Ini kisah nyata yang disampaikan
oleh seorang teman melalui pesan singkat (SMS), “Saudaraku punya anak anjing
dan ayam jago. Si anjing selalu ketakutan bila ayam jantan mematuknya. Lucu.
Karena ketika si anjing kemudian dewasa dan berukuran jauh lebih besar, ia
tetap takut pada si ayam. Padahal sebagai anjing, cukup dengan menggeram, ayam
pasti lari. Suatu saat si anjing diikat agar tak berkeliaran. Hal ini membuat
si ayam kembali usil dengan mematuknya. Si anjing terkaing-kaing ketakutan
karena tidak bisa lari. Tapi si ayam malah semakin bersemangat mematuk. Di
puncak ketakutannya, akhirnya potensinya sebagai anjing keluar. Refleks, dengan
gerakan cepat ia mengigit. Sekejap, tapi cukup untuk membuat si ayam jago
mati.”
SMS tersebut membuat saya merenung
cukup lama. Ada dua hal penting dan menarik menurut saya dari kisah tersebut.
Pertama soal ‘ketakutan’. Anjing tersebut hidup dalam ketakutan di masa lalunya
yaitu saat tubuhnya lebih kecil dari ayam dan ia sering dipatuk ayam. Ketakutan
itu begitu mencengkeram dirinya, hingga ketika badannya lebih besar pun ia
menganggap ayam lebih hebat dari dirinya, dan cukup membuatnya ketakutan.
Yang kedua tentang ‘krisis’ atau
‘situasi kritis’. Potensi anjing baru muncul sebagai hewan bertaring dan
mempunyai kekuatan, di saat ketakutan yang luar biasa yaitu ia dalam keadaan
terikat dan tak bisa melarikan diri. Andai anjing tidak dalam terikat mungkin
ia akan berlari dan tetap menganggap ayam lebih kuat dari dirinya yang lemah.
Belajar dari kisah di atas, ada
baiknya kita merefleksikan diri. Apakah ada ketakutan yang mungkin tidak kita
sadari menyelimuti pikiran kita. Rasa takut itu bisa berasal dari masa lalu
kita, yang membuat kita ragu untuk melangkah bahkan melakukan sebuah lompatan
atau kemajuan. Yang selanjutnya adalah adalah kesadaran bahwa selalu dibutuhkan
ujian-ujian atau situasi sulit untuk membuat kemampuan kita muncul. Seperti
dalam kisah di atas, anjing baru muncul jatidirinya sebagai hewan bertaring dan
mempunyai kekuatan, di saat ketakutan yang luar biasa yaitu ia dalam keadaan
terikat dan tak bisa melarikan diri.
Saya pernah punya pengalaman yang
berkaitan dengan kisah di atas. Sejak kecil saya selalu merasa ketakutan untuk
berbicara di forum atau di depan orang banyak. Setiap berbicara selalu demam
panggung: suara tidak keluar dan berkeringat dingin. Sampai pada saat mahasiswa
saya harus presentasi. Awalnya benar-benar menjadi beban berat bagi saya, namun
akhirnya saya berhasil mengusir ketakutan berbicara.
Ternyata dengan banyaknya buku yang
saya baca, banyak hal yang bisa saya sampaikan baik itu pada kegiatan
organisasi kemahasiswaan maupun keagamaan. Dan betapa kagetnya ketika ada suatu
masa dimana saya diundang di seminar atau bedah buku dan mendapatkan amplop
dari aktivitas berbicara saya. Sungguh kebahagiaan yang tak terkira bukan
semata karena rupiahnya namun bahwa saya dianggap cukup bernilai dan berharga
untuk berbicara, yang sebelumnya saya anggap sebagai hal yang menakutkan.
Menghadapi tahun 2011 ada baiknya
kita mengevaluasi masih adakah ketakutan-ketakutan yang menghambat pikiran,
langkah, dan kemajuan kita? Jangan sampai ada hal yang sesungguhnya tak perlu
kita takutkan –karena sesungguhnya kita telah mampu mengatasinya- namun tetap
mengendala langkah kita. Selanjutnya berbahagia dan bergairahlah tatkala
krisis, masalah, atau ujian datang, karena hal itulah yang justru kerap emngeluarkan
potensi terpendam dan ‘powerfull’ yang kita miliki. Sesungguhnya kesuksesan
ditentukan oleh kemampuan kita mengatasi berbagai ketakutan dan kesiapan
menghadapi berbagai kesulitan. Selamat menyambut tahun baru dengan semangat
baru.
0 komentar:
Posting Komentar