Dalam al Qur’an disebutan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu
kaum kecuali kaum itu mau mengubah mentalnya sendiri. Statemen dalam al Qur’an ini menunjukkan betapa
pentingnya mental seseorang harus dibangun. Keadaan seseorang adalah tergantung
dari pada mentalnya. Seseorang yang selalu percaya diri dan bermental pemenang,
maka ia akan optimis dan berusaha meningkatkan dirinya, dan begitu
sebaliknya.
Membangun
semangat, percaya diri, dan kemampuan mendifinikan diri dan lingkungannya
adalah sedemikian penting. Orang yang memiliki semangat tinggi maka tidak akan
berhenti dari usaha dan akhirnya akan ketemu jalan yang seharusnya ditempuh.
Oleh karena itu, semangat menjadi lebih penting dari sekedar jalan dan cara
meraih tujuan yang ingin dicapai. Orang yang mengetahui jalan dan cara meraih
sesuatu, tetapi tidak memiliki semangat, maka potensi yang tersedia itu
tidak akan berguna.
Bekal
sukses selain semangat adalah percaya diri. Banyak orang yang sebenarnya tahu
cara menjadi sukses, tetapi tidak memiliki kepercayaan diri, maka
akhirnya akan gagal. Ia kalah sebelum bertanding. Orang yang
sebenarnya cakap, akan tetapi oleh karena mentalnya jatuh, maka akhirnya
gagal.
Sebagai
contoh sederhana, suatu saat kita mendengar seseorang berpidato
sedemikian lancar dan enak didengar. Penampilan itu sebenarnya
merupakan hasil dari kepercayaan diri, bahwasanya yang bersangkutan merasa
mampu berbicara di depan umum. Umpama sebaliknya, ia tidak memiliki
kepercayaan diri, sekalipun bahan ceramah yang akan disampaikan cukup
banyak, maka pidatonya tidak akan lancar dan bahkan sulit dipahami oleh para
pendengarnya.
Agar seseorang
memiliki semangat dan kepercayaan diri, maka diperlukan kemampuan untuk
mendifinisikan diri dan lingkungannya. Sekedar mendiskripsikan diri
sendiri saja tidak semua orang mampu. Ada saja orang yang selalu
merasa dirinya rendah, kecil, banyak kesalahan, tidak mampu, dan
seterusnya. Padahal kenyataan sebenarnya tidak begitu. Ia memiliki potensi yang
bagus dan bahkan melebihi yang lain. Pemilik mental kalah seperti
itu adalah contoh dari orang yang gagal mendifinikan dirinya sendiri.
Selain
gagal mendifinikan dirinya sendiri, tidak sedikit orang yang juga gagal
dalam mendifinikan lingkungannya. Seseorang menganggap bahwa apa yang
akan dihadapi adalah sesuatu yang berat, sulit, dan penuh rintangan. Cara
melihat seperti itu menjadikan dirinya kecil, lemah dan sederhana. Perasaan
seperti itu menjadikan seseorang gagap atau nerves sehingga tidak memiliki
kekuatan yang cukup untuk menghadapi tantangan apapun.
Menumbuhkan
semangat, percaya diri, dan kemampuan mengkalkulasi lingkungan adalah sangat
penting sebagai bekal meraih keberhasilan. Orang yang bermental rendah, dan
tidak percaya diri, maka biasanya akan gagal. Tidak pernah ada juara apapun
yang bermental kalah. Mereka menang orang karena bermental pemenang. Orang yang
kalah mental juga akan kalah dalam pertandingan apapun.
Para
tokoh seringkali membandingkan bangsanya dengan bangsa-bangsa lain,
termasuk dengan bangsa tetangga. Kesimpulan yang dihasilkan selalu
saja, bahwa bangsanya sendiri masih tertinggal, miskin, tidak maju, dan
identitas lain yang kurang menggembirakan. Atas gambaran dan
definisi tentang diri yang rendah itu, maka juga akan mempengaruhi mental
banyak orang, bahwa bangsa ini adalah bermental rendah dan akhirnya
kalah.
Oleh karena
itu mental kalah ini harus diubah, agar bangsa ini menjadi
bermental kuat, percaya diri, unggul, dan sebagai pemenang. Al Qur’an juga
mengingatkan agar seseorang berani mengubah mental atau jiwanya. Manakala
mental atau jiwa seseorang sudah berhasil diubah, maka akan tumbuh semangat
untuk meraih cita-citanya.
Al Qur’an
juga memberikan petunjuk agar manusia membangun semangat dan mental
sebagai khalifah, pejuang, dan pemimpin. Mental pengabdi hanya kepada
Allah dan bukan kepada lainnya. Siapapun mestinya tidak boleh membangun
mental kelah dan tertinggal, sebab dengan sikap itu, mereka
akan mengalami kekalahan dan ketertinggalan.
0 komentar:
Posting Komentar