Pemimpin Islam



Menjelang pemilihan presiden pada tahun 2014 mendatang,  ternyata belum ada seorang pun yang berani menyatakan diri sebagai calon presiden  oleh karena merasa dikenal sebagai   tokoh Islam. Sekalipun  ada beberapa partai politik yang mengusung simbol-simbol Islam, seperti PPP, PKB, PAN, PBB, dan PKS tetapi belum ada  tokohnya yang mendeklarasikan diri sebagai calon presiden RI.

Semua calon yang telah menyatakan  diri siap menjadi presiden, sekalipun muslim, tidak pernah menyatakan diri sebagai tokoh Islam. Mereka itu juga berangkat dari partai politik yang tidak membawa-bawa nama agama, seperti Golkar, Gerindra, Hanura, Nasdem, PDI-P, dan lainnya. Ada pula beberapa orang dari luar partai  yang menyatakan  diri siap menjadi calon presiden,  tetapi lagi-lagi juga tidak menyebut sebagai tokoh Islam, misalnya Prof. Mahfudz MD, dan lainnya.

Mungkin ada beberapa sebab, mengapa tidak muncul seseorang calon presiden yang mengatasnamakan sebagai  tokoh Islam. Pertama, sudah tidak ada lagi orang yang mengklaim dirinya sebagai tokoh Islam. Bahwa benar seseorang  disebut sebagai tokoh  partai Islam, tetapi merasa bukan tokoh Islam. Ada perasaan beda antara tokoh Islam dan tokoh partai Islam.

Dahulu,  memang partai Islam selalu dipimpin oleh para tokoh Islam. Pimpinan partai politik Islam sekaligus  dipandang sebagai tokoh Islam. Rupanya akhir-akhir ini, pandangan itu  sudah  berubah.  Pemimpin partai politik Islam tidak selalu sekaligus merasa sebagai tokoh Islam. Berbagai perubahan dan juga keadaan rupanya berhasil  mengubah  persepsi yang membedakan  antara tokoh partai politik Islam dan tokoh Islam itu sendiri.

Kedua, bisa jadi hal itu disebabkan oleh  pemaknaan Islam yang semakin luas. Islam tidak saja menyangkut kegiatan ritual,  melainkan juga aspek-aspek lainnya. Seseorang yang memiliki keterbatasan dalam memimpin kegiatan  ritual, tetapi berkelebihan dalam menjalankan amal shaleh lainnya,   asalkan yang bersangkutan menyatakan diri sebagai seorang yang beriman dan menjalankan rukun Islam, maka  sudah dianggap sebagai bagian dari tokoh Islam.

Ketiga,  terjadi proses memudarnya kepercayaan terhadap tokoh Islam yang   disebabkan oleh kenyataan sejarah, bahwa seorang yang semula dianggap sebagai pemimpinnya, tetapi pada kenyataannya tidak selalu membela kepentingan Islam, dan  hanya mementingkan dirinya sendiri, atau tidak peduli terhadap umatnya. Apalagi akhir-akhir ini, beberapa tokoh partai Islam terkena kasus yang sangat memprihatinkan, sehingga tentu akan berpengaruh terhadap  kepercayaan umat.

Gambaran tentang semakin luasnya pemaknaan terhadap pemimpin Islam,  -------disadari atau tidak, rupanya juga  terjadi di kalangan lembaga pendidikan tinggi Islam. Banyak pemimpin perguruan tinggi Islam tidak menyadari,  bahwa dirinya adalah tokoh Islam. Bahkan hal yang sama juga terjadi pada pejabat  birokrasi pemerintah yang mengurus agama. Semestimnya,  sebagai pimpinan perguruan tinggi Islam dan atau juga birokrasi yang mengurus agama,   adalah sekaligus sebagai tokoh agama. Akan tetapi pada kenyataannya tidak selalu terjadi yang demikian itu. 

Oleh karena itu maka  pantas manakala keadaan itu memunculkan pertanyaan, misalnya,  apakah memang Islam sudah kehilangan tokoh, atau makna pemimpin Islam sebenarnya sudah bergeser dan bahkan berubah. Atau umat Islam sendiri sudah tidak lagi mempedulikan siapa tokoh atau pemimpinnya. Sehingga,   dalam soal kepemimpinan, umat Islam sudah tidak mempedulikan lagi, siapapun tokoh atau pemimpinnya itu.  Pemimpin Islam sudah tidak perlu lagi harus jelas keber-Islamannya, sehingga siapapun bisa diterima.

Pandangan lama,  bahwa  pemimpin harus berasal dari tokoh Islam   rupanya sudah semakin melemah. Dalam memilih tokoh atau pemimpin, orang sudah tidak terlalu mempedulikan terhadap identitas agama. Siapapun asalkan dianggap memiliki kapabilitas memimpin akan dianggap sebagai tokoh atau pemimpinnya. Atau, rupanya sudah terjadi pemisahan yang semakin jelas,  antara pemimpin ritual dan pemimpin dalam kehidupan yang lebih luas. Bahkan hal demikian itu tidak saja terjadi di ranah politik,  tetapi juga di berbagai wilayah lainnya yang lebih luas..

Kenyataan yang  lebih jauh lagi, ada saja seorang yang dikenal bukan tokoh Islam tetapi mendirikan pesantren. Padahal pesantren adalah otoritas kyai atau ulama. Namun, oleh karena seseorang memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, maka kekayaannya itu  disalurkan dengan cara mendirikan pesantren. Akibatnya,  ada pesantren diasuh oleh seorang yang bukan kyai.  Dari gambaran seperti itu, maka menjadikan sebutan pemimpin Islam di negara mayoritas muslim ini   semakin tidak kelihatan. Wallahu a’lam.      

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar