Membangunkan Keluarga untuk Salat Malam



Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh
Alhamdulillah, saya dan isteri hampir selalu bangun malam untuk melaksanakan shalat Tahajjud. Kadang kami laksanakan sendiri-sendiri, tak jarang juga dengan berjamaah. Saya bersyukur telah dikaruniai isteri yang shalihah sehingga dialah yang sering membangunkan saya.
Yang menjadi masalah adalah saat membangunkan anak-anak untuk menjalankan ibadah yang sama. Saya sendiri kadang-kadang yang merasa kasihan saat membangunkannya. Saya tidak tega jika melihat anak-anak masih mengantuk saat pergi ke sekolah. Apalagi mereka sekolah sehari penuh (full day), dan di malam harinya masih harus mengerjakan tugas-tugas sekokah lainnya.
Mohon bimbingan Ustadz dalam masalah ini. Atas bimbingannya saya ucapkan.
Jazakumullah khairan katsira.
AB, Solo
Wa’alaikum salam wa Rahmatullahi wa Barakatuh
Kami sangat senang mendengar penuturan Anda, mudah-mudahan Allah memberkahi keluarga Anda dan memberi keturunan yang shalih dan shalihah. Banyaklah bersyukur kepada Allah yang telah mempertemukan Anda dengan seorang isteri yang ahli ibadah.
Tradisi atau kebiasaan membangunkan isteri oleh suaminya atau suami oleh isterinya adalah perbuatan
“Semoga Allah merahmati laki-laki yang bangun untuk shalat malam kemudian membangunkan isterinya agar ikut shalat. Jika isterinya abai, dia boleh memercikkan air ke wajahnya. Semoga Allah juga merahmati perempuan yang bangun untuk shalat malam kemudian membangunkan suaminya agar ikut shalat. Jika sang suami abai, dia boleh memercikkan air ke wajahnya.” (Riwayat Nasa’i)
Tentu saja, sebelum memercikan air ke wajah isteri atau suami, terlebih dahulu telah dicapai kesepahaman dan kesepakatan bersama untuk saling membangunkan untuk shalat malam. Jika sebelumnya tidak dicapai kesepakatan, maka akan menimbulkan permasalahan.
Sungguh, merupakan pasangan yang ideal jika suami isteri sama-sama mempunyai kesadaran tentang arti pentingnya menjalankan shalat malam. Di malam yang sunyi, mereka berdua, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, meminta ampunan, memohon keberkahan, meminta perlindungan, serta berdoa dengan penuh kekhusyuan.
Pasangan ideal ini akan dicatat oleh Allah sebagai ahli dzikir, sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id dan Abu Hurairah,“Jika seorang lelaki bangun malam dan membangunkan isterinya kemudian mereka mengerjakan shalat dua rakaat, maka mereka dicatat sebagai orang yang banyak berdzikir mengingat Allah.” (Riwayat Ibnu Majah)
Dalam praktiknya, ternyata Rasulullah SAW juga membangunkan anaknya, Fathimah dan menantunya, Ali bin Abi Thalib. Menurut Ath-Thabari, tindakan Rasulullah SAW itu dimotivasi oleh dua hal; keutamaan shalat malam, juga karena keinginan untuk melaksanakan perintah Allah, “Dan perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan, akibat (yang baik) itu adalah untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Thaha [20]: 132)
Dalam hal membangunkan anak agar melaksanakan shalat malam, kami berpendapat hendaknya disesuaikan dengan umur dan tingkat kesadarannya. Anak-anak yang masih kecil, diajari terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat-shalat fardhu (lima waktu), dan secara bertahap diajari utuk melaksanakan shalat nafilah (shalat sunnah sebagai tambahan atas yang wajib).
Demikian juga untuk bangun malam, mulailah dengan membangunkan anak untuk menjalankan shalat Shubuh. Latih mereka untuk berjamaah di masjid (khusus yang laki-laki). Jika sudah biasa, boleh dicoba utuk membangunkan lebih dini. Mulailah dari shalat witir sesaat sebelum fajar, sampai akhirnya menjadi kebiasaan. Mudah-mudahan berhasil. 

Ida S WIdayanti

0 komentar:

Posting Komentar