Pemimpin, Diikuti atau Disuruh?



Pemimpin merupakan seseorang yang memiliki otoritas untuk diikuti perintahnya, diakui kewibawaannya, dan dijadikan pedoman, anutan, serta dipercaya. Pemimpin biasanya disegani, dihormati dan juga dituakan.

Pemimpin ada yang bersifat formal dan ada lagi yang bersifat informal. Pemimpin formal adalah mereka yang diangkat sebagai pemimpin atas dasar surat keputusan yang dibuat pejabat lebih atas. Sedang pemimpin informal adalah kepemimpinan yang didasarkan atas pengakuan dari mereka yang dipimpin.

Dulu, pemimpin memiliki dua kekuatan, yaitu diangkat secara resmi dan diakui sepenuhnya oleh masyarakat yang dipimpin. Pemimpin seperti ini menjadi benar-benar berwibawa dan dicintai oleh mereka yang dipimpin, karena yang bersangkutan memiliki kelebihan, dan kelebihannya itu digunakan untuk mengayomi masyarakat.

Orang yang menyandang peran seperti itu dianggap sebagai pejabat sekaligus pemimpin. Namun, rupanya akhir-akhir ini  sosok seperti itu sudah semakin langka. Keberadaannya digantikan oleh pejabat politik.  Sebutan sebagai pejabat politik ternyata menjadi tidak selalu dipandang sebagai pemimpin yang sebenarnya. Mereka sekedar menjadi pejabat. Apalagi,  jabatan itu diperoleh dari hasil transaksi dengan para pemilihnya.

Pejabat politik hanya diikuti sesuai dengan aturan, sifatnya formal dan bahkan kebablasan menjadi formalitas. Semuanya serba semu. Bahkan komunikasi, penghormatan, dan juga loyalitas yang diberikan juga hanya sebatas seolah-olah. Penghormatan dan juga loyalitas para bawahannya  juga tidak sepenuh hati, dan atau sekedar kepura-puraan belaka.

Pejabat seperti itu tidak selalu diikuti,  bahkan lebih rendah dari itu, juga  ditagih janjinya dan bahkan juga disuruh-suruh. Manakala pelayanan publik  tidak beres, misalnya terdapat jalan berlubang-lubang, air  dan listrik  bermasalah, sekolahan ambruk dan lain-lain, maka pejabat akan ditagih dan disuruh segera turun tangan. Apalagi saat sekarang ini, komunikasi  kepada pejabat bisa disampaikan lewat HP. Artinya, pejabat bisa sekedar disuruh-suruh. 

Dalam keadaan seperti itu, pejabat  memang berbeda dari pemimpin.  Seorang pejabat akan benar-benar menjadi pengabdi kepada masyarakat. Atas dasar  jenis tugas-tugasnya seperti itu, maka pejabat tidak selalu  memiliki kewibawaan,  dan  apalagi,   ketika yang bersangkutan melakukan kesalahan, mereka  bisa segera ditegur, dikritik,  dan juga didemo beramai-ramai.

Masyarakat manapun  sebenarnya tidak saja membutuhkan pejabat tetapi juga pemimpin. Para pemimpin itu berperan sebagai panutan, contoh, teladan, baik lewat ucapan maupun  tindakannya. Banyak orang bisa menjadi pejabat, tetapi bukan pemimpin. Pejabat bertugas melayani rakyat, termasuk  pelayanan yang  bersifat teknis. Akhir-akhir ini, banyak  orang sekedar memilih pejabat dan bukan pemimpin. Akibatnya,  masyarakat yang dimaksud tidak memiliki pemimpin, tetapi sekedar pejabat, yang keberadaannya sekedar disuruh-suruh.



Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar