Di
antara 12 bulan dalam satu tahun, ada satu bulan yang istimewa, yaitu Bulan
Ramadhan. Disadari
atau tidak, sejak dua bulan sebelumnya, kita berdoa, agar
umur kita sampai hingga bulan Ramadhan. Doa itu diucapkan setiap
selesai shalat, untuk mendapatkan berkah di Bulan Rajab Sya’ban, dan agar
dipanjangkan umur hingga bulan Ramadhan.
Lewat doa itu, terbayang seakan-akan ada
kekhawatiran bahwa umur kita tidak akan nyampai pada bulan mulia
itu. Selain itu, juga terbayang sedemikian indah diu bulan itu. Ternyata, doa
itu dikabulkan. Hari ini, kita telah memasuki bulan istimewa dan mulia,
ialah Bulan Ramadhan. Bulan yang penuh rakhmat, ampunan, dan dijauhkan dari
api neraka.
Di
bulan Ramadhan ini, sedemikian mudah mendengarkan suara ayat-ayat suci al
Qur’an, tasbih, tahlil, dan tahmid.
Begitu pula, tempat ibadah sedemikian indah. Di tempat itu
semakin banyak didatangi oleh jama’ah. Orang yang semula dengan
berbagai alasan tidak selalu mendatangi suara adzan, maka di bulan Puasa
orang berubah, menjadi segera meninggalkan aktivitasnya, datang ke tempat
asal suara itu dikumandangkan.
Keindahan lainnya, orang yang
semula suka bergunjing, berbohong, menyusun strategi menjatuhkan dan atau
mengalahkan temannya sendiri, bahkan juga korupsi, maka di bulan Ramadhan
kegiatan yang tidak terpuji itu berhenti. Kedamaian, kejujuran, ketulusan, keikhlasan,
terasa di mana-mana pada bulan Ramadhan.
Pada
bulan ramadhan, orang juga berubah menjadi suka memberi dan atau
berderma.
Pada saat berbuka puasa, di masjid-masjid menjadi banyak orang datang membawa
makanan untuk berbuka puasa. Di bulan itu ada perasaan suka memberi dan
berusaha meringankan beban orang lain, siapapun orangnya dan tidak harus
memilih. Memasuki bulan Ramadhan, maka hati dan pikiran terasa menjadi lebih
aman dan tenteram.
Kita
masuk dan berada di bulan ramadhan. Kita menjadi tamu bulan Ramadhan. Bulan
yang istimewa.
Sebagai tamu, dan tentu tamu yang baik, segala
ketentuan tuan rumah atau pemilik rumah harus diikuti sesempurna mungkin.
Seorang tamu tidak boleh mengatur tuan rumah. Tamu ya tamu. Posisi tamu
selalu diatur dan bukan mengatur. Apalagi tamu ke tempat yang mulia, ialah
Bulan Ramadhan itu.
Bulan
Ramadhan mengatur terhadap siapapun yang datang sebagai tamu, agar berpuasa
di siang hari. Pada malam harinya para tamu dianjurkan untuk shalat malam,
yaitu shalat tarweh, sholat witir, dan juga banyak membaca al Qur’an, berdoa,
dan lain-lain.
Siapapun yang bertamu di bulan Ramadhan tidak boleh melakukan apa saja yang
merusak, baik terhadap dirinya sendiri dan atau orang lain. Ramadhan adalah
bulan mulia dan indah, maka semua harus melakukan hal-hal yang indah, suci,
dan terpuji.
Begitu indah dan mulia Bulan Ramadhan.
Siapapun yang bertamu ke bulan mulia itu, maka harus masuk
dan juga keluar dengan hati dan pikiran yang bersih, penuh suka cita,
damai, dan ikhas. Suasana yang indah dan penuh kedamaian itulah
hingga menjadikan bagi siapapun yang bertamu dan mau menyesuaikan diri
dengan apa saja yang dikehendaki oleh tuan rumah, yaitu Ramadhan,
maka akan meraih derajad taqwa.
Sebagai
tuan rumah, Ramadhan tidak memerlukan debat sengit. Tuan rumah, yaitu Bulan
Ramadhan menyukai jiwa, hati, dan pikiran bersih,
agar terjadi suasana kedamaian sejati. Perdebatkan tentang saat masuk dan
saat keluar bulan itu tidak terlalu diperlukan. Ramadhan tidak menyukai
perdebatan, dan apalagi hingga melahirkan perpecahan. Ramadhan lebih menyukai
kedamaian. Para tamu saja seharusnya menyesuaikan diri dengan keinginan
Bulan Ramadhan yang indah dan mulia itu. Wallahu a’lam.
|
Home »
Imam Suprayogo
» Memasuki Bulan Ramadhan
0 komentar:
Posting Komentar