Format Pendidikan Islam



Sementara ini madarash, pondok pesantren, perguruan tinggi Islam, disebut sebagai lembaga pendidikan Islam. Demian pula pelajaran fiqh, tauhid, akhlak, tasawwuf, tarekh dan bahasa arab dipandang sebagai pelajaran agama Islam. Oleh karena itu,  tatkala seseorang ingin belajar agama, maka mereka datang ke lembaga pendidikan itu. Begitu pula tatkala belajar agama, maka mereka akan belajar fiqh, tauhid, akhlak dan lain–lainnya.

Sementara orang sudah puas dengan rumusan itu, tetapi ada saja yang mempertanyakan kembali. Apakah benar dengan belajar di madrasah, pondok pesantren, perguruan tinggi Islam dan demikian pula telah belajar ilmu tauhid, fiqh, akhlak dan tasawwuf sudah berhasil menjadi sosok seorang muslim yang memang dicita-citakan. Rumusan itu sudah dianggap baku, tetapi masih ada  sementara orang  yang merasa belum puas. Mereka mengatakan bahwa Islam adalah rakhmatan lil alamien. Seharusnya dengan Islam maka seseorang atau masyarakat harus lebih maju, lebih unggul, dan selalu di atas dari komunitas lainnya.

Harapan mereka yang menginginkan seorang  dan atau masyarakat muslim lebih maju, beralasan bahwa Islam  memiliki pedoman yang langung diturunkan dari Allah, yaitu berupa Al Qur’an. Kitab suci ini adalah kumpulan wahyu yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Siapapun yang berpegang pada ajaran ini,  maka dijamin akan selamat, baik di dunia dan di akherat. Selain itu, umat Islam diberikan sebuah  model kehidupan seseorang yang ideal, yaitu kehidupan rasul-Nya, Muhammad saw. 

Atas dasar pandangan tersebut, mestinya umat Islam menjadi maju, unggul hingga menjadi tauladan bagi umat lainnya. Siapapun yang menjadi pemeluk Islam bukan karena disuruh, dipaksa-paksa, tetapi atas dasar panggilan  keindahan ajaran Islam itu sendiri. Islam mengajarkan tentang hidup yang kaya ilmu, menjadi manusia berkualitas, mampu membangun  tatanan sosial yang adil, secara istiqomah  menjalankan kegiatan ritual untuk memperkukuh spiritual,  dan selalu bekerja secara profesional atau beramal saleh.

Harapam yang amat ideal itu rupanya belum menjadi kenyataan. Di sana-sini ummat Islam, baik pada lingkup lokal maupun internasional masih belum meraih sebagaimana yang diidealkan itu. Bahkan, tidak sedikit, dari  skala pribadi, kelompok atau lainnya yang lebih luas, yang masih mengalami tertinggal, baik pada bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, politik, sosial dan  lain-lain. Masih sering dikabarkan, bahwa sementara masyarakat Islam  menderita kemiskinan, berpendidikan rendah, kesehatan  kurang terawat, dan seterusnya.

Untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat Islam, cara terbaik adalah melalui pendidikan. Persoalannya adalah pendidikan seperti apa yang harus dikembangkan oleh ummat Islam. Keberadaan pondok pesantren, madrasah dan lembaga pendidikan  tinggi Islam sebenarnya sudah memberikan sumbangan besar dalam meningkatkan kualitas umat Islam.  Namun, terasa sekali,  masih perlu upaya-upaya peningkatan kualitatif, baik terkait dengankelembagaan, budaya,  isi kurikulum, metodologi, leadership,  maupun manajerialnya.

Pada akhir-akhir  ini mulai  ada pihak-pihak yang  melakukan upaya-upaya merumuskan konsep pendidikan Islam yang lebih bersifat holistik, yaitu pendidikan Islam yang tidak sebatas menekankan pada aspek rirual, melainkan menyentuh seluruh aspek kehidupan hingga menyeluruh sebagaimana pesan al Qur’an dan hadits nabi sendiri. Pendidikan Islam yang digambarkan ideal itu diharapkan  mampu mengantarkan para siswanya menjadi manusia unggul secara substantif, dan bukan  hanya memenuhi kriteria yang bersifat kondisional dan temporal.

Adapun yang dimaksudkan  kriteria yang bersifat kondisional dan temporal misalnya, bahwa madrasah disebut unggul manakala para lulusannya berhasil diterima di perguruan tinggi ternama, baik di dalam negeri maupun  di luar negeri. Keunggulan perguruan tinggi dimaksud juga hanya diukur dari mudahnya para lulusannya mendapatkan lapangan pekerjaan dengan imbalan besar. Padahal visi, misi dan orientasi pendidikan Islam  tidak sebatas itu, melainkan mengedepankan semua aspek kehidupan, baik yang terkait dengan  kehidupan spiritual dan akhlak, intelektual, emosional,  sosial, profesional, dan lain-lain. Semjua aspek itu  harus ditumbuh-kembangkan secara bersama-sama dan seimbang.

Jika demikian itu halnya, pendidikan Islam tidak cukup hanya dipahami sebagai  konsep yang  merupakan ramuan dari beberapa model pendidikan yang selama ini ada. Misalnya, sebatas mengambil  konsep dari  barat lalu  kemudian melengkapinya dengan pikiran-pikiran yang dianggap sebagai bersumber dari ajaran Islam.  Melalui  proses seperti itu kemudian muncul pelajaran agama pada sekolah umum, atau dikembangkan lembaga pendidikan Islam yang di sana diajarkan ilmu agama dalam jumlah lebih banyak. Hal demikian itu,  bisa jadi,  ruh atau visi pendidikan Islam yang  sebenarnya tidak  tertangkap secara jelas. Akibatnya, pendidikan Islam  dimaksud tidak akan mampu melahirkan lulusan yang dianggap ideal sebagaimana yang diharapkan  selama ini.

Untuk itulah perlu dicari jalan ke luar  dan atau dicarikan format yang benar-benar mengikuti petunjuk al Qur’an dan hadits nabi. Tentu format itu seharusnya disesuaikan dengan perkembangan zaman,  baik saat ini maupun yang akan datang. Sebagai misal, konsep  manusia ideal yang akan dibangun lewat pendidikan Islam,  sebagaimana ditunjukkan dalam al Qur’an,  salah satunya adalah disebut  ulul al baab. Seseorang disebut sebagai ulul al baab adalah orang yang selalu ingat Allah, memikirkan ciptaan Allah baik di langit maupun di bumi, dan selalu yakin bahwa seluruh ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia. Sementara lainnya adalah b ahwa pendidikan itu meliputi kegiatan tilawah, tazkiyah, taklim kitab suci dan hikmah. Manakala prinsip-prinsip itu kemudian dikembangkan dalam menyusun konsep pendidikan Islam,  maka Insya Allah  akan ditemukan gambaran atau format pendidikan Islam  yang ideal,  yang selama ini dicari dan ditunggu kehadirannya. Wallahu a’lam 

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar