Alhamdulillah kita semua bersyukur atas lewatnya Kamis dan
Jumat 4-5 November 2010 di bawah ayoman rahman rahim Allah SWT. Mulai hari ini
kita refresh iman kita lagi, bekerja maiyah lebih lanjut, “narju, nastaghits wa
nuslim” kembali.
Kita buka kembali edaran Maiyah Cinta Segitiga, kita baca,
pilih dan kerjakan dengan lelaku jiwa semampu kita. Di waktu luang kita selami secara akal, firman-firman itu, wirid-wirid
itu, doa-doa itu, urutan logikanya, peta konteks syafaatnya, kausalitas langit
buminya, sangkan dan parannya, 5W1H nya, patrap maiyahnya.
Kita berhusnudzdzan
dan meyakini kandungan cinta dan kekuatan firman Allah serta transfer frekwensi
derita hati Badar Rasulullah SAW. Seluruh pekerjaan maiyah bertahun-tahun
adalah pengharapan agar diterima untuk berada sepihak dengan Allah dan
kekasihNya. Karena Ia memastikan “Aku
tidak mengadzab mereka yang engkau Muhammad berada di antara mereka”.
Kita lebih kecil dan
lebih lemah dari sebutir debu Merapi, karena segala gunung adalah milikNya.
Yang membuat gunung-gunung ketakutan dan lari terbirit-birit meninggalkan
amukannya “khasyi’an mutashoddi’an” adalah “khosyyatillah”, Maha Supreme Kuasa
Allah yang kita pegang teguh dalam Maiyah.
Pasukan Badar Maiyah di telapak tangan kedahsyatan vulkanik
Merapi dan puluhan gunung lainnya, di jepitan lempengan-lempengan tektonik yang
bergerak-gerak, secara ilmu wadag dan ilmu katon tidak memiliki kemungkinan
untuk “menang”. Tetapi kita teruskan tekad dan keyakinan Rasulullah SAW di
medan Badar bahwa Allah akan menganugerahkan kemenangan, kasih sayang dan
pertolongan. Karena semua prajurit Maiyah sudah menuntaskan keikhlasannya untuk
“la ubali” atas apapun di dunia, asalkan “takun ‘alaina ghadhabun” Allah tidak
murka kepada kita.
Syukur yang mendalam kepada Allah dan terima kasih kepada
Jamaah Maiyah, kantung-kantung Kadipiro, yang dengan tulus lelaku mewiridkannya
dengan bersila sepenuh jiwa. Sekarang kita berangkat lagi menempuh maiyah,
melewati dunia, menuju Allah.
Semoga Allah mengizinkan dan mengayomi nanti malam atau kapan
kita berkumpul di Kadipiro atau di manapun untuk:
Memahami kembali muatan Edaran itu dalam situasi Merapi dan
irama Nusantara.
Memasuki ilmu dan wacana Maiyah untuk menemukan
patrap/maqamat taqwa di tengah antara ketakutan dan keberanian.
Belajar kembali peta
ilmu yang membuat kita bisa menentukan dan mengakurasikan takaran bahaya, serta
menemukan momentum dan sebab musabab untuk bersyukur, dengan takaran yang
setepat-tepatnya.
Mempetakan
gelembung-gelembung tentang:
Mbah Petruk, Ki
Blotok, Kiai Gringsing, Panembahan Sapujagat dll,
Perwujudan sumpah
Sabdopalon Noyogenggong pada sirnaning Majapahit,
Kiai Semar nagih
janji,
Angin laut dan titik
serbu: Kraton Yogya, Gedung Agung.
Supremasi janji Allah
tentang gunung berapi, logika dan peta Syafaat Rasul, konsentrasi lelaku
Maiyah, dan “faltandzur nafsun ma qaddamat lighad”.
Emha Ainun Nadjib
0 komentar:
Posting Komentar