Al Qur'an Berbicara tentang Sejarah Orang-orang Besar



Andaikan tidak ada kitab suci, di antaranya adalah al Qur’an, maka manusia tidak akan tahu sejarahnya. Manusia tidak tahu bahwa manusia pertama adalah Adam dan Hawa. Manusia juga tidak akan tahu bagaimana awal mula manusia diciptakan. Selain itu, manusia juga tidak akan tahu makhluk seperti malaikat dan jin. Kedua makhluk Tuhan itu hanya bisa diketahui lewat kitab suci.

Manusia juga tidak akan tahu, bahwa bahan baku dari masing-masing makhluk Allah tersebut ternyata berbeda-beda. Manusia dibuat dari tanah, malaikat dibuat dari cahaya, jin, setan, dan iblis dibuat dari api. Selain itu, manusia juga tidak akan tahu, bahwa terdapat makhluk yang kerjanya hanya selalu beribadah kepada Tuhan, dan begitu pula yang mengingkari titah-Nya, yaitu jin, setan dan iblis. Sedangkan manusia sendiri ada di antaranya yang taat dan ada pula yang ingkar.

Khusus terkait manusaia, dalam sejarahnya yang bisa diketahui dari al Qur’an ada nama-nama besar yang selalu menjaga ketaatan pada Allah, yaitu para rasul, nabi, dan para wali. Sebaiknya ada juga nama-nama besar tetapi dipandang telah melakukan kejahatan di muka bumi, seperti Qobil, Fir’aun, Namrud, Abu Lahab, dan lain-lain.

Nama-nama Rasul yang berjumlah 25 orang, mulai dari Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Sulaiman, Yahya, Suaib, dan seterusnya hingga Nabi Muhammad saw. Begitu pula, al Qur’an juga mendokumentasikan nama-nama besar lainnya yang kemudian dikenal sebagai orang-orang saleh dan atau shalehah seperti Lukman al Hakim, Dzul Qurnain, Samiri, Kidir, Imran, Maryam, dan sebagainya.

Orang-orang yang memiliki nama besar dalam arti berpengaruh dalam kehidupan sosial secara luas dan bahkan dalam waktu yang sangat lama dibicarakan oleh al Qur’an. Semua itu sebenarnya adalah sebagai petunjuk bagi manusia agar dijadikan pelajaran dalam menjalani kehidupan. Bahwa dalam kehidupan ini ada orang-orang yang taat dan selalu mengajak kepada kebaikan, tetapi sebaliknya, ada pula orang-orang yang sombong, tidak tahu diri, dan selalu mengingkari kebenaran.

Sejarah manusia seperti itu tidak bisa digali dari catatan-catatan ilmiah, melainkan hanya bisa diperoleh dari kitab suci. Oleh karena itu tanpa kitab suci, manusia tidak akan memahami sejarahnya. Bahkan tanpa kitanb suci, tidak akan diketahui bahwa seseorang adalah termasuk utusan Allah dan atau seorang Rasul. Oleh karena itu untuk memahami kehidupan ini secara benar tidak akan mungkin tanpa petunjuk kitab suci-Nya. Wallahu a’lam.

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar