Mama Tinggal, Nih!



Karena suaminya sangat sibuk, seorang ibu rumah tangga begitu kerepotan mengurus ketiga anaknya. Di saat libur, si ayah pun sudah kelelahan, ia ingin beristirahat di rumah tanpa diganggu anak-anaknya. Sehingga anak-anak pun hanya dekat dengan ibunya.
Si ibu yang sejak kecil dimanja dan terbiasa hidup senang merasa bingung mengurus ketiga anaknya yang masih kecil-kecil dan sangat bergantung padanya. Tinggal di ibu kota, jauh dari orangtua, dan pengasuh yang sering keluar-masuk, membuatnya sering mengalami tekanan.
Seiring berjalannya waktu, si ibu menemukan cara ampuh dalam mendidik anak-anaknya, khususnya dalam hal kedisiplinan. Ketika anak-anaknya tak mau berhenti main air, ia cukup berkata, “Kalau main air terus, Mama tinggal, nih!” Mendengar hal itu serta merta anak-anaknya mengakhiri kegiatannya. Demikian juga saat ia merasa pening mendengar tangisan anaknya, maka spontanitas berkata, “Sudah jangan menangis! Kalau nangis terus Mama tinggal, ya!” Lalu anak-anaknya pun berusaha sekuat tenaga menghentikan tangisnya.
Untuk memberikan ‘shock theraphy,’ ibu tersebut memang pernah meninggalkan anak-anaknya yang dikunci di dalam rumah karena tidak mengikuti kata-katanya. Senjata tersebut menurutnya ampuh dan anak-anaknya menjadi kapok. Di saat berkunjung ke rumah orang lain, atau sedang dalam keramaian, dan ia khawatir anaknya terlihat tidak tertib, maka ancaman ‘akan meninggalkan’ mereka sangat manjur.
Tahun mulai berganti. Anak sulung ibu tersebut, sebut saja namanya Putri, sudah menginjak remaja dan memiliki teman dekat seorang pria yang sudah cukup dewasa. Melihat Putri, si gadis remaja yang sangat bergantung, temannya itu mulai memanfaatkan kesempatan. Sedikit saja mengancam putus, maka serta merta Putri akan menuruti segala keinginan kekasihnya itu. Hingga suatu hari, Putri diajak melakukan hal yang terlarang. Tentu saja Putri menolak. Namun pria itu berkata, “Kalau kamu tidak mau, aku tinggal ya. Kita putus saja!”
Kalimat itu begitu menakutkan Putri. Tanpa disadari ancaman-ancaman akan ditinggal yang ia terima sejak kecil sangat memengaruhi dirinya. Ia seakan lumpuh dan pasrah, meski hati kecilnya berontak.
Kisah di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa mendidik anak dengan ancaman dapat menimbulkan dampak negatif. Alyson Schafer dalam bukunya “Honey, I Wrecked The Kids” mengatakan, bahwa saat kita sering memaksa anak, menurutnya hal itu secara tidak sengaja mengajarkan anak untuk mengabaikan suara hatinya dengan mengatakan “Tidak!” Sehingga saat dewasa ia cenderung tak mampu menolak. Menurut hasil penelitiannya banyak anak terkena kekerasan seksual atau narkoba adalah anak-anak yang tampak baik dan patuh. Kepatuhan mutlak karena ancaman, ternyata berdampak negatif. Anak juga menjadi patuh pada teman-temannya yang mengancam meskipun salah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Anak berasal dari usahanya (orangtua)” (Riwayat Abu Dawud). Jika anak dididik oleh orangtua dengan ancaman, maka dengan ancaman pula yang akan mengendalikan dirinya. Namun, jika anak dibesarkan dengan pengertian dan penjelasan, maka ia akan menjalani kehidupan ini dengan pemahaman dan pemaknaan yang dalam.
Semoga kita termasuk orangtua yang dilimpahkan kesabaran dan keikhlasan oleh Allah Ta’ala dalam mendidik buah hati kita. 

Oleh Ida S Widayanti

0 komentar:

Posting Komentar