Sejak
belajar di sekolah tingkat dasar, anak-anak sudah diperkenalkan dengan kalimat
yang sedemikian indah, yaitu bahwa bersatu akan teguh dan bercerai berai akan
runtuh. Kalimat itu sedemikian penting dipahami dan bahkan dijiwai sehingga
diajarkan oleh para guru sejak dini. Anak-anak kemudian diajarkan untuk
mengimplementasikan konsep itu lewat berbagai cara.
Untuk
mengajarkan konsep itu, guru menunjukkan berbagai bukti sejarah.
Misalnya, dijelaskan bahwa bangsa ini tatkala masih dijajah oleh Belanda
dan juga Jepang telah melakukan perlawanan untuk meraih kemerdekaan. Tetapi
usaha itu selalu gagal oleh karena mereka itu tidak mampu
bersatu. Perjuangan mereka selalu bersifat kedaerahan dan tidak ada
koordinasi, sehingga mudah dikalahkan.
Dijelaskan
lewat sejarah, berbagai peperangan dahsyat melawan Belanda,
misalnya perang yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol,
Patimura, Hasanuddin, Teungku Umar dan lain-lain, sekalipun dilakukan dengan
segala cara dan sangat gigih, maka tetap kalah. Berbeda dengan itu adalah pihak
musuh, yakni Belanda. Mereka jumlahnya tidak terlalu banyak, tetapi oleh karena
selalu bersatu, dan apalagi menggunakan taktik dan strategi perang serta
memiliki persenjataan yang lebih kuat, maka mereka berhasil bertahan
dan bahkan menang.
Namun
selanjutnya, setelah bangsa ini mampu bersatu lewat berbagai
organisasi, baik yang bersifat politik maupun sosial, sehingga kekuatan
berhasil dikoordinasi, maka akhirnya menjadi menang dan merdeka. Keberhasilan
mengusir penjajah, di antaranya adalah oleh karena bangsa ini mampu bersatu.
Persatuan diyakini sebagai kekuatan yang luar biasa dan harus dinomor
satukan ketika ingin meraih kemenangan.
Contoh
betapa pentingnya persatuan untuk memenangkan perjuangan dan membangun
masyarakat juga ditunjukkan oleh Rasulullah. Ketika nabi mulai
membangun masyarakat Madinah, maka pekerjaan yang dilakukan adalah
mempersatukan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Bahkan Nabi juga membuat
perjanjian dengan kelompok Yahudi dan Nasrani yang dikenal dengan Piagam
Madinah. Lewat persatuan itu, maka Nabi berhasil membangun masyarakat ideal
yang kemudian selalu dijadikan contoh dan dibanggakan oleh kaum muslimin.
Hingga
sekarang ini tidak ada orang yang membantah betapa pentingnya persatuan dan
kesatuan antar sesama umat Islam. Akan tetapi, ternyata untuk membangunnya
tidak mudah. Umat Islam di mana-mana sulit sekali dipersatukan. Ada saja
sebab-sebab yang menjadikan mereka tidak bersatu, mulai dari perbedaan
kelompok, suku, dan bahkan juga madzhab. Untungnya, ada saja
pihak-pihak yang berusaha mempersatukan, sekalipun selalu kandas
atau gagal.
Akhir-akhir
ini saya mengamati bahwa masyarakat kalangan bawah, sudah bosan dengan
perbedaan dan apalagi perpecahan. Banyak saya temui orang-orang kelas
bawah berharap dan bahkan berdoa, mudah-mudahan pelaksanaan
kegiatan ritual, semisal awal dan akhir ramadhan jatuh pada hari yang sama.
Oleh karena itu, ketika awal puasa dan hari raya bersama-sama, mereka menyambut
gembira. Hanya saja, justru para pihak pimpinan umat sendiri yang belum
menyadari atas aspirasi atau keinginan masing-masing umatnya itu.
Rupanya
menyatukan para pimpinan umat jauh lebih sulit dibanding menyatukan umatnya
sendiri. Umat di tingkat bawah menyadari betapa sedih tatkala terjadi
perbedaan hingga membuat antar tetangga dan bahkan keluarga tidak bisa
bersama-sama dalam menjalankan kegiatan ritual. Kebersamaan bagi mereka
dirasakan sebagai keharusan dan bahkan kenikmatan. Perbedaan yang mengganggu
tali persatuan yang semestinya harus diperkukuh, ternyata belum disadari
pentingnya oleh semua tokoh dan atau para elitenya sendiri. Para
pemimpin umat masih menikmati adanya perbedaan itu. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar