Manusia dan Sentuhan



Pada abad ke-13, Raja Jerman bernama Frederick II memerintahkan untuk mengambil 50 bayi dari ibunya. Sang Raja ingin tahu jika bayi-bayi manusia tidak diasuh dan diajak berbicara, bahasa seperti apa yang akan mereka gunakan. Bayi-bayi tersebut hanya diberi susu dan dimandikan seperlunya, lalu ditinggal di tempat tidur. Sang Raja ternyata tidak pernah menemukan jawaban, karena semua bayi tersebut akhirnya meninggal satu per satu.
Kisah tersebut ditulis oleh Frances M. Carlson dalam bukunya Essencial Touch. Frances adalah orang yang begitu merasakan pentingnya sentuhan dalam kehidupannya. Ada beberapa peristiwa yang membuat ia merasa begitu nyaman dan merasa dicintai.
Pertama, ketika ia berusia empat tahun berada di pangkuan ibunya dalam balutan selimut. Kedua, ketika sedang melahirkan anaknya, seorang perawat terus-menerus memegang tangannya. Ketiga, saat saudara perempuannya yang sangat dicintainya meninggal, seorang kerabatnya memberikan pelukan tanpa kata.
Ia pun terobsesi untuk meneliti tentang sentuhan. Hasilnya, menunjukkan betapa sentuhan sangat penting bagi manusia, bahkan sejak awal kehidupannya. Ketika di dalam rahim, janin tumbuh dan berkembang karena sentuhan (kontraksi) uterus. Ketika ibu hamil tenang, maka sentuhan uterus pada janinnya akan lembut dan membentuk karakter yang lembut pula. Namun, jika ibu sering merasa tegang, emosional, dan meledak-ledak, maka sentuhan uterus pada janin pun menjadi kasar, sehingga karakter anaknya pun kelak cenderung menjadi keras.
Risetnya terus dilakukan. Bayi prematur ternyata jauh lebih baik dimasukkan ke dalam baju ibunya sehingga sentuhan dan kehangatan sang ibu dirasakan bayinya, daripada dimasukkan ke dalam incubator.
Penelitian lain menunjukkan bahwa bayi yang dibesarkan di penjara dengan fasilitas yang sangat terbatas namun dirawat dan sering dipeluk oleh ibunya, ternyata hidupnya lebih sehat ketimbang bayi yang dirawat di rumah sakit yang higienis namun jarang mendapat pelukan oleh pengasuhnya.
Mengapa sentuhan teramat penting? Sebab, saat seseorang mendapat sentuhan (skin to skin contact) seperti diusap, dipijat, dipeluk, atau dicium, maka akan memicu produksi oksitosin, serotonin, dopamine yaitu hormone dan neurotransmitter yang menimbulkan efek rasa aman, nyaman, mengurangi rasa takut, dan membantu perkembangkan otak.
Dalam keadaan marah, cortisol (hormon stres) dalam darah akan meningkat sehingga dapat merusak otak pusat memori. Dengan memberi sentuhan seperti memeluk, menggendong, atau menciumnya, maka produksi oksitoksin akan meningkat dan dapat menekan kadar cortisol sehingga ia akan tenang dan dapat berpikir dengan baik.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam (SAW) dikenal sebagai sosok yang kerap menggendong dan mencium cucu-cucunya. Diriwayatkan oleh Aisyah, “Pada suatu hari Rasulullah SAW mencium Hassan dan Hussein. Saat itu, Aqra bin Habis sedang berada di rumah beliau. Aqra berkata, ‘Ya Rasulullah! Aku mempunyai 10 orang anak, tapi belum pernah mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah berkata, “Siapa yang tidak mengasihi tidak akan dikasihi.” (Riwayat Bukhari & Muslim).
Ketika anak Anda marah, menangis, atau bahkan mengamuk, apa yang Anda lakukan? Menceramahi atau menasihatinya? Hal itu tentu tidak akan ada artinya karena otak pusat berpikirnya tidak akan berfungsi. Mendekap mereka, akan jauh lebih bermanfaat, karena sentuhan akan mengurangi hormon stresnya.

Ida S Widayanti

0 komentar:

Posting Komentar