Akhir-akhir ini, diwacanakan bahwa di dalam menyempurnakan kurikulum, pelajaran IPA dan IPS untuk jenjang sekolah
dasar akan dihilangkan. Pertimbangannya, bahwa jumlah
mata pelajaran di jenjang tersebut selama ini dianggap terlalu banyak, hingga memberatkan para siswa. Selain itu, kebijakan itu dikaitkan dengan upaya memberikan penekanan pada pendidikan karakter yang
seharusnya mendapatkan perhatian lebih di berbagai lembaga pendidikan.
Terkait dengan pendidikan karakter, maka banyak orang menyarankan agar jumlah jam
pelajaran agama di sekolah ditambah. Mereka menengarai bahwa rendahnya karakter disebabkan oleh
kurangnya jam pelajaran agama. Oleh karena itu seharusnya
pelajaran agama ditambah. Sementara itu, selama ini belum dipikirkan secara mendalam, apa
sebenarnya yang dimaksudkan dengan pelajaran agama itu. Padahal manakala
tambahan jam pelajaran agama itu tidak
mengena, maka juga tidak akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan.
Banyak orang mengira bahwa dengan jumlah jam
pelajaran agama yang meningkat maka karakter para siswa semakin baik. Secara
teoritik pandangan itu terasa benar. Akan tetapi, pertanyaannya
adalah, apakah rumusan yang bersifat
teoritik itu selalu terbukti dalam kehidupan sehari-hari. Rasanya hal itu
masih perlu diuji secara empirik. Bahkan seharusnya perlu diteliti kembali, bagaimana sebenarnya
Islam, yaitu dalam hal ini al Qur’an memberikan petunjuk
tentang pendidikan.
Selama tidak kurang dari 40 tahun menjadi guru, saya melihat bahwa anak-anak yang
belajar ilmu agama di madrasah yang isinya sebagaimana dirumuskan seperti sekarang ini, yaitu ilmu
fiqh, tauhid, akhlak, tasawwuf, dan tarekh
dalam jumlah yang cukup banyak,
ternyata wawasan ke-Islamannya tidak selalu lebih baik dari mereka yang
berasal dari sekolah umum yang hanya diberikan pelajaran agama lebih sedikit.
Selama ini, saya
menemukan banyak orang yang belajar di lembaga pendidikan umum
tetapi memiliki semangat belajar al Qur’an dan hadits nabi yang sedemikian
tinggi dan bahkan mengalahkan mereka yang begitu lama belajar di sekolah
agama. Mereka itu mampu menangkap
pesan-pesan al Qur’an dan hadits nabi sedemikian mendalam.
Penglihatan saya
itu memang tidak berlaku mutlak, artinya
memang ada orang-orang yang lulus sekolah agama memiliki gairah yang tinggi
terhadap al Qur’an dan hadits nabi. Akan tetapi bahwa semakin banyak waktu yang digunakan untuk mempelajari agama
selalu atau pasti menjadi lebih
bersemangat dan bahkan lebih mencintai
kitab suci ternyata juga tidak selalu terbukti. Bahkan, saya juga menemukan informasi bahwa tidak sedikit orang yang sehari-hari
diajari ilmu agama, tetapi pada
kenyataannya yang bersangkutan seperti
tidak menangkap makna keber-Islaman yang sedemikian indah itu.
Ketidak pastian
tersebut memang agaknya cukup mengundang siapa saja yang peduli terhadap pendidikan Islam untuk mengkaji kembali pesan-pesan al Qur’an dan hadits nabi
terkait dengan pendidikan itu. Dalam al Qur’an terdapat konsep yang
disebut sebagai manusia ideal, yaitu ulul al baab.
Sebutan sebagai manusia ideal
tersebut diterangkan di dalam al
Qur’an, yaitu adalah orang yang selalu ingat Allah tatkala sedang
berdiri, duduk, dan berbaring, dan orang-orang yang selalu memikirkan
penciptaan langit dan bumi, serta meyakini bahwa semua ciptaan Allah itu tidak
ada yang sia-sia.
Dari ayat al
Qur’an tersebut, mungkin perlu dipahami
secara mendalam, apa sebenarnya esensi
memikirkan penciptaan langit dan bumi itu.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang terdiri atas
ilmu biologi, fisika, dan kimia, atau
disebut IPA sebenarnya adalah mengkaji alam yang tidak lain adalah bagian dari
penciptaan langit dan bumi. Para ilmuwan itu sehari-hari mengkaji alam untuk memahami rahasia-rahasia
yang ada di dalamnya. Manusia ternyata dianjurkan untuk memahami ciptaan Allah.
Bahkan sebagai manusia ideal, salah satu
cirinya adalah selalu memikirklan penciptaan langit dan bumi.
Selain itu, lewat kitab suci al Qur’an pula,
dijelaskan tentang tugas Rasulullah, bahwa
yang disebutkan pertama kali adalah thilawah, yang artinya lagi-lagi adalah membaca. Manakala thilawah itu diartikan
sebagai kegiatan membaca alam semesta atau ayat-ayat kawniyah, maka
artinya manusia harus berhasil membaca
jadad raya ini dan seisinya. Mereka yang berhasil membaca dirinya sendiri,
lingkungannya, dan alam yang luas, maka akan berhasil mengenal
Tuhannya. Ada hadits nabi mengatakan bahwa : siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya.
Membaca
berulang-ulang tentang konsep manusia ideal dan juga tugas Nabi Muhammad yang
tersebut di dalam al Qur’an, saya menyimpulkan bahwa kitab suci itu sendiri sebenarnya memerintahkan
manusia untuk mempelajari alam dan seisinya. Lewat mempelajari alam secara benar, yaitu
memulainya dengan basmallah yakni
sebagaimana diperintahkan : iqra’ bismirabbika maka akan tumbuh kesadaran
terhadap eksistensi dirinya hingga akhirnya akan berhasil mengantarkan
kesadarannya pada eksistensi Tuhan yang harus disembah dan diikuti semua
perintah-perintah-Nya.
Berangkat dari
pandangan tersebut, maka belajar
IPA sebenarnya adalah juga termasuk
bagian penting dari pendidikan karakter dan tegasnya adalah juga belajar
Islam. Hanya caranya harus benar sebagaimana
dikemukakan di muka. Oleh karena itu, pelajaran IPA
seharusnya diberikan di semua
level lembaga pendidikan. Adapun poelaksanaannya saja disesuaikan dengan tingkat pertumbuan anak
. Belajar IPA sebenarnya
adalah merupakan implementasi dari
petunjuk al Qur’an. Atas dasar
pandangan ini, maka semestinya
pelajaran IPA dan IPS di sekolah apapun levelnya tidak perlu dihapus. Wallahu a’lam.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar