Seorang Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana cara
membantu anakku sehingga ia dapat berbakti kepadaku?” Nabi menjawab, “Menerima
usahanya walaupun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak membebaninya dengan
beban yang berat, dan tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya.”
(Riwayat Ahmad)
“Papi, apa bedanya papi dengan sapi?” tanya Zamzam yang
baru berusia tiga tahun pada ayahnya. “Ya, beda dong, Zam. Sapi itu kakinya
empat, kalau papi kan kakinya hanya dua.” Mendengar penjelasan ayahnya, Zamzam
hanya terdiam. “Maksud Zamzam bagaimana?” tanya ayahnya lagi melihat anaknya
diam.
“Iya kalau Papi kan Pa-pi, nah kalau sapi kan Sa-pi,”
ujar Zamzam. Ayah Zamzam kini mengerti anaknya yang sudah mulai senang
memperhatikan huruf itu, menanyakan perbedaan kata papi dan sapi.
“Untung waktu itu aku tidak emosi sehingga tidak
membentaknya, Masa Zamzam tidak tahu, Papi manusia, sedangkan sapi binatang!
Ternyata aku salah,” ujar Papi Zamzam pada sahabatnya.
Kisah di atas memberi pembelajaran tentang pentingnya
bertanya pada anak. Saat terjadi dialog antara orangtua dan anak sering terjadi
perbedaan persepsi. Pikiran dan pengalaman hidup anak jelas berbeda dengan
orang dewasa. Guna memastikan apa yang dimaksud anak, penting untuk mengajukan
pertanyaan.
Bukan hanya dalam hal komunikasi, dalam hal perilaku pun
kerap orangtua keliru menilai anaknya. Ada seorang anak berusia 3,5 tahun
melempar kunci mobil ayahnya ke selokan. Tentu saja anak itu dimarahi oleh ayah
juga ibunya.
Ketika ditanya kemudian, anak itu berkata, “Kalau aku
lempar daun atau kertas cepat sekali jalannya. Tapi kalau batu yang kulempar
tidak bergerak. Nah, aku ingin tahu kalau kunci mobil bagaimana?” ujar si anak.
Si ibu tentu saja tidak mengira bahwa anak lelakinya sedang melakukan percobaan
dan pengamatan. Ia menyesal telah memarahi anaknya.
Bertanya adalah hal sepele, namun sering terlupakan.
Banyak orangtua yang sibuk dengan asumsinya terhadap anak, sehingga tidak
sempat melakukan pengecekan melalui bertanya. Manfaat bertanya sangat banyak,
di antaranya: membangkitkan minat dan rasa ingin tahu, meningkatkan
keterlibatan anak agar aktif dalam kegiatan belajar, menuntun proses berpikir
siswa, dan memusatkan perhatian anak pada satu objek atau hal.
Adakalanya orangtua bertanya hal-hal yang sama dan
berulang setiap hari, seperti: “Sudah makan?”, “Sudah minum susu?”, “Sudah
mengerjakan pe er?”. Dengan bertanya seperti itu dianggapnya masalah anak sudah
selesai. Padahal sesungguhnya pertanyaan yang sama dapat membuat anak bosan.
Ada empat jenis pertanyaan yang disarankan ahli
pendidikan yaitu pertanyaan fakta, konvergen, divergen, dan evaluatif.
Pertanyaan fakta membantu anak mengamati dan mengomunikasikan hasil pengamatan,
seperti apa, di mana, kapan, dan siapa. Pertanyaan konvergen adalah pertanyaan
yang hanya mempunyai satu jawaban benar, namun memerlukan penjelasan, digunakan
dalam memecahkan masalah. Pertanyaan divergen adalah pertanyaan yang mempunyai
jawaban lebih dari satu dan berguna untuk mendorong kemampuan berpikir dan
kreativitas. Sedangkan pertanyaan evaluatif adalah pertanyaan yang meminta anak
dalam membuat dan mengambil keputusan.
Dengan bertanya, orangtua tak saja bisa membantu
meningkatkan kecerdaskan anak, namun juga menghindari kesalahpahaman terhadap
anak.
Ida S Widayati
0 komentar:
Posting Komentar