Kompetisi di Usia Dini



Nadira kecil sudah seminggu tak mau sekolah. Sang ibu tak mau memaksanya, meski alasan yang dikemukakan Nadira terkesan mengada-ada. Kadang Nadira bilang sakit gigi, kaki, dan kepala. Sang ibu membiarkannya melewati hari-harinya di rumah, bermain dengan adik kecilnya, atau bermain dengan kawan-kawan.
Memasuki minggu kedua, dengan nada memelas Nadira yang sekolah di TK B itu bilang, “Ibu, bolehkah aku tidak sekolah lagi?”
Tentu saja, sang ibu tak langsung menjawab “ya” atau “tidak”. Baginya, kemampuan dia menyampaikan keinginannya dengan kalimat dan cara yang benar, juga merupakan prestasi penting yang patut diapresiasi. Namun, sang ibu ingin tahu penyebab anaknya mogok sekolah. Dengan hati-hati si ibu bertanya.
Ternyata, Nadira enggan masuk sekolah karena di kelasnya ada satu teman yang selalu mendapat bintang, sedangkan dia kadang-kadang saja, bahkan boleh dikatakan jarang sekali memperoleh bintang. Rupanya Nadira merasa sedang berkompetisi, dan dia tidak selalu menang. ”Dia pun belum siap ‘kalah’, serta tak tahu bagaimana menyikapi kekalahan,” demikian ujar sang ibu.
Kompetisi atau lomba memang marak di masyarakat kita dewasa ini. Dari mulai lomba foto Balita, lomba menggambar dan mewarnai, lomba nyanyi dan menari, dan masih banyak lagi.
Seorang pakar dari Amerika Serikat, Lilian Katz, PhD, mantan presiden National Association for the Education of Young Children (NAEYC), mengatakan bahwa pendidikan di Barat justru sudah lama meninggalkan cara-cara kompetisi yang cenderung membuat anak egois. Menurutnya, Barat kini belajar dari Timur yang lebih mengedepankan dan menumbuhkan sifat gotong-royong dan kerjasama positif. Tapi kemudian mereka menjadi kaget karena di Timur –khususnya Indonesia- yang terjadi malah sebaliknya meninggalkan gotong-royong dan menggalakan beraneka lomba.
Sedangkan Dr Pamela Phelps, Direktur Creative School Florida, sangat tidak menganjurkan lomba di anak usia dini. Menurutnya, dunia menjadi sangat kompetitif karena lomba diajarkan sejak dini. Padahal, untuk menjaga keberlangsungan dunia diperlukan sifat kerjasama saling mendukung dan melindungi, bukan dengan saling mengalahkan. Banyak dampak buruk dari perlombaan untuk anak usia dini. Hanya sedikit anak yang mendapat predikat juara dan merasa hebat, namun mematikan sebagian besar anak lainnya. Anak bisa kehilangan rasa percaya diri, merasa tidak mampu, dan kemungkinan ia memiliki kosep diri yang negatif.
Ada banyak area yang harus dibangun pada diri anak, baik itu kognisi, bahasa, sosial, afeksi, fisik, estetika, matematika, dan spasial. Setiap anak berbeda pada bagian mana yang paling menonjol. Jika anak danggap hebat atau diberi bintang hanya untuk area tertentu, sangatlah tidak mewakili. Penting bagi anak, untuk merasa mampu dalam banyak hal. Hal itu akan menentukan kesuksesannya di masa datang. Jangan sampai banyak potensi yang terpangkas hanya karena lomba-lomba sederhana yang ia ikuti di usia dini. 

Oleh Ida S. Widayanti


0 komentar:

Posting Komentar