Gagal Berhaji



Akhir-akhir ini beberapa media massa   memberitakan tentang adanya  sejumlah  orang, ------hingga ribuan,  gagal berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Tentu berita itu mengejutkan banyak pihak. Kementerian Agama yang telah melakukan peningkatan pelayanan haji dari tahun ke tahun ternyata masih kebobolan, yaitu  ada jama’ah yang terlewatkan tidak jadi berangkat.

Namun setelah diklarifikasi, para calon jama’ah haji itu ternyata tidak mendaftar ke pihak-pihak yang kompeten, melainkan ke agen yang belum memiliki ijin resmi penyelenggaraan haji dan  umrah. Padahal  para jama’ah itu telah membayar dengan tarif haji plus kepada  agen yang tidak resmi. Dalam wawancara di televisi beberapa waktu yang lalu,  agen tidak resmi tersebut mengatakan bahwa ijin penyelenggaraannya masih dalam proses penyelesaian,  dan akan memberangkatkan mereka yang mendaftar itu lewat konsorsium dengan agen  resmi, dan ternyata gagal. 

Menjadi jelas, bahwa sebenarnya kesalahan itu bukan bermula dari Kementerian agama,  melainkan dari orang-orang yang  bekerja secara spekulatif. Mereka belum memiliki ijin, tetapi sudah berani menerima pendaftaran dan bahkan setoran biaya haji.  Lebih dari itu, mereka juga sudah mempromosikan perusahaannya itu. Tentu bagi orang yang tidak peduli tentang legalitas perusahaan, didorong semangat menunaikan ibadah haji yang tinggi, akan percaya begitu saja terhadap promosi itu.

Pantas sekali mereka menjadi sangat kecewa  akibat  kegagalannya  berangkat menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Apalagi, masyarakat Indonesia pada umumnya, keberangkatan haji merupakan kebanggaan tersendiri. Untuk menyukurinya, mereka mengundang para keluarga, tetangga, dan kenalan lainnya.  Pamitan berhaji kepada mereka itu adalah hal yang dianggap  harus dilakukan. Oleh karena itu  datangnya berita gagal berangkat secara mendadak akan sangat menyakitkan.

Kenyataan seperti ini harus menjadi pelajaran berharga, baik bagi kementerian agama, parlemen,  maupun masyarakat pada umumnya. Bagi kementerian agama perlu lebih selektif dalam memberikan ijin. Ternyata terdapat pihak-pihak yang tidak memiliki inegritas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka lebih mengedepankan keuntungan pribadi daripada memperhatikan resiko dan atau kekecewaan orang lain. Pihak-pihak seperti ini,  manakala diberi kepercayaan  belum tentu amanah.

Bagi parlemen tidak perlu tergesa-gesa mengubah  regulasi penyelenggaraan haji yang  selama ini telah berjalan.  Tanpa mengabaikan  kekurangan dan kelebihannya, pelayanan haji oleh pemerintah  sudah semakin baik. Pelayanan yang bersifat umum kepada masyartakat, apalagi yang memiliki peluang  bisnis tinggi, seperti penyelenggaraan haji, harus ditangani oleh pemerintah. Problem haji yang tergolong serius ternyata bukan berada di ranah pemerintah, melainkan tatkala kegiatan itu justru ditangani oleh pihak swasta.

Sedangkan bagi masyarakat, bahwa berita tentang kegagalan berangkat haji yang dialami oleh  tidak sedikit calon jama’ah  harus menjadi pelajaran bahwa tidak semua agen penyelenggara haji telah memiliki ijin resmi dari pemerintah. Oleh karena itu, tatkala mendaftar haji di luar pemerintah atau haji plus harus benar-benar berhati-hati. Agen penyelenggaraan haji yang tidak mampu menunjukkan  surat ijin resmi  dari pemerintah tidak perlu dipercaya.

Akhir-akhir ini untuk bisa berangkat haji  harus antri panjang. Keadaan yang tidak menyenangkan seperti itu bukan merupakan kebijakan  pemerintah Indonesia, melainkan adanya pembatasan kuota yang ditetapkan oleh  pemerintah Saudi Arabia  terhadap masing-masing negara yang harus diikuti  dan ditaati. Pemerintah Indonesia tidak akan bisa menentukan sendiri jumlah kuota itu sebagaimana yang dihendaki. Antrian panjang  yang terjadi  seperti sekarang ini tidak akan bisa dihindari. Sabar dan ikhlas menunggu giliran memang seharusnya menjadi bekal tambahan selain berupa uang yang harus disetor sejumlah  yang telah ditentukan. Wallahu a’lam.  


Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar