“Kemanapun ayah pergi, wangi bayi
tercium terus,” ujar seorang ayah sambil menimang bayi yang mungil.
“Terima kasih sudah hadir di keluarga ini. Kami sangat
berbahagia. Semoga kami bisa selalu membuatmu nyaman setiap hari. Ade adalah
bayi yang sangat cocok untuk ibu,” ujar sang ibu sambil mendekap sang bayi.
“Kalau aku sakit, terus lihat bayi, sakitku jadi tak
terasa,” ujar kakak laki-laki bayi yang berusia tujuh tahun tak mau
ketinggalan.
“Kita beruntung dapat bayi yang ini, tak ada yang
tidak sayang. Bayi ini sangat berharga, lebih dari apapun juga. Jadi bayi ini
sangat mahaaal,” kata kakak perempuannya yang berusia lima tahun.
“Warna bayi kok merah, seperti warna kesukaanku,” sang
kakak laki-laki menimpali lagi sambil mengusap pipi tembam sang bayi. Ia lalu
menambahkan, ”Kok Allah tahu apa yang kuinginkan. Terima kasih ya Allah aku
diberi adik yang lucu ini.”
Ungkapan-ungkapan di atas dinyatakan oleh keluarga
yang sangat berbahagia karena kehadiran bayi yang sudah lama dinantikan.
Kebahagiaan itu kerap mereka nyatakan dalam berbagai ekspresi atau ungkapan
positif. Mereka seolah berlomba menyatakan perasaannya masing-masing pada sang
bayi.
Bagi orang yang jarang mengungkapkan perasaannya,
mungkin ucapan-ucapan di atas kedengarannya berlebihan. Namun sesungguhnya
banyak manfaat dari sikap seperti itu. Jika sebuah keluarga senantiasa
menyatakan perasaan positif seperti rasa bahagia, kasih sayang, dan ungkapan
syukur, maka hal ini akan mempererat ikatan emosional dan keakraban di antara
anggota keluarga tersebut.
Ungkapan ini bisa berupa verbal yang disertai pelukan
atau ciuman yang semuanya menyatakan limpahan kasih sayang dan perhatian.
Ungkapan ini membuat anak merasa dicintai dan dihargai sekaligus bisa mengatasi
perasaan takut dan kekhawatiran dalam diri anak.
Anak yang dibesarkan di lingkungan seperti ini akan
cenderung mampu mengungkapkan isi hati dan pikirannya. Hal ini akan membuat
orang yang berkomunikasi dengan dia akan bisa memahami apa keinginan maupun
kebutuhannya sehingga dapat memberikan respon sesuai keinginannya itu.
Sebaliknya anak yang tidak mampu mengungkapkan perasaannya, maka akan sulit
bersosialisasi dan cenderung tidak memiliki kepercayaan diri serta pasif dalam
menanggapi sesuatu.
Pada dasarnya setiap anak balita cenderung mampu
menyatakan isi hatinya, baik rasa gembira, kecewa, sedih, ataupun takut.
Kecenderungan ini perlu mendapat dukungan secara positif. Rasa marah, kecewa,
atau rasa takut yang biasanya dinyatakan dalam tangisan, rengekan, omelan, atau
pukulan itu, bisa dialihkan dengan bentuk ungkapan positif.
Anak bisa dilatih dengan mengungkapkan rasa tidak
senangnya dengan bahasa yang jelas sehingga lingkungan bisa memahaminya dengan
lebih mudah dan konflik bisa dihindari. Jika kemampuan ini terus dibangun, maka
anak akan terampil mengatasi persoalan dirinya yang berpotensi menimbulkan rasa
kesedihan maupun kemarahan.
Untuk mampu bersikap ekspresif secara positif, maka
orang tua perlu menstimulasinya sejak bayi. Sebagaimana keluarga di atas yang
senantiasa mengisi hari dengan ungkapan positif pada bayinya. Insya Allah anak
yang mampu mengekspresikan perasaannya secara positif akan menjadi anak yang
bahagia sekaligus menyenangkan.
Ida S Widayanti
0 komentar:
Posting Komentar