dimain-mainkan.
Melakukan sesuatu kegiatan terkait dengan Tuhan hanya dengan
cara main-main sama artinya dengan kebodohan. Menganggapnya bahwa Tuhan bisa
diperlakukan seperti itu. Menurut keyakinan Islam, bahwa Tuhan adalah Maha
Melihat, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, atau yang bersifat dhahir
maupun batin atau yang disembunyikan.
Apa saja yang ada dunia ini, sekecil apapun, tanpa terkecuali, tidak ada yang luput dari pengawasan
Tuhan.
Bersandiwara dengan sesama manusia, di bidang politik
misalnya, siapapun bisa melakukannya. Seolah-olah antar pengurus partai politik
tidak sependapat, berbeda pandangan, atau sebaliknya, saling berkompromi atau bersepakat, padahal
sebenarnya di balik itu sebenarnya tidak begitu. Apa yang ditampakkan jauh
berbeda dari apa yang sesungguhnya terjadi, dengan maksud agar menyelamatkan
partai politiknya, misalnya.
Hubungan-hubungan dengan sesama manusia bisa ditampakkan
secara berbeda antara yang lahir dan yang tersembunyi. Itulah sandiwara politik.
Hal itu bisa dilakukan, oleh karena manusia bisa ditipu dan diperdaya. Manusia
tidak bisa melihat apa yang sebenarnya di balik sesuatu yang terjadi. Seseorang yang semula dianggap jujur, amanah, tidak korup dan bahkan ikut
berdiskusi menghujat korupsi, ternyata tidak lama kemudian ditangkap KPK,
terbukti menilap uang negara. Hal semacam itu banyak terjadi di mana-mana.
Anehnya, bersandiwara juga dalam beragama. Siapa yang akan
diajaknya. Apakah mungkin Tuhan percaya dengan sandiwara itu. Sampai di sini,
kita diingatkan oleh hadits nabi yang mengatakan bahwa, nanti di akherat akan
banyak orang mati sahid, ilmuwan, dan
para dermawan masuk neraka. Seseorang dikira mati sahid dan akan masuk surga,
ternyata justru dimasukkan ke neraka. Tuhan tahu bahwa ia ikut berperang hingga
mati sahid agar disebut pahlawan sahid dan bukan ikhlas memenuhi panggilan
Allah. Demikian pula hal yang sama dilakukan oleh ilmuwan dan para dermawan.
Dengan begitu, sandiwara tidak akan bisa dilakukan dalam beragama.
Sekalipun begitu, bersandiwara dalam beragama tetap saja terjadi. Namun, yang diperdaya
atau ditipu sebenarnya hanyalah sesama manusia sendiri. Ada saja orang
menjalankan agama hanya agar diketahui sebagai seorang yang khusuk, dekat
dengan Tuhan, dan mendalam ketaqwaannya. Mereka melakukan hal seperti itu agar
dihormati, dipercaya, atau diposisikan sebagai orang penting dalam kehidupan
keagamaan.
Orang yang digambarkan seperti itu jumlahnya banyak dan ada
di mana-mana. Maka, tidak perlu heran,
tatkala pada suatu ketika, tanpa diduga
sebelumnya, teryata ada orang yang
mengaku dan dikenal beragama, tetapi tidak peduli dengan sesama, terhadap fakir
miskin dan anak yatim, dan bahkan juga melakukan kurupsi. Orang seperti itu,
keberagamaannya hanya sebatas sandiwara. Melakukan sesuatu hanya bersifat
formalitas, agar disebut seorang agamawan. Bersandiwara dalam beragama seperti
itu tidak akan memberi manfaat bagi siapapun, termasuk bagi dirinya sendiri.
Wallahu a’lam.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar