Buku-buku adalah temanku
Di sana aku bertemu dengan orang-orang besar
Buah pikiran mereka menjadi buah pikiranku
Cita-cita mereka adalah pendirian dasarku
(Bung Karno)
Pada saat menulis naskah pidato Indonesia Menggugat, Bung Karno (BK)
menggunakan referensi tak kurang dari 80 judul. Selain
berbahasa Indonesia, sebagian buku rujukan tersebut juga berbahasa asing
seperti Inggris, Perancis, dan Jerman. Naskah berkelas dunia yang ditulis BK
pada usia 26 tahun itu terbukti sangat berperan dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia.
Kegemaran BK pada buku-buku,memang tak diragukan lagi. Bagi Bung Karno, tahun-tahun dalam penjara dan pengasingan menjadi
tahun pendidikannya yaitu dengan banyak membaca buku.
Bung Hatta juga dikenal sebagai kutu buku. Saat dibuang ke Banda Neira
ia membawa 12 peti buku yang kemudian mengisi hari-harinya. Perpustakaan pribadi Hatta pernah menjadi perpustakaan pribadi
terlengkap dan terbesar di masanya. Saat pulang dari Belanda ia
membawa 16 peti buku-buku ilmiah, itu pun tidak termasuk novel-novelnya
yang ia bagikan kepada teman-temannya.
Bung Hatta juga rajin menulis. Begitu banyak
buah pemikirannya.Bahkan saat dibuang ke pengasingan pun Hatta tetap
konsisten mengirimkan artikelnya ke sebuah media besar di Jakarta. Bung
Hatta menulis berbagai naskah dari mulai teks pidato, surat-menyurat, maupun biografi.
Salah satu tokoh lain yang gemar membaca dan menulis adalah Kartini. Penulis ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ itu merupakan tokoh yang
bisa dibilang langka. Sebagai perempuan yang pada masa itu jarang menikmati
bangku sekolah, ia begitu banyak membaca buku. Masa pingitan menjadi masa
menenggelamkan dirinya pada buku-bukunya. Saat dirinya harus menyerah pada
tradisi yang ditentangnya –menjadi istri kesekian dari seorang bangsawan- kado
penikahan yang diminta dari Rosa Abendanon adalah buku-buku. Tak sedikit
buku yang dimintanya yang ditulis pengarang terkenal dunia seperti Tolstoy,
Ritter, Vosamaer, Jonathan, Limburg, Brouwer, Kipling, dan lain-lain. Buku-buku
tersebut meliputi novel, filsafat, sajak, juga drama.
Begitu banyak surat yang ditulis Kartini, 95 surat ia kirim pada Rosa
Abendanon, 20 pada Stella, dan beberapa pada
Cvink Soer, Van Kol, Tn dan Ny. Anton, Nina Zeehandelaar. Surat-surat yang
ditulisnya umumnya panjang, bahkan ada yang mencapai 48 halaman. Kumpulan
suratnya itu diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa.
Yang menakjubkan adalah bagaimana Helen Keller menaklukkan buku-buku. Ia adalah penyandang tunanetra dan tuna rungu pertama yang meraih
gelar sarjana, bahkan mendapat nilai cum laude. Selain menguasai bahasa
Inggris, ia juga dapat menggunakan bahasa Jerman, Perancis, dan Latin. Awal
minat bacanya dimulai dengan membaca buku-buku seperti Greej Heroes,
Fables, Wonder Book Hawthorne, Tales Shakespeare, A child’s History of England,
the Arabian Night, The Swiss Family Robinson, Robinson Crusoe, dll.
Karena
kegemarannya akan membaca, membuatnya piawai menulis. Otobiografinya sangat
memukau. Hampir sulit dipercaya,dengan keterbatasan inderanya itu ia mampu
mendeskripsikan perasaannya, seolah ia mampu melihat dan mendengar.
Kata-kata mutiaranya sungguh menggugah dan memotivasi, hingga saat ini masih
sering dikutip banyak orang.
Namun,
yang membuat dunia kagum pada Hellen bukan hanya karena kemampuan membaca dan
menulisnya. Namun karena ia adalah seorang pejuang, bukan hanya bagi dirinya
sendiri, namun juga bagi dunia. Ia berjuang menentang penjajahan dan peperangan
hingga usia senja.
Namun
apapun prestasi Hellen, ia mengakui bahwa buku sangat berperan membentuk
kepribadiannya hingga ia dikenang sebagai orang besar. “Kenyataannya
buku terasa lebih bermanfaat bagi pendidikanku daripada hal-hal lainnya,”
ujarnya.
Demikianlah,
jika kita menelusuri jejak tokoh-tokoh dunia, kita bisa belajar bahwa ada
benang merah yang amat kuat yang menampakkan hubungan antara sejarah, buku, dan
orang-orang besar.
0 komentar:
Posting Komentar