Haji Mengingatkan terhadap Rumah Tertua



Ternyata rumah tertua di dunia ini, dalam sejarahnya,  adalah ka’bah. Rumah itu ada sejak zaman Nabi Adam. Pada awlnya, tentu keadaannya sangat sederhana. Kemudian rumah itu disempurnakan oleh Nabi Ibrahim bersama anaknya, Ismail. Pada saat haji dan atau umrah, semua orang diwajibkan untuk thawwaf di sekeliling ka’bah, rumah tertua itu,  tujuh kali putaran.

Mengingat sejarah itu, setiap kali thawwaf, saya  setidaknya membayangkan tentang tiga hal. Pertama, sejarah peradaban manusia yang tidak terputus. Bahwa sejak zaman Nabi Adam hingga sekarang, sejarah itu terasa  jelas, masih sambung menyambung. Manusia adalah berasal dari keturunan yang satu, ialah Nabi Adam dan Hawa. Lewat sejarah itu, manusia  ditunjukkan,-------dari generasi ke generasi, tidak terkecuali, tentang asal muasal tempat tinggalnya. Dengan demikian, manusia tidak boleh  melupakan sejarahnya.

Kedua, manusia diingatkan tentang rumah. Ka’bah pada hakekatnya adalah rumah. Tempat itu disebut sebagai rumah Allah atau baitullah. Sebutan itu lebih tepat dimaknai sebagai  tempat, di mana, semua orang selalu mengingat Allah. Sebutan itu juga seringkali digunakan untuk menyebut masjid. Tempat ibadah itu juga disebut sebagai rumah Allah.

Lewat ka’bah, setiap orang yang datang  ke tempat  itu diingatkan terhadap betapa pentingnya rumah. Setiap orang boleh pergi dan berkelana ke mana saja, tetapi jangan melupakan rumahnya. Rumah bagi kehidupan manusia menjadi sangat penting. Di tempat itu,------rumah, manusia bertempat tinggal, berkeluarga, mengembangkan keturunan, mendidik anak-anaknya, saling merasakan kebahagiaan, dan bahkan juga beribadah kepada Allah.

Bertawwaf sebanyak tujuh kali putaran adalah mengingatkan konsep tentang rumah dan maknanya bagi kehidupan. Mungkin seseorang  telah mendapatkan tempat lain yang lebih indah dan  menyenangkan, tetapi Islam mengajarkan bahwa apapun kesenangan di tempat lain itu, maka pada saatnya harus kembali ke rumah asalnya. Demikian pula, manusia juga diingatkan, bahwa betapapun keindahan dan kesenangan dunia ini, kita tidak boleh melupakan tujuan hidup yang utama ialah beribadah, atau  kembali pada misi utama kehidupan ini.    

Ketiga, setiap kali bertawwaf, saya selalu ingat  tentang betapa pentingnya persatuan ummat. Semua orang pada saat berthawwaf mengelilingi  ka’bah,  mereka mengawali dan mengakhiri pada tempat yang sama, melakukannya pada jumlah putaran yang sama dan juga mengambil arah yang sama pula. Bahkan, dalam bertawwaf, mereka juga mengucapkan doa-doa yang sama. Lewat bertawaf itu, manusia mengingat Tuhan, kesamaan dan kebersamaan antar sesama.  Manusia dari manapun asalnya, di tempat itu tidak terjadi konflik, memiliki perasaan lebih tinggi, dan begitu pula sebaliknya, lebih rendah dari yang lain.

Pada saat bertawwaf, orang tidak ada yang merasa lebih hebat oleh karena kekayaan, kegagahan,  dan jabatannya. Semua orang, di tempat itu merasa sama, ialah sama-sama  hamba Allah yang mendambakan kasih sayang dan ridha-Nya. Mereka mengingat, tidak saja terhadap kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan akherat. Di tempat di sekitar ka’bah itu, pada saat haji dan atau umrah, orang melakukan perenungan  secara mendalam dan menyeluruh. Di rumah yang paling tua  itu, orang akan diingatkan tentang makna  hidup yang sebenarnya. Wallahu a’lam.


Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar