Setelah perubahan STAIN Malang dan
beberapa IAIN menjadi UIN mulai bisa dilihat hasilnya, maka banyak pimpinan PTAIN lainnya yang juga
menghendaki perubahan yang sama. Akan tetapi rupanya, keinginan itu tidak
segera ditindak-lanjuti oleh karena adanya hambatan psikologis. Mereka mengira
bahwa perubahan itu tidak mungkin dilakukan, oleh karena beberapa alasan.
Secara konseptual, ------kecuali beberapa saja,
pimpinan IAIN dan dan bahkan STAIN sangat menginginkan adanya perubahan itu.
Mereka memahami bahwa ajaran Islam yang bersifat universal tidak akan mampu
diwadahi dalam lembaga pendidikan tinggi berupa institut dan apalagi
sekolah tinggi. Islam tidak lagi dipandang cukup dipahami
dari aspek syari’ah, tarbiyah, ushuluddin, dakwah dan adab. Ajaran yang dibawa
oleh Nabi Muhammad dianggap meliputi wilayah kajian yang luas, yaitu
seluas kehidupan itu sendiri.
Hambatan psikologis itu misalnya, mereka khawatir
kalah bersaing dengan lembaga pendidikan tinggi yang sudah lama
berkembang dan maju. Selalu
saja, saya mendapatkan pertanyaan misalnya, bagaimana bersaing dan
menang dengan ITB, UI, UGM, UNAIR, IPB dan lain-lain tatkala STAIN dan IAIN
berubah menjadi UIN. Mungkin mereka mengira bahwa setelah menjadi UIN maka
harus segera bersaing dan menang dengan perguruan tinggi yang sudah mapan itu.
Pertanyaan itu selalu saya jawab, bahwa agar tidak kalah, maka tidak perlu
bersaing dengan perguruan tinggi manapun.
Para pimpinan perguruan tinggi itu rupanya lupa bahwa
memang selayaknya perguruan tinggi yang masih muda, ------apalagi baru
lahir, tidak perlu memposisikan diri sebagai pesaing terhadap yang
besar. Perguruan tinggi yang besar semestinya justru dijadikan sebagai
pembimbingnya. Mereka rupanya
juga lupa bahwa di antara perguruan tinggi negeri yang sudah ada sebelumnya
juga masih ada yang berukuran kecil, baik yang ada di Jawa dan apalagi di luar
Jawa. Perguruan tinggi-perguruan tinggi kecil itu juga tidak merasa kalah
dan tersaingi oleh perguruan tinggi besar. Mereka tidak ingin
bersaing, apalagi harus mengalahkan, melainkan ingin menjadi besar
sebagaimana perguruan tinggi besar yang sudah ada sebelumnya.
Alasan lainnya, dengan perubahan menjadi UIN, mereka
khawatir ilmu agama yang telah lama dikembangkan menjadi merosot dan bahkan
hilang. Mereka rupanya mengira bahwa
hanya karena menyandang nama fakultas dan atau jurusan yang
berbahasa Arab, seperti tarbiyah, ushuluddin, dakwah, syari’ah dan adab, maka
kualitas pengetahuan ke-Islaman para mahasiswa dan alumninya sudah
secara otomatis berhasil dipertahankan. Padahal, tidak selalu
demikian. Sejak Madrasah Aliyah berubah menjadi sekolah umum yang berciri khas
agama, maka kemampuan lulusan siswa madrasah itu, ------apalagi kemampuan
berbahasa Arab, menjadi kurang memuaskan. Calon mahasiswa yang pada umumnya
berasal dari Madrasah Aliyah seperti itu, sekalipun setiap hari diajari ilmu
tafsir, hadits, fiqh dan lain-lain, maka tidak akan meraih prestasi
sebagaimana yang diinginkan. Mungkin keadaan seperti itu, pada saatnya perlu
dilihat secara saksama.
Perubahan menjadi UIN, semestinya justru
dijadikan sebagai momentum untuk mengubah seluruh aspeknya, baik terkait dengan
sistem, kurikulum, kultur akademik, termasuk format kelembagaannya. Misalnya, setelah menjadi
universitas, maka kampusnya dilengkapi dengan asrama atau ma’had. Selain
itu, perubahan itu mestinya juga dijadikan kekuatan untuk membangun
cita-cita, atau visi, misi, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai atau mindset
seluruh warga kampusnya. Bermodalkan semua itu maka peningkatan kualitas,
--------tidak terkecuali, menyangkut wawasan keber-Islamannya
lebih ditumbuh-kembangkan.
Memang perlu diakui bahwa, hambatan perubahan
itu tidak saja bersifat piskologis, melainkan masih banyak lagi lainnya,
termasuk birokrasi yang tidak mudah dihadapi. Akan tetapi, manakala semangat perubahan itu
tetap menyala dan usaha-usaha itu tetap dilakukan, maka di alam demokrasi
seperti sekarang ini, tidak mustahil suatu saat akan menemukan jalan keluarnya.
Melalui pendidikan Islam yang maju dan berkualitas, saya berkeyakinan, bangsa
ini akan meraih apa yang dicita-citakan, yaitu menjadi masyarakat yang adil,
makmur, dan damai. Wallahu a’lam
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar